Mobil milik Fariz berhenti di depan gang di mana Alya tinggal. Suasana daerah di rumah Alya sudah cukup sepi, padahal waktu masih pukul delapan malam. Alya segera melepas sabuk pengaman di tubuhnya.
“Rumahmu di mana?”
“Masuk gang ini.”
“Sebentar.”
Fariz memajukan kembali mobilnya. Di berhenti di tempat yang cukup luas untuk memarkirkan mobilnya. Setelahnya pria itu turun, sesuai amanat sang papa, dia harus mengantar Alya sampai ke rumah dan bertemu dengan ayahnya. Fariz mengikuti langkah Alya masuk ke dalam gang.
Keduanya berjalan menyusuri jalan yang hanya cukup dilewati satu motor saja. Suasana gang cukup temaram, karena hanya diterangi lampu dari teras rumah warga. Ternyata rumah Alya cukup jauh juga dari pintu masuk gang. Mereka harus melewati dua belokan lagi untuk sampai.
Setelah melewati beberapa deretan rumah, Alya memasuki rumah tak berpagar. Diketuknya pintu rumah sesampainya di teras. Tak berapa lama pintu terbuka. Wajah Dadang, ayah Alya muncul dari baliknya. Gadis itu meraih tangan Dadang lalu mencium punggung tangannya.
Belum sempat bibir Alya menyentuh punggung tangan pria itu, Dadang langsung menariknya. Ini adalah hal biasa yang Alya terima setiap dia mencium tangan sang ayah. Hal tersebut tertangkap oleh Fariz. Gerak-gerik Dadang dengan jelas menunjukkan kalau pria itu tidak menyukai anaknya.
“Malam, om. Kenalkan, saya Fariz,” Fariz mengulurkan tangannya. Dadang hanya membalas seadanya.
“Maaf kalau terlalu malam mengantarkan Alya. Tadi dia membantu papa saya di restoran,” terang Fariz.
Hanya anggukan kepala saja yang diberikan oleh Dadang. Alya mempersilahkan Fariz untuk masuk. Walau tak nyaman melihat sikap Dadang, namun Fariz tetap masuk, demi melihat lebih jauh hubungan Alya dan ayahnya. Pria itu mendudukkan diri di kursi rotan yang ada di ruang depan.
Tak lama kemudian Alya datang membawakan dua cangkir teh manis hangat untuk Fariz juga ayahnya. Tak lupa Alya menaruh black forest yang dibelinya tadi di atas meja. Dadang hanya melihat sekilas kue yang diberikan Alya.
“Terima kasih, Alya.”
“Sama-sama, bang.”
Fariz mengambil cangkir teh, lalu menyesapnya pelan. Matanya melirik pada Dadang yang sama sekali tidak meminum teh yang dibuatkan Alya. Karena Dadang tak mengatakan apapun, Fariz memilih untuk pulang. Atmosfir antara Alya dan ayahnya juga dirasa kurang enak.
“Alya, om.. saya pulang dulu.”
Hanya anggukan kepala saja yang diberikan oleh Dadang. Sekilas Fariz bisa melihat wajah Alya yang terlihat malu akan sikap sang ayah pada tamunya. Gadis itu mengantar Fariz sampai ke teras rumah.
“Kapan-kapan saya juga mau merasakan masakanmu yang lain.”
“Boleh, bang.”
“Saya pulang dulu, assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Setelah punggung Fariz tak terlihat lagi, Alya masuk ke dalam rumah. Dia segera menutup dan mengunci pintu. Begitu berbalik, ternyata sang ayah sudah masuk ke dalam kamar. Terdengar helaan nafasnya melihat teh dan kue yang tidak disentuh oleh ayahnya. Alya membawa dua cangkir tersebut ke dapur untuk dicuci. Tak lupa dia memasukkan kue ke dalam kulkas. Semoga besok sang ayah mau memakannya.
☘️☘️☘️
POV ALYA
Namaku Alya Faradila, usiaku sekarang 19 tahun. Aku anak tunggal pasangan Dadang Sunarya dan Euis Zubaidah. Selama 19 tahun aku tinggal bersama dengan ayahku yang tidak pernah menyayangiku. Baginya, aku hanyalah pembawa sial saja.
Ayah dan ibuku menikah atas dasar saling mencintai. Mereka hidup rukun dan harmonis walau ayah tidak mampu memberikan kemewahan. Sejak pertama menikah, mereka tidak langsung diberi keturunan. Walau tidak mengatakan apapun, ibu tahu kalau ayah sangat menginginkan anak. Setelah menunggu selama dua belas tahun, akhirnya ibu hamil juga. tak dapat dikatakan bagaimana bahagianya pasangan tersebut.
Namun malang tak dapat ditolak, untung tidak dapat diraih. Ketika sedang mengandung diriku, mama divonis memiliki penyakit berbahaya, jantung koroner. Karena tidak terdeteksi, penyakit ibu ternyata sudah parah. Dokter menyarankan ibu untuk menggugurkan kandungan, karena taruhannya adalah nyawa kalau ibu bersikeras untuk melahirkan.
Karena keinginan memiliki momongan, ibu bergeming. Dia tetap ingin menjaga kehamilannya. Ayah juga berusaha membujuk ibu. Tidak apa mereka tidak memiliki anak, asalkan ibu terus bersamanya. Tapi ibu berpikiran lain, dia ingin meninggalkan hadiah terindah untuk suami tercinta kalau dirinya dipanggil Tuhan. Tak tega menolak keinginan ibu, ayah akhirnya membiarkan ibu tetap mengandung.
Waktu terus berlalu dan kandungan ibu semakin besar. Dengan penyakit yang dideritanya, tentu saja momen kehamilan dijalaninya dengan susah payah. Dokter menyarankan ibu untuk operasi Caesar, namun karena terbentur biaya, ibu terpaksa mengambil keputusan melahirkan secara normal. Dia tak mau ayah berhutang banyak dan membuat semua susah. Apalagi buah hati akan hadir ke dunia. Pasti mereka membutuhkan biaya lebih.
Setelah perjuangan panjang, akhirnya ibu berhasil melahirkanku ke dunia. Senyum tersungging di wajahnya yang pucat. Usai mengadzaniku, ayah terus mendampingi ibu. Kondisi ibu drop setelah hampir enam jam berjuang mengeluarkanku. Sampai akhirnya Tuhan memanggil ibu kembali ke haribaan-Nya.
Tangis ayah pecah melihat istri tercintanya terbujur kaku di hadapannya. Apa yang ditakutkannya menjadi kenyataan. Sehari setelah melahirkanku, ibu meninggal dunia. Dan sejak hari itu pula ayah mengabaikanku. Di matanya, aku adalah pembawa sial. Karenaku, istrinya harus meninggal dunia.
Sejak bayi merah aku diurus oleh bibiku, adik dari ayah. Namun begitu ayah masih berbaik hati untuk membiayaiku. Memberikan uang untuk susu dan kebutuhan lainnya. Namun tak pernah ayah sekali pun menggendongku. Itulah cerita yang kudengar dari bibiku. Wanita itu prihatin dengan nasib yang kualami.
Begitu aku masuk sekolah, ayah tetap membiayaiku. Tapi tak pernah sekali pun dia mengajariku pelajaran di sekolah. Hanya bang Irfan, anak dari bi Kokom yang setia mengajariku. Bahkan untuk mengambil raport-ku diserahkan pada bibi.
Sejak kecil aku sudah diajarkan hidup mandiri oleh bibi, karena tidak selamanya bibi bisa mengurusku. Aku mulai belajar masak nasi, mencuci piring, mencuci baju, menyetrika dan membereskan rumah. Begitu aku masuk SMP, bibi mulai mengajariku masak. Semua kulakukan tanpa mengeluh, karena aku sangat berharap ayah melihat apa yang kulakukan dan bangga padaku.
Waktu terus berjalan, sikap ayah tidak pernah berubah padaku. Dia selalu mengabaikanku, bahkan minuman atau makanan yang kusiapkan untuknya tidak pernah disentuh. Ayah lebih suka membeli makanan dari luar. Sudah sering bibi menasehati ayah, namun ayah bergeming.
Bohong kalau hatiku tidak sakit melihat sikap ayah padaku. Tapi bibi terus mengingatkanku dan memintaku untuk bersabar. Aku menyingkirkan kebencian yang terkadang datang padaku. Sebagai gantinya, aku terus memupuk rasa sayangku pada ayah, dan berharap suatu hari nanti ayah mau membuka hatinya untukku.
Setelah aku lulus SMA, aku cukup tahu diri untuk tidak terus menerus menyusahkan ayah. Alih-alih melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, aku memilih untuk bekerja. Menghasilkan uang sendiri dan memenuhi kebutuhanku sendiri. Aku tidak mau menyusahkan ayah lagi.
Sejujurnya ada harapan dariku, melihat diriku yang mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri, ayah akan sedikit melunak padaku. Namun ternyata semua hanya sia-sia belaka. Ayah masih tetap dengan sikapnya yang dulu, dingin dan tidak peduli padaku. Semua cara sudah kulakukan dan sudah banyak doa yang kupanjatkan, sekarang aku hanya bisa berpasrah menunggu ayah membuka hatinya.
Kemarin aku bertemu dengan keluarga om Antonio. Aku mengenalnya karena pria itu adalah pelanggan tetap café tempatku bekerja. Dia juga sahabat baik dari bu Tania, pemilik café. Sosok om Antonio yang ramah dan hangat berbanding terbalik dengan ayahku. Jujur saja, aku nyaman berada di dekat om Antonio. Andai saja aku punya ayah seperti beliau.
POV ALYA END
Setelah berpakaian rapih, Alya keluar dari kamarnya. Dia sudah siap untuk berangkat kerja. Dadang juga sudah berangkat sejak satu jam lalu. Seperti biasa, pria itu tidak pernah berpamitan pada anaknya. Alya berjalan menuju dapur. Di atas meja makan masih terlihat nasi goreng buatannya yang sama sekali tidak disentuh Dadang. Di tempat sampah, Alya mendapati bungkus kupat tahu.
Apa aku begitu menjijikkan, pak? Bapak sama sekali tidak mau menyentuh masakan buatanku.
Alya memasukkan nasi goreng ke dalam kertas nasi lalu mengikatnya. Dari pada mubazir, lebih baik dia memberikan nasi goreng pada pak Karta, tetangga rumahnya yang hanya tinggal sendiri. Setelah memasukkan bungkus nasi ke dalam plastik, Alya bergegas keluar rumah.
Di depan rumah, pakaian Dadang terlihat sudah dijemur. Pria itu memang selalu melakukan semuanya sendiri, mencuci alat bekas makannya, mencuci baju dan menyetrika. Dia tidak pernah membiarkan Alya menyentuh pakaiannya. Setelah mengunci pintu, Alya bergegas menuju rumah Karta yang jaraknya hanya berselang dua rumah saja.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam, eh neng Alya. Masuk, neng.”
Pria bernama Karta itu keluar dari rumah. Karta seumuran dengan ayah Alya, hanya saja pria itu sudah tidak bekerja lagi. Untuk biaya sehari-hari dia mendapatkan kiriman dari anaknya. Sejak ditinggal sang istri untuk selamanya, pria itu hidup sendiri karena ketiga anaknya sudah berumah tangga.
“Ini nasi goreng buat bapak. Bapak belum makan, kan?”
“Alhamdulillah, baru aja bapak mau beli nasi kuning.”
“Ngga usah beli, pak. Makan ini aja.”
“Makasih ya, Alya.”
“Sama-sama, pak. Aku pergi dulu. Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Alya mencium punggung tangan Karta sebelum meninggalkan rumah pria itu. Dia bergegas pergi, sang sahabat, Nana sudah menunggunya di depan gang. Karta terus memperhatikan punggung Alya yang semakin menjauh.
“Kamu benar-benar anak solehah, Alya. Kenapa Dadang tidak melihat itu. Punya anak seperti itu kenapa disia-siakan, Dadang.. Dadang..”
Sambil menggelengkan kepalanya, Karta masuk ke dalam rumah. Dia segera memindahkan nasi goreng buatan Alya ke dalam piring. Sambil menonton televisi, pria itu memakan nasi goreng tersebut.
☘️☘️☘️
Nah kejawab kan kenapa hubungan Alya dan bapaknya begitu..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
aphrodite
Dadang edan...dzolim ka anak..
2024-10-08
1
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
Dalam pikiran dadang mungkin kematian istrinya karena anaknya ,itu yang jadi Dadang bgtu dingin kepada Alya..hemm dia tak mnyadari jika kematian mutlak rahasia tuhan
2024-01-09
1
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
yang sabar ya Alya,hanya waktu yg dpet menyembuhkan luka ayahmu
2024-01-09
1