Tika POV.
Aku sempat menemani Jefri dulu ke rumah Mama Alena. Menyiapkan beberapa barang serta pakaian yang akan dibawa. Karena sejak menikah 4 hari yang lalu aku belum pernah sekalipun tidur di kamar Jefri ini. Paling ke sini hanya untuk mengambil beberapa pakaiannya.
"Kalian besok pesawat jam berapa? Mama lupa.." tanya Mama Allena yang berdiri diambang pintu kamar.
"Take off nya jam 10 Ma, kenapa?" tanya Jefri.
"Mama sama Papa ya yang anterin?" tawar Mama Alena.
Jefri menoleh padaku, "Tapi Mamah Ida juga mau nganterin Ma?"
"Ya ga pp, nanti Mamah Ida biar ikut aja, ntar dianterin pulang lagi. Gimana?"
"Oh ya udah kalo gitu, ntar aku kasih tau Mamah Ida deh." sahut Jefri.
Pagi ini adalah hari yang di tunggu-tunggu. Saatnya kami berangkat untuk honeymoon. Setelah proses yang agak ribet buat packing tadi malam.
Waktu sudah menunjukan pukul 7 pagi, aku dan Jefri sudah siap dengan koper kami lalu turun ke dapur untuk sarapan.
"Uda siap?" tanya Mamah saat kami memasuki dapur.
"Udah Mah, Mamah beneran ga mau ikut nih?" tawarku lagi sambil membuatkan kopi untuk Jefri.
"Iya Mah, dari pada Mamah kesepian?" Jefri menambahi.
"Enggak!" jawab Mamah tegas.
Aku langsung kaget mendengar nada suara Mamah, lalu menoleh pada Jefri dari belakang punggung Mamah. Jefri pun melihat ku lalu mengerdikkan kedua bahunya.
"Paling entar Mamah jalan sama temen Mamah, lagian juga ada Bi Mince kan kalo malam yang nemenin. Udah kalian ga usah mikirin Mamah, kalian pikirin aja gimana cara nya pulang-pulang ada cabang debay.." ucap Mamah santai.
Aku yang sedang menyodorkan secangkir kopi pada Jefri spontan langsung menatap wajahnya. Matanya dan mataku bertabrakkan.
"Debay apaan, Mah?" tanyanya yang lalu menoleh pada Mamah yang menyajikan sepiring buah-buahan.
"Loh kamu ga tau debay? Dedek bayi, cucu buat Mamah," jelas Mamah sambil menatap Jefri lekat-lekat.
Gawat! Ini lagi pembahasannya! Batinku.
Aku berjalan malas ke arah kulkas, mengambil setoples coklat yang sengaja ku persiapkan untuk ku makan selama didalam pesawat nanti.
"Oh bayi. Mamah tenang aja, aku sama Tika pasti usaha keras. Moga-moga aja topcer Mah." Jefri dan Mamah larut dalam tawanya.
Kemudian aku duduk di samping Jefri, memakan buah-buahan yang disediakan Mamah. Mencoba untuk tetap tenang dan rileks. Sesekali ku perlihatkan senyuman terpaksa ku. Jefri menarikku dalam dekapan satu tangannya lalu mengecup keningku didepan Mamah. Aku hanya pasrah.
"Hallo hallo besanku, sudah aku duga kalian semua pasti disini." sapa Mama Alena muncul dengan Papa Atta yang membuntut dibelakang.
Mamah menyambut mereka dengan sumringah. Lalu cipika cikipi dan menjabat tangan Papa Atta.
"Gimana gimana kalian sudah siap bikinin cucu buat kami?" tanya Mama Alena.
Aku speechless mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya. Barbar. Seperti bukan Mamanya Jefri yang ku kenal beberapa bulan lalu. Dan sekarang makin cocok dan makin klop saja dengan omongan Mamah.
"Sudah sudah, Tika kamu habiskan dulu sarapan kamu. Dul, ayo Papa bantu angkat barang-barang kalian ke mobil," tegur Papa.
Aku hanya menganggukan kepala ku pelan, Jefri segera berdiri, "Iya, Pa.."
-----------------------------
Jefri POV.
Ke tarik kedua koper kami menuju mobil dan satu tas jinjing lagi yang dibawa oleh Papa di belakangku.
"Kamu jagain Tika disana ya? Papa udah minta tolong sama karyawan Papa yang jagain disana buat menuhin isi kulkas. Jadi di dalam rumah kalian cuman berdua aja." jelas Papa.
"Hm." ku jawab dengan deheman saja.
Ku buka pintu bagasi mobil belakang Papa lalu ku masukkan kedua koper dan tas jinjing itu disana.
"Nanti disana juga kalian jangan sampai telat makan ato bahkan kalian sengaja nunda-nunda makan ya, kamu lebih perhatiin Tika lagi," tambah Papa saat aku menutup bagasi.
"Pa, tenang aja deh. Prioritas aku sekarang Tika kok jadi ga usah khawatir," sahutku santai.
Tiiinn..
Tiiinn..
Ku lihat mobil Alex datang dan memasuki halaman rumah.
"Udah siap honeymoon lu?" sapa Alex begitu turun dari mobilnya.
Aku hanya tersenyum. Lalu Lisa juga turun dari mobil.
"Mana Tika? Masih di dalem?" tanya Lisa sambil bersalaman dengan Papa.
"Iya dia di dapur lagi sarapan. Masuk aja," jawabku singkat lalu memeluk Alex.
Lisa langsung berlari kecil masuk ke dalam rumah.
"Jadi lu kapan nyusul?" godaku pada Alex.
"Jangan lama-lama, ntar keburu berubah pikiran. Rumput tetangga tuh lebih hijau kalo cewe nya sampai ngeliat hijaunya, bisa gawat nanti," goda Papa lalu kami tertawa.
"Ya jangan sampe deh, pasti nyusul kok, secepatnya, udah di planning," jawab Alex.
"Yakin lu?" aku menegasi.
"Yakinlah, lu jangan bikin gua ragu dong."
"Ya kalo lu masih ragu berarti ya ga yakin."
"Sialan lu, ngebalas ya, itu kalimat gua dulu buat lu. Anjiiirr!!"
Kami tertawa. Lalu sambil mengobrol ringan Papa menanyakan kabar Alex dan kedua orangtua nya, lalu berjalan kembali masuk ke dalam rumah menuju dapur.
Di dapur aku melihat Lisa yang sedang memeluk Tika.
"Lu jangan sampe sakit ya disana, have fun, jangan banyak pikiran," ucap Lisa saat melepas pelukannya pada sahabatnya itu.
"Iya iya jangan cerewet deh," sahut Tika santai.
"Udah? Berangkat yuk!" ajakku.
Akhirnya kami pun pergi menuju bandara. Dan semuanya ikut mengantarkan kami, udah kayak mau pergi kemana aja gitu banyak banget yang nganter.
Begitu selesai aku mengurus bagasi dan check-in, aku kembali menemui keluarga ku yang sedang menunggu di luar ruang check-in.
"Hei Max? Kal?" sapaku saat melihat kedua kakak Tika itu datang dari arah belakang Tika.
Tika langsung menoleh dengan wajahnya yang bingung, "Kok kalian disini?"
"Hei, masa kami gak ikut nganterin sih. Kakak macam apa yang ngebiarin adiknya pergi tanpa pamit," ucap Haikal lalu memeluk Tika.
"Kamu jangan sampe kecapean ya, jangan renang seharian!" larang Max lalu mengecup kening adiknya itu.
Aku hanya berjabat tangan dengan mereka berdua.
"Aku nitip Mamah ya sama kalian, tolong di perhati-in. Ingetin Mamah kalo udah jam nya makan. Kalo perlu kalian samperin Mamah, jangan sibuk kerja mulu," celoteh Tika.
"Waduh waduh udah hampir jadi calon emak-emak jadi ya begini bawel nya!" ejek Haikal tertawa.
"Kamu tenang aja, pokoknya pulang dari sana bawa kabar baik ya. Biar Icel sama Feli punya adek sepupu," celetuk Max sambil merangkul Mamah, "Iya kan Mah?"
Semua tertawa mendengar permintaan itu. Tika hanya tersenyum lalu melirik kilas padaku.
---------------------------------
Tika POV.
Didalam pesawat, aku tidak henti-hentinya merangkul tangan Jefri. Bukan karena takut naik pesawat, tapi lebih karena aku merasa ini semua seperti mimpi. Aku masih merasa tidak menyangka akhirnya aku bisa hidup berdua dengan nya. Melewati setiap hari ku ke depannya dengan lelaki ini. Lelaki yang selalu membuat aku bahagia, walaupun hanya dengan senyumannya.
"Kamu kenapa sih? Dari tadi gelanyutan aja?" tanya Jefri tiba-tiba saat pesawat hendak lepas landas.
"Ga papa kok, kenapa? Kamu risih? Ato malu di liatin pramugari cantik itu?"
Jefri tertawa nyaring.
"Ssstt! Apanya yang lucu?" bisikku.
"Kamu cemburu?"
Aku heran dengan pertanyaannya, "Sama siapa?"
"Sama pramugari yang ngeliatin kita itu," sahutnya sambil menunjuk dengan mulutnya.
Aku menoleh kilas, benar saja, pramugari itu sedang memperhatikan kami, "Enggaklah, ngapain? Kamu kan punya aku," sahutku lantang.
Dan kalimat ku itu mampu membuat Jefri kembali meledakkan tawanya lagi. Aku panik sambil memukul lengannya pelan, takut tawanya mengganggu passenger lainnya.
"Udah pede nih ngomong begitu?" godanya.
Dengan refleks ku lepaskan rangkulan tanganku, menatap wajahnya dengan raut muka datar. Lalu mengernyitkan sebelah alisku, ala ala ngambek anak cabe-cabean.
Dia kembali tertawa pelan. Aku membuang muka, melemparkan pandangan keluar jendela pesawat. Tak lama, jemarinya menyentuh daguku, menariknya untuk menatap mata tajamnya itu. Dia tersenyum lalu mencondongkan tubuhnya, mencium bibirku lembut.
Aku memejamkan mataku. Dia kembali menciumku yang membuatku sedikit bergairah. Ku codongkan sedikit tubuhku, agar sama-sama mempermudah kami untuk saling menikmati setiap kecupan.
Kami berdua seakan hanyut dalam dunia kami ini, tanpa menghiraukan orang di sekeliling kami. Untungnya Max memberikan kami tiket pesawat yang bisnis class, jadi kami hanya duduk berdua, tidak ada orang ketiga atau orang lain yang akan jadi obat nyamuk melihat tingkah kami ini.
Tak terasa pesawat pun mulai lepas landas, dalam guncangan kecil dari pesawat, kami masih saling mencium mesra. Seakan tidak rela untuk saling melepaskan bibir masing-masing. Bibirnya terlalu manis kurasa, sesekali aku terkekeh geli lalu mengakhiri cuman kami.
Saat tangan Jefri mulai mengelus tengkuk leher ku lagi, ia manarikku, seakan ingin menciumku kembali. Namun tiba-tiba suara seseorang menghentikan aksinya.
"Maaf, permisi bapak ibu saya mengganggu waktunya sebentar. Kami dari pihak maskapai ingin mengucapkan selamat menempuh hidup baru, selamat berbulan madu dan ini merupakan hadiah spesial yang telah dititipkan kepada kami untuk Anda bedua. Dan kami akan berikan ini, Champagne khas dari kota Reims untuk kalian berdua. Enjoyed!" ucap pramugari senior yang menghampiri kami.
Aku menatap Jefri heran, lalu tersenyum melepas pergi nya pramugari itu. Jefri hanya mengerdikkan kedua bahunya.
"Apa ini isinya?" Jefri mengambil sebuah kotak yang di berikan pramugari tadi, lalu membuka nya.
Ku letakkan daguku pada tanganku yang bertopang pada sandaran tangan. Menunggu Jefri membuka kotak itu. Aku terkejut saat melihat isinya. Dan ada secarik kertas disana. Ku ambil kertas itu.
"Untuk menghangatkan ranjang kalian. JerryNita," ucapku lalu menoleh heran pada Jefri, "Kayaknya aku tau itu apa."
Jefri langsung mengangkat kain satin licin berenda yang terlipat di dalam box itu, ya isi nya lingerie!!
Wala!!! Ternyata keluarga ku sangat cocok dengan keluarga Jefri. Sama-sama kurang waras kalo urusan begini.
Sepersekian detik kemudian aku dan Jefri sama-sama terkekeh geli. Lalu kami simpan kembali box itu di atas meja kursi. Jefri menuangkan champagne yang tadi sudah disediakan. Lalu kami meminumnya sambil mengobrol ringan dan ku sandarkan kepalaku pada rangkulan dibahunya.
Penerbangan pesawat ini di tempuh dalam kurun waktu 3 jam. Setelah pesawat landing, perjalanan kami tidak langsung sampai, kami di jemputi oleh salah satu karyawan Papa Atta. Lalu kami dibawa untuk makan siang di salah satu tempat popular di daerah itu.
Kemudian setelah makan siang, kami masih harus menempuh lagi perjalanan darat selama empat puluh lima menit untuk menuju dermaga. Kemudian menaiki speed boats selama satu jam, barulah kami sampai di pulau itu.
Pulau itu sungguh indah, sungguh seperti private island. Papa Atta memang pemilik dari pulau ini, ada beberapa villa yang di bangunnya. Kini salah satu villa nya telah menjadi milik kami.
"Pak, dermaga nya cuman satu di pulau ini?" tanya Jefri pada Pak Sani, karyawan Papa yang menjemput kami tadi.
"Oh tidak Pak, 1 dermaga untuk 3 villa. Jadi villa bapak yang sebelah sini." jelas Pak Sani dengan sopan sambil membawakan kedua koper kami.
"Trus kata Papa villa yang lain sengaja di kosongin ya Pak?" tanya Jefri lagi.
Pak Sani yang berjalan di depan kami langsung menoleh heran, lalu tertawa, "Aduh Pak, kalo villa yang lain sengaja di kosongin buat kedatangan Bapak, bisa-bisa saya stroke, Pak." lalu kembali berjalan.
"Loh kok bisa stroke?"
"Ya iya, Pak, badan saya kebiasaan gerak, lah kalo villa lain kosong trus kerjaan saya apa? Pak Bos memang selera humor nya tinggi, Pak ya?" jelasnya lagi sambil membukakan pintu villa.
"Mari silahkan, Pak, Bu. Saya bantu untuk mengelilingi rumah ini dulu," ucap Pak Sani lagi.
Aku memukul tangan Jefri yang sedari tadi ku rangkul, gegara mendengar kisah Pak Sani, ternyata Papa Atta ngerjain. Aku sudah kepikiran sepanjang perjalanan, masa iya pulau itu kosong, trus cuman ada kami berdua, kebayang dong ngerinya.
Bukannya romantis tapi malah ngeri!!
Setelah Pak Sani dan kami selesai mengitari rumah, kami ditinggalkan berdua. Baru saja aku menutup pintu, Jefri sudah mulai menggodaku.
Dia mulai memeluk ku dari belakang lalu di benamkannya kepalanya di sela tengkuk leherku sambil menciumi lembut tengkuk ku.
"Hei, mandi dulu yuk. Badan aku udah agak lengket gara-gara kepercik air di speed boats tadi," ajakku sambil menggeliatkan tubuhku karena kegelian.
Jefri tidak merespon, dia terus saja mendekap tubuhku dan sesekali di kecupnya tengkukku, membuat bulu kudukku berdiri.
"Kita mandi kayak dulu yuk!" pintanya dengan menghentikan segala aktivitas tangan dan lidahnya.
Aku membuka mataku, bingung, lalu aku membalikkan badanku, mengalungkan kedua tanganku pada pundaknya, "Dulu?"
"Iya, mandi bareng di bathup," jawabnya dengan raut wajah nakalnya.
Aku tersipu malu mengingat kejadian dulu itu, aku sangat nakal!
"Boleh, tapi gendong aku ke kamar mandi." ku ajukan syarat.
Tanpa berpikir lama, Jefri langsung mencium bibirku mesra. Di angkatnya tubuhku seperti menggendong anak kecil.
Aku histeris, "Aaaaaa!" namun refleks mengalungkan kedua kaki ku di pinggangnya. Lalu dia memonyongkan lagi bibirnya, kode minta di cium lagi!
Kami kembali saling mencium, bergantian sambil Jefri melangkahkan kakinya menuju ke bathup.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wati_esha
Jadi ingat Dave, kasihan.
Lisa, Max sesaat lalu Dave lumayan tuh, eh disambung Dana yang adik dari Dave tapi Lisa mwnggunakan nama panggilannya Flo.
Kini Lisa dengan Alex. Tidak sedikitpun Lisa menimbang hubungannya kebelakang dengan Dave. 😥😥😥
Tika dengan Dana, tapi tahu-tahu nikah dengan Jefri. Pusing deh pala berbie ...
2020-07-24
1
es dawet
jd pengen nyemplung😁😅
2020-06-27
2
Yuli Yati
lw ,mamah Tika ngomongin soal ank koq Tika sdikit mencurigakan,pa dia mndul atw dah g virgin lgi sih thorrr? penasaran nih🤔🤔🤔
2020-04-24
1