Eps 11

Tika POV.

Jika di hitung, hari ini adalah hari ke sepuluh setelah aku dan Jefri kembali dari pulau honeymoon kami. Dan tepat satu minggu aku menginap di rumah Mertuaku. Mereka memperlakukan aku dengan sangat baik, seperti anaknya sendiri.

Setiap pagi aku membantu Mama Alena ke pasar, karena memang di rumah ini tidak ada asisten rumah tangga seperti di rumahku. Semua pekerjaan rumah Mama Alena sendiri yang mengerjakan. Untungnya Mamahku sudah mengajarkan banyak hal tentang kebersihan rumah, entah itu menyapu, mempel lantai, membersihkan perabot rumah bahkan sampai mencuci baju dengan kucekan tangan pun pernah aku lakukan. Jadi aku tidak terlalu kaku jika mengerjakan itu dirumah mertuaku.

"Pagi Maa.." sapaku sambil mencium pipi Mama.

Ya itu kebiasaan ku dengan Mamah ku dirumah, yang aku bawa ke rumah mertua ku. Untungnya mereka welcome dengan kebiasaan ku yang satu ini.

"Pagi sayang, Dul belum bangun?"

"Udah sih tadi, tapi ga tau merem lagi apa enggak." aku mengambil segelas air lalu meneguknya sampai habis.

"Kalian hari ini mau ke rumah sakit kan?"

"Iya, Ma. Jam 10an. Kok Mama tau?"

"Tadi malam Papa cerita. Kamu yakin mau ikut?" tanya Mama sambil menyiapkan sarapan.

"Iya, tapi aku nungguin di ruangan Haikal aja."

"Yakin?" Mama memastikan.

Aku menganggukkan kepala pelan.

"Apa Papa temenin juga kesana?" tanya Papa yang tiba-tiba muncul di dapur.

"Ga usah Pa, Dul pasti bisa nyelesein kok. Aku percaya sama dia." jawabku mantap.

----------------------

Jefri POV.

Aku memutuskan untuk segera turun ke bawah menyusul istriku untuk sarapan. Ku lihat Papa sudah lebih dulu masuk ke dapur saat aku menuruni tangga.

Aku menghentikan langkahku saat Papa menawarkan diri untuk ikut menemani kami ke rumah sakit hari ini. Aku juga mendengar jawaban yang Tika ucapkan.

"Ga usah Pa, Dul pasti bisa nyelesein kok. Aku percaya sama dia." ucap Tika.

Aku terenyuh mendengar kalimat sederhana yang keluar dari mulut istri ku ini. Betapa tulusnya hatinya untuk mempercayai ku lagi sebagai suaminya. Aku tidak boleh mengecewakannya, batinku.

Aku membiarkan beberapa saat mereka berdiskusi ringan. Setelah itu baru aku masuk ke dapur dan bergabung bersama mereka untuk sarapan.

"Nanti kalo ada apa-apa kabarin Papa ya? Biar Papa bisa langsung kesana." titah Papa padaku setelah kami selesai sarapan.

"Tika ga sendirian kan nunggu disana?" tanya Mama lagi.

"Enggak, nanti ada Lisa kok Ma, Alex juga." jawabku singkat.

"Ya udah kalo gitu, Papa berangkat duluan ya. Papa ada meeting pagi ini." pamit Papa sambil berjalan mencium kening Mama lalu pergi.

Aku dan Tika pun langsung kembali ke kamar dan bersiap untuk menyelesaikan semua ini.

------------------

Alex POV.

Pagi ini aku bangun dengan semangat. Semangat yang berbeda dari biasanya. Aku sudah janjian denganLisa akan menjemputnya jam 9 lewat lalu kami akan bertemu dengan Tika dan Jefri di rumah sakit tempat Haikal.

Tadi nya aku berpikiran untuk membiarkan Jefri dan tika yang menyelesaikan masalah mereka sendiri. Kami yidak usah ikut camour dalam hal ini, cukup kami tau cerita nya. Tapi karena Lisa yang bersemangat sekali membantu sahabatnya jadilah aku juga tiba-tiba merasa harus ikut andil dalam masalah ini.

Betul kata Lisa, kami harus membantu mereka agar pernikahan mereka berjalan lancar dan aman selamanya. Karena secara tidak langsung kami memang sudah terlibat.

Aku juga mungkin tidak akan tega untuk membiarkan Jefri menghadapinya sendiri. Jefri memang lebih tau dari ku, dan aku pun sudah menganggapnya sebagai saudaraku. Lumayan lama kami berteman, dan kurang lebih nya aku banyak tau tentang hubungannya dulu dengan Paula. Dari cerita nya yang sering dibaginya dengan ku pun, aku sudah bisa menilai bagaimana sikap Paula.

Wanita itu terlalu licik. Aku juga akan merasa was-was jika aku diposisi Jefri.

Dengan kemantapan aku menyetir mengarahkan mobilku menuju rumah Lisa untuk menjemputnya. Sempat terlintas dalam otakku, ternyata aku tidak salah memilih calon istri. Lisa juga wanita yang berhati mulia dan setia kawan. Dalam keadaan seperti ini dia tidak egois. Dia masih saja mau membantu sahabatnya, Tika.

Padahal masih banyak urusan lain yang wajib di benahinya. Urusan hubungan kami salah satunya.

"Aku gak bakalan tenang kalo pergi ninggalin Tika dengan kondisi seperti itu tanpa aku disisinya. Kamu kan tau Tika cuman punya aku buat cerita." jelas Lisa saat berada di sampingku.

"Iya iya, semoga aja Paula gak bikin ulah nanti. Kamu temenin Tika terus loh ya nanti." aku mewanti-wanti.

Kami sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit.

"Coba kamu telponin mereka, udah dimana?" saranku pada Lisa, dia dengan sigap langsung menghubungi Tika.

Lisa meraih ponselnya kemudian menghubungi Tika.

"Hallo, Tik? Udah dimana?" sapa Lisa.

"Oh iya, kami juga udah deket. Pablo gimana? Udah ada ngehubungin?" tanya Lisa lagi.

"Oke deh kalo gitu, see you.." Lisa memutuskan sambungan teleponnya.

"Mereka udah di jalan, udah hampir sampai katanya." ucap Lisa memberitahuku.

"Bagus deh. Semoga aja Paula ga ngamuk-ngamuk ngeliat Pablo muncul." harapku.

"Iya semoga.."

Kami sampai di parkiran basement rumah sakit. Di pojokan aku juga melihat mobil Jefri telah terparkir rapi disana. Tak lama berselang, mobil Pablo pun melewati kami, memarkir tak jauh dari mobil Jefri. Kami turun dari mobil dan melangkah menuju mereka.

"Hallo, Kal? Kami udah basement.. Iya liat, oh oke, tungguin disana ya?" ucap Tika berbicara pada telepon nya.

"Yuk, Haikal udah nungguin di atas." ajaknya.

Kami semua pun segera menuju lift.

"Lu bawa hasil DNA nya kan?" tanya Jefri pada Pablo saat di dalam lift.

"Iya bawa kok. Emang anak gua sakit apaan sih? Kok berbulan-bulan di rumah sakit?" tanya Pablo sambil memandang kami bergantian.

"Gua ga tau. Terakhir waktu gua ketemu itu, dia operasi karena dia sulit buat bernafas. Itu aja sih." jelas Jefri santai sambil merangkul Tika.

"Kira-kira kalo Paul ketemu gua, dia seneng gak?" tanya Pablo dengan tatapan mata kosong.

Kami semua saling melempar pandangan satu sama lain.

"Mungkin di awal dia bakalan bingung dulu. Agak sulit buat ngejelasin hal ini ke anak umur 5 tahunan. Tapi lu mesti optimis, pelukan seorang ayah kandung itu pasti terasa beda. Ya kalian mesti pinter-pinter aja ngolah basaha kalian biar Paul bisa ngerti. Yang penting kalian ngelakuinnya pakai hati dan itu akan terekam dalam memory ingatannya, selebihnya biar Tuhan yang atur jalannya." cerocos Tika panjang lebar namun tepat sasaran.

Aku setuju dengan pola pikir Tika.

Ting..

Suara lift, tanda kami telah sampai di lantai yang kami ingin kan. Begitu pintu lift terbuka, Haikal sudah berdiri disana dengan gagahnya. Mengenakan setelan Dokternya yang serba putih dengan campuran biru muda.

"Kita ke ruangan gua dulu." ajak Haikal yang langsung berbalik dan melangkah di depan kami, kami mengikuti nya.

"Tadi gua udah nanya ke dokter yang nanganin Paul. Kondisi dia stabil. Tapi dia masih pakai tabung oksigen. Badannya memang masih agak lemah, tapi ga papa kita datang sebagai tamu yang menjenguknya." jelas Haikal saat kami dusah terkumpul di dalam ruangannya.

"Saat ini Haikal lagi sama Neneknya, Paula lagi di ruangan dokter buat konsultasi, karena kemaren Paula mengajukan permohonan untuk rawat jalan." tambah Haikal lagi.

"Memang anak gua sakit apa?" tanya Pablo cemas.

"Ada infeksi saluran pernafasan bagian bawah, itu termasuk pneumonia dan bronkitis. Beberapa bulan yang lalu dia sudah sempat di operasi, hasil operasi nya berjalan lancar dan aman. Seharusnya minggu lalu Paul sudah dinyatakan boleh pulang. Tapi tiba-tiba aja dia kembali sesak nafas." jelas Haikal serius pada Pablo.

Pablo terlihat cemas, wajahnya sendu.

"Yuk kita ke sana sekarang? Gua temenin lu masuk ketemu anak lu." tawar Haikal.

Kami semua mengangguk. Jefri memeluk Tika.

"Doain ini cepet kelar ya?" pintanya saat merengkuh tubuh istrinya erat.

Tika tidak bersuara. Ia hanya terlihat mengeratkan dekapannya pada tubuh kekar Jefri. Jefri mengecuo kening Tika, lalu mereka saling memandang dan tersenyum.

"Jangan emosi." lirih Tika mengingatkan Jefri.

"Iya, aku boleh minta cium?" tanya Jefri pelan.

Tika segera menangkupkan kedua tangannya di pipi Jefri lalu mencium mesra bibir Jefri. Lisa yang sedari tadi menggenggam tanganku seakan mengeratkan genggamannya. Aku menoleh, ada genangan air disudut matanya, refleks aku mengecup puncak kepalanya.

"Everything will be fine.." lirihku.

Lalu kami semua keluar, meninggalkan Lisa dan Tika di ruangan itu.

Jantungku lumayan terpacu, aku gugup. Takut terjadi sesuatu nantinya. Aku sudah membayangkan bagaimana nanti reaksi Paula? Bagaimana pula reaksi ibu nya Paula yang saat ini menemani Paul? Apa ibu nya tau tentang semua ini? Lalu bagaimana cara Jefri menjelaskan semua ini pada Paul? Bagaimana reaksi ibu nya Paula bertemu dengan Jefri dan melihat Pablo?

Ah pikiranku menjadi kacau. Ku lirik sekilas raut wajah Jefri, sama, seperti berpikir keras. Seolah sedang merangkai sebuah kalimat agar mudah di mengerti oleh anak-anak berusia 5 tahun.

Aku berusaha bersikap santai. Semoga saja tidak terjadi apa-apa. Doa ku dalam hati.

Ceklek.....

"Papi??" seru anak itu dari atas ranjangnya.

Disebelahnya terlihat seorang wanita berumur yang sedang menyuapinya makan.

Jefri melangkah mendekati anak itu, "Apa kabar Paul?"

"Aku sudah sehat. Keluarkan aku dari sini Pi. Aku bosan.." rengek anak itu pada Jefri.

Jefri hanya mengacak-ngacak rambut anak itu sambil tersenyum. Lalu Jefri berjalan mendekati wanita berumur disebelah ranjang.

"Tante, apa kabar?" sapa Jefri sambil bersalaman dan mencium punggung tangan wanita itu.

"Baik." jawab wanita itu singkat, tanpa mau menoleh menatap wajah Jefri.

"Maaf Tante, saya kesini mau ngejelasin sesuatu. Entah Tante sudah tau atau belum. Pablo.." panggil Jefri.

Pablo mendekat lalu menyodorkan tangannya pada wanita berumur itu yang ku duga sebagai ibu nya Paula. Wanita itu menepis tangan Pablo kasar.

"Papi siapa om ini?" tanya Paul tiba-tiba.

Jefri berdiri berpindah ke sebelah ranjang satunya.

"Paul, om ini adalah Ayah Paul." ucap Jefri sambil tersenyum.

------------------------

Jefri POV.

"Ayah?" sahut Paul bingung lalu menatap Pablo bingung.

Pablo duduk di pinggir ranjang. Dengan wajah yang gembira, "Ayah boleh minta peluk?"

Paul hanya mengangguk. Pablo langsung memeluk Paul dan berkali-kali mengecup puncak kepala anaknya itu.

Semenjak Paul lahir, dia hanya bisa melihat nya dari kejauhan. Baru kali ini dia menyentuh dan memeuluk anaknya sendiri, darah dagingnya selama ini. Aku menjauh dari sana, membiarkan ayah dan anak itu berdua.

"Nyokab nya tau gak sih?" bisik Alex saat aku mendekatinya, berdiri disamping nya.

"Entahlah." jawabku singkat.

Kami membiarkan mereka berdua bercengkrama. Pablo memberikan sebuah bingkisan untuk Paul yang sedari tadi di bawanya.

"Ini untuk anak Ayah." ucap Pablo.

"Apa ini?" Paul segera membuka bingkisan itu, "Wah transformer. Makasih Ayah." seru Paul gembira.

Tak berapa lama berselang pintu kembali terbuka.

"Apa-apan nih??" seru Paula yang terkejut melihat kami semua ada disini.

Terlebih lagi saat mata nya tertuju pada Pablo dan Paul yang terlihat akrab diatas ranjang. Dengan cepat Paula melangkah merebut mainan yang sedang di mainkan Paul lalu membuangnya ke sembarang arah.

Bruukkk..

Mainan itu hancur. Kami semua terdiam melihat tingkahnya. Paul merengek dan mulai menangis.

"Ngapain lu disini? Keluar!!!" usir Paula pada Pablo.

"Apa aku ga boleh ketemu anak ku sendiri, darah daging aku?" tegas Pablo tak mau kalah.

"Dia bukan anak lu, dia anak gua. Gua yang lahirin dia dan lu bukan siapa-siapanya. Gua ga kenal sama lu." teriak Paula menggema diruangan ini.

"Mau sampai kapan kamu bohongin semuanya? Hah?" Pablo mulai berdiri dari ranjangnya.

Mereka berdua saling mengencangkan urat lehernya masing-masing. Berdebat dengan kencang. Sampai akhirnya ibu Paula menengahi.

"Sudah!! Sudah!! Cukup!! Kalian ga kasian apa sama Paul? Dia butuh istirahat. Butuh kasih sayang dan perhatian, bukan butuh tontonan memalukan seperti ini!!" teriak beliau tak kalah nyaring yang membuat Paula dan Pablo akhirnya terdiam.

Paul menangis tersedu-sedu. Merengek gara-gara mainan nya barunya hancur.

Aku, Alex dan Haikal hanya terdiam, saling memandang satu sama lain. Lalu Haikal memberanikan membuka suara.

"Biarkan Paul istirahat.. Maaf Bu, kami mengganggu, kami mohon pamit." ucap Haikal lantang.

Ibu Paula hanya mengangguk pelan, "Bawa juga mereka berdua keluar, cucu ku butuh istirahat." sahut beliau.

Diluar kamar, Paula menarik tanganku, "Jadi gini cara kamu?"

Aku menatapnya kasihan, "Paul butuh ayah kandungnya. Bukan kebohongan. Sekali lagi kamu sudah nyakitin Paul. Aku cuman mau Paul cepat sembuh."

"Sembuh dengan membawa si brengsek ini?" sahut Paula dengan nada yang meninggi.

Tiba-tiba Pablo menarik tangan Paula lalu menyeretnya hingga ke halaman luar rumah sakit.

Kami mengejar mereka berdua, takut Pablo khilaf atau Paula yang khilaf.

"Aku brengsek? Dari segi mana nya aku yang brengsek?? Jawab!!!" seru Pablo setelah melepaskan lengan Paula keras hingga Paula tersungkur di lantai lengkap dengan derai airmatanya.

"Segitu buta nya kamu sama posisi aku? Hah?!" serunya lagi.

"Perlu aku ingatkan lagi gimana cara kamu datang? Gimana cara kamu merengek meminta aku memuaskan hasrat kamu saat itu?" kemudian Pablo mendekatinya, berjongkok.

"Kamu yang minta aku buat gak pakai ******, karena kamu bosan dengan Jefri yang selalu menggunakan ******. Berkali-kali aku ingatkan kalau aku ga bisa ngontrol. Tapi berkali-kali juga kamu bilang kalau kamu bisa minum pil pencegah."

Paula semakin histeris, namun Pablo tidak hanya sampai disitu untuk membuka kembali memory Paula.

"Awalnya saat kamu cekcok dengan Jefri, kamu datang ke rumah, melampiaskan semua amarah kamu ke aku. Lalu sekarang kamu bilang aku brengsek?!" tambahnya lagi sambil mencolek pipi Paula.

Paula menjauh, diusapnya airmatanya, lalu memandang ke arahku dengan penuh amarah. Kemudian menyerangku secara tiba-tiba.

"Semua gara-gara ******* itu. ******* brengsek. ******* jahanam..." ucapnya sambil memukuli tubuhku hingga aku tersudutkan ke dinding.

Ku biarkan dia memukuli ku dengan sesuka hatinya, ku tutupi wajah ku dengan kedua lenganku. Lalu tiba-tiba, "Plaaakk!"

Aku terkejut, begitu ku buka lengan ku, ternyata ibunya Paula yang menhasilkan bunyi tamparan itu di pipi mulus anaknya. Dengan tangan yang bergetar beliau menatap anaknya sedih.

"Mama ga pernah ngajarin mulut kamu kayak gini.. Mama ga pernah ngajarin kamu untuk mengorbankan kehidupan orang lain untuk menanggung dosa kamu. Memaafkan dosa yang kamu perbuat saja sudah berat bagi Mama, sekarang kamu malah menyeret orang lain yang lebih banyak untuk ikut berdosa bersama kamu. Dari mana kamu belajar semua itu? Jawab Mama!!" tegas beliau sambil berlinang airmata.

Paula menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Terdengar kembali suara isak tangisnya, lalu tubuhnya tiba-tiba jatuh ke lantai. Paula pingsan.

Haikal segera membawa Paula ke UGD bersama suster-suster yang di panggilnya. Sedangkan aku, Alex, Pablo dan Ibu Paula masih berdiri di tempat yang sama. Tubuh Ibu nya pun mulai lemas, dengan sigap aku menangkap beliau hingga kami terduduk dilantai. Beliau menangis.

"Tante..." sapa Pablo mendekati kami.

"Kamu masuk, temani Paul, dia sendirian dikamarnya." titah beliau disela-sela tangisnya.

Pablo pun segera masuk menuju kamar Paul.

"Tante minta maaf atas nama anak Tante." ucap beliau masih disela tangisnya, "Andaikan Tante tau dimana lelaki itu, Tante tidak akan tinggal diam seperti ini. Berkali-kali Tante bertanya, berkali-kali juga dia menjawab jika kamu mau menganggap Paul sebagai anak kamu." cerita beliau.

Aku melirik Alex yang berada tepat di belakang beliau.

"Tante, saya emang sayang sama Paul, tapi untuk lebih dari itu, jujur saya ga sanggup. Dan Paula banyak berubah setelah dia mengenalkan anaknya dengan saya." jelasku.

"Tante yang minta maaf, kamu jadi harus ikut menanggung semua ini." ucap beliau sambil menghapus airmata nya, "Istri kamu pun malah menjadi kambing hitam dari Paula. Tante benar-benar minta maaf."

Dengan spontan aku merengkuh ibu Paula, "Aku yang salah Tante, mungkin seharusnya dari awal, saat cekcok dengan Paula, aku tidak....."

"Semua sudah terjadi. Tante hanya ingin cucu Tante sehat dan cepat keluar dari sini." lirih beliau.

Lalu dengan lunglai, aku memapah beliau, kembali ke ruangan Paul dibantu dengan Alex. Ku lihat Paul sudah terlelap sambil memeluk Pablo.

"Tante diminum dulu.." Alex menyodorkan segelas air mineral.

Setelah beliau agak sedikit tenang, aku dan Alex berpamitan untuk segera pulang. Beliau mengizinkan.

"Besok-besok, ajak istri kamu ke sini. Tante ingin minta maaf." pinta beliau.

"Pasti Tante. Mari permisi..." pamitku.

Kemudian aku dan Alex segera keluar dari sana, meninggalkan Pablo yang juga ikut terlelap bersama Paul, anaknya.

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Clear semua, cuma Paula yang masih ngotot.

2020-10-22

0

es dawet

es dawet

lanjuut

2020-06-29

1

zei

zei

nmnya siapa sih thor kok d pggil dul.aq gk ngeh dr sking d ubek2 htq😆😆

2019-12-17

3

lihat semua
Episodes
1 Eps 1
2 Eps 2
3 Eps 3
4 Eps 4
5 Eps 5
6 Eps 6
7 Eps 7
8 Eps 8
9 Eps 9
10 Eps 10
11 Eps 11
12 Eps 12
13 Eps 13
14 S2 - Eps 14
15 S2 - Eps 15
16 S2 - Eps 16
17 S2 - Eps 17
18 S2 - Eps 18
19 S2 - Eps 19
20 S2 - Eps 20
21 S2 - Eps 21
22 S2 - Eps 22
23 S2 - Eps 23
24 S2 - Eps 24
25 S2 - Eps 25
26 S2 - Eps 26
27 S2 - Eps 27
28 S2 - Eps 28
29 S2 - Eps. 29
30 S2 - Eps 30
31 S2 - Eps 31
32 S2 - Eps 32
33 S2 - Eps 33
34 S2 - Eps 34
35 S2 - Eps 35
36 S2 - Eps 36
37 S2 - Eps 37
38 S2 - Eps 38
39 S2 - Eps 39
40 S2 - Eps 40
41 S2 - Eps 41
42 S2 - Eps 42
43 S2 - Eps 43
44 S2 - Eps 44
45 S2 - Eps 45
46 S2 - Eps 46
47 S2 - Eps 47
48 S2 - Eps 48
49 S2 - Eps 49
50 S2 - Eps 50
51 S2 - Eps 51
52 S2 - Eps 52
53 S2 - Eps 53
54 S2 - Eps 54
55 S2 - Eps 55
56 S2 - Eps 56
57 S2 - Eps 57
58 S2 - Eps 58
59 S2 - Eps 59
60 S2 - Eps 60
61 S2 - Eps 61
62 S2 - Eps 62
63 S2 - Eps 63
64 S2 - Eps 64
65 S2 - Eps 65
66 S2 - Eps 66
67 S2 - Eps 67
68 S2 - Eps 68
69 S2 - Eps 69
70 S2 - Eps 70
71 S2 - Eps 71
72 S2 - Eps 72
73 S2 - Eps 73
74 S2 - Eps 74
75 S2 - Eps 75
76 S2 - Eps 76
77 S2 - Eps 77
78 S2 - Eps 78
79 S2 - Eps 79
80 S2 - Eps 80
81 S2 - Eps 81
82 S2 - Eps 82
83 S2 - Eps 83
84 S2 - Eps 84
85 S2 - Eps 85
86 S2 - Eps 86
87 S2 - Eps 87
88 S2 - Eps 88
89 S2 - Eps 89
90 S2 - Eps 90
91 S2 - Eps 91
92 S2 - Eps 92
93 S2 - Eps 93
94 S2 - Eps 94
95 S2 - Eps 95
96 S2 - Eps 96
97 S2 - Eps 97
98 S2 - Eps 98
99 S2 - Eps 99
100 S2 - Eps 100
101 S2 - Eps 101
102 S2 - Eps 102
103 S2 - Eps 103
104 S2 - Eps 104
105 S2 - Eps 105
106 S2 - Eps 106
107 S2 - Eps 107
108 S2 - Eps 108
109 S2 - Eps 109
110 S2 - Eps 110
111 S2 - Eps 111
112 S2 - Eps 112
113 S2 - Eps 113
114 S2 - Eps 114
115 S2 - Eps 115
116 S2 - Eps 116
117 S2 - Eps 117
118 S2 - Eps 118
119 S2 - Eps 119
120 S2 - Eps 120
121 S2 - Eps 121
122 S2 - Eps 122
123 S2 - Eps 123
124 S2 - Eps 124
125 S2 - Eps 125
126 S2 - Eps 126
127 S2 - Eps 127
128 S2 - Eps 128
129 S2 - Eps 129
130 S2 - Eps 130
131 S2 - Eps 131
132 S2 - Eps 132
133 S2 - Eps 133
134 S2 - Eps 134
135 S2 - Eps 135
136 S2 - Eps 136
137 S2 - Eps 137
138 S2 - Eps 138
139 S2 - Eps 139
140 S2 - Eps 140
141 S2 - Eps 141
142 S2 - Eps 142
143 S2 - Eps 143
144 S2 - Eps 144
145 S2 - Eps 145
146 S2 - Eps 146
147 S2 - Eps 147
148 Eps 148
149 S3 - Eps 149
150 S3 - Eps 150
151 S3 - Eps 151
152 S3 - Eps 152
153 S3 - Eps 153
154 S3 - Eps 154
155 S3 - Eps 155
156 S3 - Eps 156
157 S3 - Eps 157
158 S3 - Eps 158
159 S3 - Eps 159
160 S3 - Eps 160
161 S3 - Eps 161
162 S3 - Eps 162
163 S3 - Eps 163
164 S3 - Eps 164
165 S3 - Eps 165
166 S3 - Eps 166
167 S3 - Eps 167
168 S3 - Eps 168
169 S3 - Eps 169
170 S3 - Eps 170
171 S3 - Eps 171
172 S3 - Eps 172
173 S3 - Eps 173
174 S3 - Eps 174
175 Eps 175
176 Eps 176
177 Eps 177
178 Eps 178
179 Eps 179
180 Eps 180
181 Eps 181
182 Eps 182
183 Eps 183
184 Eps 184
185 Eps 185
186 Eps 186
187 Eps 187
188 Eps 188
189 Eps 189
190 Eps 190
191 Eps 191
192 Eps 192
193 Eps 193
194 Eps 194
195 Eps 195
196 Eps 196
197 Eps 197
198 Eps 198
199 Eps 199
200 Eps 200
201 Eps 201
202 Eps 202
203 Eps 203
204 Eps 204
205 Eps 205
206 Eps 206
207 Eps 207
208 Eps 208
209 Eps 209
210 Eps 210
211 Eps 211
212 Eps 212
213 Eps 213
214 Eps 214
215 Eps 215
216 Eps 216
217 Eps 217
218 Eps 218
219 Eps 219
220 Eps 220
221 Eps 221
222 Eps 222
223 Eps 223
224 Ending Part
225 The End
Episodes

Updated 225 Episodes

1
Eps 1
2
Eps 2
3
Eps 3
4
Eps 4
5
Eps 5
6
Eps 6
7
Eps 7
8
Eps 8
9
Eps 9
10
Eps 10
11
Eps 11
12
Eps 12
13
Eps 13
14
S2 - Eps 14
15
S2 - Eps 15
16
S2 - Eps 16
17
S2 - Eps 17
18
S2 - Eps 18
19
S2 - Eps 19
20
S2 - Eps 20
21
S2 - Eps 21
22
S2 - Eps 22
23
S2 - Eps 23
24
S2 - Eps 24
25
S2 - Eps 25
26
S2 - Eps 26
27
S2 - Eps 27
28
S2 - Eps 28
29
S2 - Eps. 29
30
S2 - Eps 30
31
S2 - Eps 31
32
S2 - Eps 32
33
S2 - Eps 33
34
S2 - Eps 34
35
S2 - Eps 35
36
S2 - Eps 36
37
S2 - Eps 37
38
S2 - Eps 38
39
S2 - Eps 39
40
S2 - Eps 40
41
S2 - Eps 41
42
S2 - Eps 42
43
S2 - Eps 43
44
S2 - Eps 44
45
S2 - Eps 45
46
S2 - Eps 46
47
S2 - Eps 47
48
S2 - Eps 48
49
S2 - Eps 49
50
S2 - Eps 50
51
S2 - Eps 51
52
S2 - Eps 52
53
S2 - Eps 53
54
S2 - Eps 54
55
S2 - Eps 55
56
S2 - Eps 56
57
S2 - Eps 57
58
S2 - Eps 58
59
S2 - Eps 59
60
S2 - Eps 60
61
S2 - Eps 61
62
S2 - Eps 62
63
S2 - Eps 63
64
S2 - Eps 64
65
S2 - Eps 65
66
S2 - Eps 66
67
S2 - Eps 67
68
S2 - Eps 68
69
S2 - Eps 69
70
S2 - Eps 70
71
S2 - Eps 71
72
S2 - Eps 72
73
S2 - Eps 73
74
S2 - Eps 74
75
S2 - Eps 75
76
S2 - Eps 76
77
S2 - Eps 77
78
S2 - Eps 78
79
S2 - Eps 79
80
S2 - Eps 80
81
S2 - Eps 81
82
S2 - Eps 82
83
S2 - Eps 83
84
S2 - Eps 84
85
S2 - Eps 85
86
S2 - Eps 86
87
S2 - Eps 87
88
S2 - Eps 88
89
S2 - Eps 89
90
S2 - Eps 90
91
S2 - Eps 91
92
S2 - Eps 92
93
S2 - Eps 93
94
S2 - Eps 94
95
S2 - Eps 95
96
S2 - Eps 96
97
S2 - Eps 97
98
S2 - Eps 98
99
S2 - Eps 99
100
S2 - Eps 100
101
S2 - Eps 101
102
S2 - Eps 102
103
S2 - Eps 103
104
S2 - Eps 104
105
S2 - Eps 105
106
S2 - Eps 106
107
S2 - Eps 107
108
S2 - Eps 108
109
S2 - Eps 109
110
S2 - Eps 110
111
S2 - Eps 111
112
S2 - Eps 112
113
S2 - Eps 113
114
S2 - Eps 114
115
S2 - Eps 115
116
S2 - Eps 116
117
S2 - Eps 117
118
S2 - Eps 118
119
S2 - Eps 119
120
S2 - Eps 120
121
S2 - Eps 121
122
S2 - Eps 122
123
S2 - Eps 123
124
S2 - Eps 124
125
S2 - Eps 125
126
S2 - Eps 126
127
S2 - Eps 127
128
S2 - Eps 128
129
S2 - Eps 129
130
S2 - Eps 130
131
S2 - Eps 131
132
S2 - Eps 132
133
S2 - Eps 133
134
S2 - Eps 134
135
S2 - Eps 135
136
S2 - Eps 136
137
S2 - Eps 137
138
S2 - Eps 138
139
S2 - Eps 139
140
S2 - Eps 140
141
S2 - Eps 141
142
S2 - Eps 142
143
S2 - Eps 143
144
S2 - Eps 144
145
S2 - Eps 145
146
S2 - Eps 146
147
S2 - Eps 147
148
Eps 148
149
S3 - Eps 149
150
S3 - Eps 150
151
S3 - Eps 151
152
S3 - Eps 152
153
S3 - Eps 153
154
S3 - Eps 154
155
S3 - Eps 155
156
S3 - Eps 156
157
S3 - Eps 157
158
S3 - Eps 158
159
S3 - Eps 159
160
S3 - Eps 160
161
S3 - Eps 161
162
S3 - Eps 162
163
S3 - Eps 163
164
S3 - Eps 164
165
S3 - Eps 165
166
S3 - Eps 166
167
S3 - Eps 167
168
S3 - Eps 168
169
S3 - Eps 169
170
S3 - Eps 170
171
S3 - Eps 171
172
S3 - Eps 172
173
S3 - Eps 173
174
S3 - Eps 174
175
Eps 175
176
Eps 176
177
Eps 177
178
Eps 178
179
Eps 179
180
Eps 180
181
Eps 181
182
Eps 182
183
Eps 183
184
Eps 184
185
Eps 185
186
Eps 186
187
Eps 187
188
Eps 188
189
Eps 189
190
Eps 190
191
Eps 191
192
Eps 192
193
Eps 193
194
Eps 194
195
Eps 195
196
Eps 196
197
Eps 197
198
Eps 198
199
Eps 199
200
Eps 200
201
Eps 201
202
Eps 202
203
Eps 203
204
Eps 204
205
Eps 205
206
Eps 206
207
Eps 207
208
Eps 208
209
Eps 209
210
Eps 210
211
Eps 211
212
Eps 212
213
Eps 213
214
Eps 214
215
Eps 215
216
Eps 216
217
Eps 217
218
Eps 218
219
Eps 219
220
Eps 220
221
Eps 221
222
Eps 222
223
Eps 223
224
Ending Part
225
The End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!