Kebahagiaan Tak Sempurna
Warning!!!!!!!!
Harap bijak memilih novel bacaan.
Bijak pula dalam mengimajinasikan situasi dan kondisi yang tertuang dalam cerita.
Jika merasa otak Anda tidak sanggup menerima kejadian 21+ maka dengan sangat rendah hati dimohon untuk tidak meneruskan membaca novel ini.
Terimakasih.
——————————
Tika POV.
Aku rasa kehidupan ku dan Jefri setelah menikah sangat luar biasa. Padahal baru terjadi beberapa jam di sah-kan. Saat pagi aku membuka mata, benar saja, aku selalu mendapatinya yang tidur di samping ku dengan tubuh kekarnya yang hanya terbalut dengan selimut dan celana panjang. Aku menyukainya. Dan setiap aku membuka mata dipagi hari. Aku selalu menggigit bibir bawahku. Merasa tergoda dengan dirinya yang sedang pulas.
Dia sedang tidur saja mampu membuatku bergairah, bagaimana ini? Otak nakalku kembali muncul.
Semalam dia begitu mengistimewakan ku. Hingga acara selesai dia seakan tidak ada letihnya. Dari halaman belakang yang disulap mirip gedung mewah untuk acara kami, dia menggendongku bak bridal style. Membawa ku masuk menuju kamarku yang semerbak wangi kembang.
Dan FYI, kami tidak melakukan malam pertama!!!
Mengapa? Karena setelah selesai mandi dan bersih-bersih, kami yang rencananya memang akan bergulat tiba-tiba setelah asik bercumbu dan bepelukan langsung tertidur pulas. Tidak sampai lima menit. Kami kelelahan duluan..
Ku ciumi bibir suami ku pagi ini, sesekali ku jepit pipi nya dengan bibirku. Dia masih tidak mau bangun membuka matanya.
"Emh.." dehemnya.
Mungkin mimpinya terlalu indah, pikirku.
Dengan sengaja aku singkap selimut ini, kini semakin terlihat jelaslah dada bidangnya yang tadi malam sempat memelukku erat.
Ku dekati tubuhnya perlahan. Lalu ku tekan-tekan dadanya yang bidang.
"Sayaaaangg, banguunn!" ucapku manja.
Jefri hanya menggerakkan sedikit tubuhnya. Lalu kembali ku goda lagi suami ku ini. Ku gelitiki telinganya hingga beberapa kali ia menepis jemariku ditelinganya.
"Baru jadi istri sehari udah nakal ya!" ucapnya mengagetkanku lalu menarik kedua tanganku hingga tubuhku mendarat bebas di atas tubuhnya.
"Kamu pemalas sih, jam segini masih mimpi aja," sahutku dalam dekapan dadanya.
"Ya kan mumpung cuti sayang, boleh lah malas-malasan dikit," Jefri mengeratkan pelukkannya padaku.
"Sayang, hari ini kita ngapain?" tanya ku yang sudah memainkan jemariku dibahunya, seakan menggoreskan kuas melukis tubuhnya dengan ujung jariku.
"Kamu maunya ngapain? Masih capek gak?" tanyanya dengan suara agak serak.
Ku angkat sebagian tubuhku ala ular cobra, ku tatap matanya, "Kamu seneng gak sih?"
Pertanyaan randomku kembali muncul pagi ini. Dengan kedua tangannya yang masih berada di belakang pinggangku, dengan santai ia menjawab, "Aku bahagia milih kamu jadi istri aku."
Kembali ku benamkan wajahku di dadanya, aku malu mendengar jawaban dari mulutnya itu. Akhir-akhir ini aku merasa mulutnya terlalu manis untuk berucap. Seperti bukan Jefri yang aku kenal. Terlalu romantis, tapi entah mengapa pula setiap ucapannya mampu membuatku tersipu malu.
"Hei, tadi pertanyaan aku belum kamu jawab. Kamu nya malah balik tanya. Masih capek gak?" tanyanya sambil mengelus-ngelus rambut ku yang tergerai.
"Enggak terlalu. Kayaknya kita mesti spa deh, biar rileks."
"Kalo ga terlalu, kita bikin dedek bayi yuk!" bisiknya pelan.
Aku kembali mengeluarkan gaya cobraku, kaget dengan ajakkan nya, "Enggak enggak, nanti aja, aku mau mandi dulu.."
Belum sempat aku bangkit dari atas tubuhnya, dia segera mendekap kembali tubuhku.
"Masa nunggu mandi dulu sih?" sewotnya.
"No, kalo mau itu harus bersih dulu." alasanku.
"Tadi malam sebelum tidur kita mandi kan! Ayolah! Kita nyari keringet bentar, bakar kalori," candanya sambil membalikkan posisi.
Sekarang dia berada di atasku, dengan lengan kirinya sebagai tumpuan tubuhnya. Memandangiku. Aku terdiam. Speechless.
Jarinya mulai melakukan hal yang sama seperti yang ku lakukan tadi. Seolah jarinya sedang menulis, dari leherku, turun ke bahu ku lalu turun lagi ke atas perutku. Sedangkan matanya, sekilas melihatku bergantian lalu melihat arah tujuan jarinya.
Aku sudah menarik nafas panjang. Jemarinya mulai perlahan menyingkap kaos ku. Memperlihatkan perutku yang agak sedikit rata. Jefri menurunkan posisi tubuhnya sejajar dengan perutku. Menatapiku dengan senyuman nakalnya. Tiba-tiba....
Tokk..
Tokk..
Tokk..
Suara pintu kamarku diketuk. Kami berdua langsung terdiam menahan nafas masing-masing. Tidak ada suara.
Tokk..
Tokk..
Tokk..
"Duull, banguun!! Udah siang woyy!" suara teriakkan dibalik pintu kamarku.
"Jerry?" guman Jefri.
Aku yang memperhatikannya sejak tadi jadi penasaran, "Suara Jerry ya?"
"Iya, Jerry!" pekik Jefri yang seketika langsung menarik menurunkan kaosku dan membantuku untuk duduk di atas ranjang.
"Kamu ke kamar mandi sana, ntar Jerry liat kamu seksi begini," sewotnya yang berjalan hendak membukakan pintu.
Aku menuruti perintahnya. Berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi lalu berusaha menguping pembicaraan kakak beradik itu.
Ceklek...
"Kok bisa disini pagi-pagi?" ketus Jefri.
"Emang ga boleh? Kan Tika sudah jadi kakak ipar aku. Bebas dong," sahut Jerry tak mau kalah ketusnya.
"Ada apaan sih? Ganggu aja."
"Cepetan mandi, kalian di tungguin sama semuanya dibawah. Jangan dikira udah suami istri trus bebas bangun siang ya?" ledek Jerry.
"Iya iya, dari tadi juga udah mau mandi, tapikan nungguin Tika selese mandi dulu."
"Loh, kan udah sah, mandi berdua diwajibkan kok!" goda Jerry lagi sambil bergegas pergi dari balik pintu.
"Sialan!" sahut Jefri asal.
Aku yang sedari tadi menguping hanya terkekeh geli.
Setelah kami selesai mandi, kami segera turun ke bawah. Aku kira hanya akan berhadapan dengan Mamah, Jerry dan kedua orangtua nya Jefri, tapi ternyata, seluruh keluarga inti sudah ada di sana. Bahkan Max dan Haikal juga ada, serta kedua iparku dan keponakkan-keponakkan.
"Waduh ada apaan ini? Kok rame?" ucap Jefri yang membuat semua mata yang ada tertuju pada asal suaranya.
"Duduk dulu dong, pengantin baru pasti capek habis malam pertama," goda Max terkekeh geli.
"Wah bener Max, muka Tika merah kayak tomat," timpal Haikal.
Aku yang merasa jadi sasaran target kejahilan kedua kakakku langsung merangkul tangan Jefri, menatapnya sambil mengerucutkan bibirku.
"Beneran merah?" tanyaku pelan sambil duduk.
"Enggaklah, mau aja kamu di jahilin mereka," kecup Jefri pada keningku.
"Ada apaan sih, Pa? Kok pagi-pagi udah pada lengkap ngumpul disini?" tanya Jefri bingung.
Papa menyodorkan sebuah amplop coklat medium size di atas meja, mengarahkannya pada kami.
"Apa itu, Pa?" tanyaku tak kalah bingung.
"Dibuka aja dulu, diliat dulu," sahut Mamah di sampingku.
Aku meraih amplop coklat itu lalu memberikannya pada Jefri. Kami saling bertatapan, lalu perlahan tangan Jefri menarik keluar isi amplop itu. Selembar kertas putih yang kulihat.
Lalu dengan perlahan Jefri membaca isi kertas itu, "Seriusan nih, Pa?" pekiknya mengagetkanku.
"Apaan? Coba sini liat," ku rebut secarik kertas itu.
Ternyata tulisan didalamnya adalah sertifikat sebuah pulau dengan nama pemiliknya, Abdul Jefri. Aku terperangah membaca berkali-kali isi kertas itu.
"Itu cuman fotocopy inti isinya aja, berkas asli dan foto pulaunya masih di urus sama notaris Papa. Dulu pulau itu selalu Papa buka untuk umum, namun di batasi jumlah yang berkunjung. Biar karyawan Papa yang jaga pulau itu bisa dapat penghasilan untuk keluarganya," jelas Papa terperinci.
"Trus ini buat kalian berdua," kali ini Max yang menyodorkan selembar kertas.
Jefri menerimanya dan segera membacanya, wajah Jefri sumringah. Ku ambil lagi secarik kertas itu dari tangannya, ternyata isinya sepasang tiket pesawat. Aku menoleh pada Max. Menatapnya dengan senyuman penuh makna.
"Itu tiket pesawat buat ke daerah pulau itu. Kalian berangkat lusa. Belum ada rencana honeymoon kemana kan?" ucap Max.
Aku berhambur segera memeluk Max. Lalu Mama mertuaku membuka suara lagi.
"Lusa begitu kalian landing, nanti ada yang jemput kalian, membawa kalian ke dermaga buat naik kapal ke pulau itu," ucap beliau lantang.
"Lalu pulau itu sudah sengaja di kosongkan, tidak menerima pengunjung selama kalian ada disana. Jadi cuman karyawan aja yang ada disana," jelas Mama mertuaku lagi.
"Pulau itu memang sedang dalam proses balik nama dari Papa ke kamu Dul, tapi itu sebagai hadiah pernikahan kalian. Jadi aset itu termasuk aset pertama kalian dalam perjanjian pra-nikah yang sudah kalian sepakati," jelas Papa.
"Dan inget satu hal. Bukan berarti kalian melakukan perjanjian pra-nikah trus kalian bisa seenaknya memutuskan kesepakatan berpisah jika kedepannya ada masalah. Mama dan kami semua yang ada disini hanya ingin melihat kalian bersatu bahagia. Jadi jika ada masalah, ingat-ingat lagi gimana perjuangan kalian untuk bersatu. Pahamkan?" Mama Jefri mulai memberi ceramahnya.
Namun ini adalah kali pertamanya, Mama Papa nya berbicara panjang lebar denganku. Jefri juga langsung bangkit dan memeluk erat Mamanya.
"Makasih ya, Ma, Pa!" di kecupnya kilas pipi Mamanya.
"Yang lain juga makasih banyak, ini kado yang luar biasa. Kami ga kepikiran buat liburan. Soalnya jujur aja isi tabungan aku sisa buat renovasi rumah." Jefri jujur lalu mambawaku segera dalam pelukkannya.
"Ya sudah, karena kado nya sudah kita berikan dan mereka akhirnya suka, gimana kalo kita semua sarapan dulu?" ajak Mamah bangkit dari sofanya.
Semua setuju dan mulai menuju ke arah dapur. Aku terpekik kaget. Melihat meja makan panjang wood yang sebelumnya sudah disimpan dalam gudang sejak Papah meninggal.
Meja itu terlalu berkesan untuk ku, hanya Papah yang selalu makan di meja makan itu, entah makan sendiri atau pun makan saat dengan kami. Dulu Papah pernah bilang saat aku sarapan di meja bar kitchen, "Buat apa guna nya Papah beli meja makan kalo makannya bukan di meja makan itu?"
Dan berkali-kali juga Mamah menangis diatas meja makan itu setelah kepergian Papah. Lalu sekarang dengan kokohnya meja itu kembali muncul dan di letakkan ke tempat asalnya. Aku meneteskan airmataku kembali.
"Loh kamu kenapa sih?" lirih Jefri pelan.
Aku tidak menghiraukannya, aku segera berjalan memeluk Mamah dari samping. Mamah paham dengan pelukanku, ia mengelus punggungku.
"Ssstt, sudah saatnya meja ini kembali ke tempat asalnya. Dan kemaren waktu beberes Mamah baru sadar, ternyata ini tujuannya Papah beli meja ini buat kita." lirih Mamah di telingaku.
"Kamu ingetkan waktu kamu kecil Mamah sempet marah sama Papah gara-gara beli meja makan kebesaran? Kita cuman berlima, meja makan nya punya kursi lebih dari sepuluh. Kan lucu." jelas Mamah lagi.
Aku terisak pelan dalam dekapan hangat Mamah lalu menatap wajah Mamah yang semakin tegar dimataku. Ia tersenyum menatapku, dengan sinar mata yang bahagia. Rasanya aku tidak sanggup berpisah jauh dengan Mamah saat ini. Dia terlalu berharga untukku saat ini.
Ga kebayang deh gimana nantinya kalo rumah Jefri selesai di renovasi, trus aku sama Jefri pindah ke rumah itu, ninggalin Mamah sendiri disini sama Bi Mince, batinku.
"Sudah, Mamah bahagia buat kamu, masa kamu malah nangis buat Mamah?" ucapnya sambil tersenyum, memelukku kilas lalu kembali berjalan membawa ku ke meja makan itu.
Bi Mince dengan sigapnya menyiapkan beberapa hidangan untuk sarapan kami, ka Shilla juga membantu untuk menatanya di atas meja. Aku mengusap airmataku.
Ku pandangi wajah mereka semua satu persatu, hingga yang terakhir wajah Jefri yang duduk di sampingku. Dia menatapku nanar sambil membantuku menghapus airmata.
Digenggamnya tanganku, ia tersenyum. Lalu ku tarik kedua sudut bibirku untuk tersenyum membalasnya. Ia mendaratkan kecupan bibirnya lembut dibibirku kilas. Aku hampir kelepasan jantungku membiarkan aksinya yang tidak tahu malu itu. Tapi begitu kembali melihat senyumnya, hatiku serasa teduh. Nyaman sekali. Toh ternyata tidak ada satupun dari mereka yang menyadari pergerakkan Jefri.
Kami pun kembali larut dalam perbincangan hangat di meja makan dengan formasi lengkap, beserta canda tawa yang tiba-tiba bisa meledak karena ulah Max dan Jefri. Mereka berdua terlihat cocok dan sama-sama memiliki sans humor yang setara. Serta suara celoteh dari Icel dan Jordy, seakan mereka berdua juga sedang mengobrol serius.
Sungguh menggemaskan!
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
'ℜ𝔢𝔱𝔫𝔬 👒ℭ𝔣.
aku mampir kak tika 🤗🤗🤗
2020-10-14
1
Wati_esha
Lisa sudah tidak lagi bersama dengan keluarga Tika?
Bersama dalam artian jalinan silaturahmi yang erat seperti dulu semasa sekolah?
2020-07-01
1
🏕️ BAUT
good
2020-06-29
1