Papa POV.
"Mama ini apa apaan sih, anak udah nikah malah di intipin." tegurku saat menuruni tangga setelah memergoki Alena didepan pintu kamar anaknya.
"Loh Mama bukan ngintipin Pa, tadi Mama denger suara Tika teriak. Padahal dia baru juga masuk kamar," ralatnya.
"Ya kan kalo ada apa-apa mereka pasti keluar dari kamarnya."
"Nah trus tadi tiba-tiba malah Dul lagi yang teriak, ya Mama khawatir lah."
"Mereka itu lagi berproses bikin anak, Mama malah ngetuk pintunya Dul. Kan Mama yang kepingin banget nimang cucu lagi," sewotku sambil masuk ke dalam kamar.
"Aishh! Papa ini."
------------------------
Jefri POV.
Tiga hari berlalu. Hari ini adalah jadwal kami ke rumah sakit untuk menemui Dokter Ranti. Aku sudah mengatur jadwal dengannya dibantu oleh Haikal, dia yang memberiku nomer telpon pribadi Dokter Ranti.
"Ma, kita berangkat dulu ya?" pamitku saat Mama sedang di dapur.
"Loh kalian mau kemana pagi-pagi begini?"
Aku menoleh pada Tika kilas, "Mau ngeliatin rumah, dari kemaren-kemaren kepingin ngeliatin ga jadi jadi. Berangkat ya.."
"Ya sudah hati-hati dijalan.." titah Mama saat aku mengecup pipinya.
Tika pun ikut mengecup pipi Mama untuk berpamitan. Lalu kami pergi.
"Kok bohong sih sama Mama?" tanya Tika saat dalam perjalanan.
"Aku cuman ga mau Mama rempong aja nanya-nanyain ngapain kita ke dokter." jawabku sambil melihat nya kilas, "Ga papa kan?"
"Ya ga enak aja klo harus bohong."
"Udah ga usah mikirin itu. Lagian habis kelar ini kita juga bakalan ke sana beneran ngeliatin rumah."
Ku genggam tangannya untuk sekedar meyakinkan dan membuat tenang pikirannya.
Sesampainya di rumah sakit, kami langsung menuju ruangan Dokter Ranti. Ia menyambut kami dengan ramah.
"Ayo duduk. Jadi gimana-gimana? Ada apa?" serbu tanyanya.
"Kami boleh check-up organ kami gak?" tanya Tika to the point.
Dia heran, "Boleh, tapi sebelumnya aku boleh tanya hal-hal yang lebih privasi?"
"Apa?" jawabku cepat.
"Kalian sudah coba berapa kali sampai kalian memutuskan buat ngecek?"
Aku memandang Tika, kami saling bertatapan.
"Belum pernah." jawabku singkat.
Dokter Ranti tertawa, "Jadi selama ini kalian ngapain aja?"
"Tolong di cek aja ya, pleasee?" pinta Tika pelan.
"Oke bentar, aku panggilin temen aku dulu." akhirnya.
Setelah menunggu beberapa saat, seorang lelaki dengan pakaian khas putih-putih nya masuk ke ruangan ini.
Aku mengikuti nya untuk masuk ke ruangan periksa.
"Semuanya baik-baik aja, kalian sehat dan subur kok. Tidak ada satupun yang bermasalah. Mungkin hanya pikiran kalian saja yang membatasi. Aku kasih kalian vitamin aja ya?" ucap dokter lelaki itu pada kami saat periksa selesai.
"Tuh kan, kalian baik-baik aja." ucap Dokter Ranti setelah Dokter lelaki itu selesai dengan tugasnya dan keluar dari ruangan.
Aku dan Tika hanya bisa bernafas lega. Aku yang lega sebenarnya. Ku kecup keningnya kilas.
"Dia terlalu takut.." cerita ku pada Dokter Ranti.
"Kan sebelumnya sudah pernah aku bilang, kamu jangan terlalu stress. Otak itu organ tubuh yang paling vital menurutku. Apa lagi dengan kondisi kamu pasca operasi, semuanya butuh penyesuaian kembali." jelas Dokter Ranti.
Tokk..
Tokk..
Ceklek..
"Hai.." sapa Dokter Ranti saat melihat Haikal di ambang pintu.
"Kalian ga papa?" tanya Haikal mendekati kami.
"Mereka ga papa kok Kal, mungkin cuman terlalu banyak pikiran." jawab Dokter Ranti cepat.
"Aku udah denger dari Jefri, kamu jangan takut. Semuanya kembali ke pikiran kamu lagi. Hasil cek nya baik-baik aja kan?"
"Iya semuanya baik-baik aja, mereka hanya perlu berusaha lebih giat lagi. Mungkin karena ketakutan Tika itu, maka nya belum di kasih-kasih juga sama yang di atas." jelas Dokter Ranti lagi.
Haikal mengangkat dagu adiknya agar ia bisa melihat matanya.
"Kamu mikirin apa sih? Masalah Paul kan udah kelar." ucap Haikal.
"Iyaa. Ga papa kok. Oh iya kabar Paula gimana?" tanya Tika tiba-tiba.
Aku agak kaget dengan pertanyaan yang dilontarkannya pada kakak nya itu.
"Baik, dia masih di ruang perawatan. Memang belum stabil sepenuhnya. Dan setiap Pablo datang menemuinya, dia ngamuk. Kadang juga nangis. Dia perlu konsultasi sama psikolog kayaknya." jelas Haikal.
"Aku boleh jenguk Paul?" izin Tika sambil menatap Haikal dan aku bergantian.
Aku hanya mengerdikkan kedua bahu ku pada Haikal, sebagai tanda bahwa semua keputusan di tangan Haikal.
"Kamu yakin?" tanya Haikal pelan.
"Iya, aku mau liat kondisi nya. Boleh gak?" dia menoleh pada ku.
"Semua terserah kamu, tapi aku ga mau kalo setelahnya kamu mikir yang enggak-enggak. Paul kayak gitu karena ulah ibunya. Dan ga semua anak seperti Paul. Nita sayang sama Jordy, dia bisa jadi ibu yang baik." ucapku memberi wawasan.
"Iya, Shilla juga jadi ibu yang baik buat anak-anaknya. Temen kamu Metta juga. Jadi jangan pernah berpikir takut untuk punya anak, oke?" tambah Haikal.
Tika menganggukkan kepalanya. Lalu setelah berpamitan dengan Dokter Ranti, aku dan Haikal membawa Tika untuk menemui Paul.
Ceklek...
"Tante egois!!!" seru Paul gembira melihat Tika didepanku.
"Loh Papi juga ke sini? Kok barengan tante egois sih?" tanya Paul lagi.
Tika berjalan mendekati ranjang Paul. Sedangkan aku dan Haikal bersalaman dengan Pablo yang tadi sedang menyuapi makan untuk Paul.
"Kok masih manggil Tante begitu sih?" rengek Tika manja sambil mengacak rambut Paul.
"Tante gak bawa apa-apa ya?" tanya Paul polos.
"Paul, ayah kan sudah bilang, jangan selalu berharap orang yang datang ke sini membawa hadiah, di jenguk dan di doa kan biar cepat sembuh itu lebih besar hadiahnya dari suatu benda." tegur Pablo.
Tika tersenyum, Paul cemberut, "Tante tadi mendadak ke sini nya, jadi ga sempet beli apa-apa. Memang Paul mau apa?"
"Jangan Tik..."
"Ga papa kok." sela Tika cepat saat Pablo menegur, "Gimana kalaaau nanti, setelah Paul keluar dari sini kita ke toko mainan, Paul pilih sendiri mau mainan apa? Gimana?"
"Bener ya Tante? Janji harus ditepati loooh.."
"Iya, tapi Paul harus cepet sehat. Kasian Ayah sama Mami ga bisa tidur jagain Paul terus." colek Tika pada ujung hidung Paul.
"Enggak, Ayah tidur kok tadi malam, Paul liat." protesnya khas anak-anak.
"Masa sih?"
"Iya, ih tante ga percayaan amat deh."
Tika tertawa, tiba-tiba ibu Paula masuk. Tika segera berdiri dari ranjang.
"Tante, kenalin ini Tika, istri aku." ucapku cepat saat mendekati beliau untuk bersalaman.
Tika pun ikut menyalami dan mencium punggung tangannya ramah.
"Oh iya. Saya Ibu nya Paula. Cantik ya.." puji beliau.
Tika tersenyum manis menjawab pujian beliau.
"Tante tadi dari kamarnya Paula. Dia tertidur."
"Tante, maaf ya." ucap Tika sambil meraih tangan beliau.
Lalu Tika memeluk beliau erat. Ibu Paula menyambut pelukkan Tika dengan hangat, "Tante yang minta maaf karena sikap Paula ke suami kamu."
"Enggak Tante, gara-gara Tika kondisi Paula jadi harus begitu." lirihnya.
"Sudah, lupakan aja. Lebih baik kita berdoa agar ke depannya semua baik-baik saja. Lagi pula kalian sudah menikah, hiduplah yang bahagia berdua. Suatu saat Paula pun pasti akan merelakan semuanya. Biarkan waktu yang mengobati semuanya." jelas beliau lalu tersenyum menatap wajah Tika.
Ternyata ibu Paula lebih bijak dari yang aku kira.
-------------------------
"Gimana ibunya?" tanyaku saat Pablo mengantarkan kami keluar rumah sakit.
"Beliau sudah nerima gua, bahkan kemarin beliau sempat memberikan sisa uang hasil beliau menjual rumahnya untuk keperluan biaya Paul. Gua juga nawarin biar nanti setelah Paul keluar dari rumah sakit, mereka bisa tinggal di rumah gua. Beliau setuju. Dan kemungkinan rumah Paula juga bakalan di iklankan. Gua juga belum bisa bantu apa-apa, tabungan sudah mulai menipis." cerita Pablo.
"Nanti aku coba minta bantu sama Haikal deh, siapa tau ada biaya yang bisa di pangkas. Kan lumayan." sahut Tika.
"Makasih banyak ya, kalian baik banget. Padahal Paula....."
"It's ok. Kita mulai semuanya dari awal. Anggap semuanya masa lalu. Kita harus nerima masa lalu masing-masing kan?" sela Tika.
Aku tersenyum mendengar dia mengulang kalimat ku untuk orang lain.
"Kami balik dulu ya, kalo ada apa apa hubungin gua aja. Pasti gua bantu semampu gua." pamitku saat sudah berada di lobby rumah sakit.
"Iya, sekali lagi makasih banyak ya? Kalo bukan karena kalian, gua mungkin bakalan pernah bisa meluk anak gua sendiri."
Aku menganggukan kepala ku cepat lalu pamit dan berjalan menuju mobil bersama Tika.
"Kita makan siang dulu ya? Mau kan?" ajakku saat diperjalanan menuju rumah kami.
"Makan dimana?"
"Gimana kalo makan di warung ibuk?"
"Boleh, udah lama kita gak makan disana. Aku kangen ramis nya.." sahut Tika manja.
Kini ia terlihat lebih ceria dari sebelumnya. Aku senang melihatnya seperti ini. Setelah beberapa pekan kami menikah, aku jadi lebih banyak tau bagaimana sifatnya.
Ku harap ke depannya lebih banyak lagi kejutan kejutan yang akan kami lalui bersama.
Semoga..
Begitu sampai di warung biasa tempat kami pertama kali kenal, Tika langsung turun dan berjalan duluan memasuki warung itu tanpa menunggu ku.
"Ibuuukkk! Apa kabar?" seraya memeluk ibu pemilik warung.
"Baik, kamu apa kabar? Lama nya ga kesini setelah menikah.."
"Iya, soalnya masih banyak yang diurusin ternyata setelah punya suami." mereka tertawa.
"Waduh Nak Jefri, apa kabar?"
"Baik bu." singkatku sambil tersenyum.
"Ayo duduk, duduk! Kalian mau makan apa? Masih menu seperti biasa?" beliau antusias.
"Iya bu, tapi minumnya es teh aja, jangan kopi." pesanku.
"Oke, kamu mau makan apa? Ramis?"
Tika menganggukan kepalanya cepat sambil menggigit bibir bawahnya.
"Ya sudah duduk dulu, ibu siapin bentar.." beliau pergi menuju balik lemari display dan mulai menyiapkan makanan kami.
Aku menarik lengan istriku, membawa nya duduk di meja kami pertama kali bertemu. Kami serasa nostalgia disini.
"Kamu inget waktu dulu pertama kali kita kenal? Dengan cuek nya setelah makan kamu merokok di depan aku?" tanyaku.
Tika tertawa pelan, "Iya aku inget kok. Trus kamu juga cuek nonton bola di hape kamu setelah kita salaman."
"Trus aku boleh tau gak sejak kapan kamu suka sama aku?"
"What?? Kan kamu yang pertama kali ngajakin aku jalan? Nanya-nanya tentang kopi trus ngajakin hangout." protesnya.
"Itu kan hangout barengal anak-anak. Ya wajarlah aku jemputin kamu, yang lain pada gak bisa jemputin kan."
"Tapi kok mau? Kan jauhan rumah aku dibandingin sama warkop nya? Bolak-balik kan itu?"
"Ya habis gimana dong, kan gak tau kalo warkop nya disitu tempatnya." elakku lagi.
"Trus besok besok nya kenapa masih jemputin?"
"Emmm..." aku berpikir keras.
"Nah berarti kamu yang duluan suka sama aku. Ayo kenapa kamu suka aku waktu itu?" cercanya.
Belum sempat aku menjawab, makanan kami di hidangkan, wangi nya aroma masakkan ini membuat cacing di perutku seakan meronta-ronta untuk segera melahapnya.
"Makasih buu.." seru Tika girang melihat menu makanan favorite nya disini.
Kami langsung melupakan obrolan kami tadi dan melahap makanan kami masing-masing. Setelah selesai makan, tiba-tiba Tika menanyakan pertanyaan tadi yang belum selesai ku jawab.
"Jadi apa alasannya kamu tiap malem mau aja jemputin aku buat ke warkop?
"Emm, ga tau. Asik aja gitu ngomong sama kamu, nyambung. Kalo ngatain anak-anak yang lain, kamu juga jago ngelempar joke." jelasku.
"Masa?"
"Iya.. Trus kamu kalo udah berdua sama aku tuu rasanya beda aja. Pendiam tapi selalu penasaran."
"Maksudnya?" senyum Tika bingung.
"Ya pokoknya gitu deh, kamu bikin aku greget!"
Tika tertawa terbahak-bahak.
🎶
Can we just talk?
Can we just talk?
Talk about where we're goin'
Before we get lost,
lend me your thoughts
Can't get what we want.....
🎶
Ponselku berbunyi.
Ku ambil dari dalam saku celanaku.
Papa calling.
"Hallo iya Pa?" sahutku.
"Kamu dimana?"
"Lagi makan Pa sama Tika, kenapa?" tanyaku heran.
"Kata Mama kalian mau liatin rumah, kok kata Pak Andre kalian belum datang dari tadi pagi?"
Aku tercekat kaget, "Oh iya Pa, tadi aku ngajakin Tika ke mall dulu, ada yang aku cari. Kok Pak Andre ngehubungin Papa?"
"Ini sekarang Papa ada di rumah kalian."
"Oh Papa disana? Ya udah kalo gitu kami ke sana sekarang."
"Ya sudah, Papa tunggu."
Papa langsung mematikan teleponnya.
"Kenapa Papa?" tanya Tika.
"Papa ada di rumah kita." jawabku sambil terkekeh kecil.
"Serius?"
"Iya, aku bilang tadi kita ke mall dulu. Ya udah yuk, kita ke sana." ajakku.
Aku berdiri dan segera pergi ke kasir untuk membayar. Lalu kami berpamitan dengan ibu pemilik warung. Kemudian segera pergi meluncur menuju rumah kami.
Sesampainya di rumah kami, "Pa, Pak Andre." tegurku saat mendekati mereka yang berbincang di depan halaman.
"Rumah kalian sudah jadi dilihat dari luar." ucap Papa tersenyum menatap aku dan Tika bergantian.
"Iya, di dalam tinggal finishing. Jadi mulai minggu depan interior sudah bisa memulai pekerjaan nya." tambah Pak Andre.
Pak Andre adalah mandor yang mengurusi pembangunan renovasi rumah ini. Beliau sungguh luar biasa, kurang dari 4 bulan rumah ini sudah hampir selesai.
"Aku boleh liat ke dalam?" izin Tika memegang tanganku.
"Ya boleh lah.." sahutku gembira lalu membawanya masuk ke dalam.
"Katanya kamu kepingin bikin tempat usaha disini. Ga jadi?" tanya Tika saat di dalam rumah.
"Setelah aku pikir-pikir, kayaknya dibikin gini aja. Lebih homie, kalo nanti punya anak, mereka bisa lebih ngerasa aman kalo di rumah. Kamu suka?"
"Suka." jawab Tika sambil berkeliling melihat beberapa sudut rumah.
Ya, rumah ini berasal dari bangunan tua milik Papa yang dahulu aku pernah membawa Tika ke tempat ini untuk sekedar melihat sunset.
"Rumah ini buat kamu." seruku saat Tika hampir menghilang pada pandanganku saat ia memasuki sebuah ruangan.
Dia kembali memundurkan langkahnya dan kembali terlihat dalam pandangan mataku, menoleh menatapku sambil kedua sudut bibirnya tertarik sempurna.
"Kita bakal tinggal disini?" tanyanya.
Aku berjalan mendekatinya, "Iya, kita tinggal disini sebelum anak-anak kita lahir. Bikin anak nya juga disini." godaku sambil memeluknya.
Dia mengalungkan kedua lengannya di atas pundakku, tersenyum lebar memandangiku.
"Interior nya boleh aku yang pilih?" pintanya.
"Boleh, kamu yang atur semuanya. Aku mau kamu betah tinggal berdua sama aku."
"Beneerr?"
"Iya, asal jangan warna pink aja semua-semuanya."
Tika tertawa, "Aku juga kurang suka kalo warna pink. Makasih ya, kamu bikin aku bahagia terus." dia menggigit bibir bawahnya, "Semoga aku juga bisa bahagiain kamu."
Aku mengangguk lalu ku dekap erat tubuhnya. Kemudian kami mengelilingi lagi setiap sudut rumah ini, sambil berceloteh membahas konsep yang ada di otaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wati_esha
Tika sudah berdamai dengan pikirannya.
Senang ya, keluarga Tika begitu solid.
2020-10-22
0
es dawet
tante egois...yaa...wkwkk
2020-06-29
1
Lisgiyanti Klumpit
Siip
2019-11-16
1