Jefri POV.
"Siapa?" tanya Tika saat aku menutup telponku.
"Lisa. Tadi pagi aku minta tolong Alex buat ambil hasil tes DNA nya Pablo, ayahnya Paul."
"Kok gak kamu ambil sendiri?"
Aku mendekati istriku yang masih duduk di atas ranjang. Matanya sudah tidak lagi sembab. Lalu aku berlutut di hadapan nya, ku pegang erat kedua tangannya.
"Ntar kamu cemburu. Ntar kamu malah mikir kalo aku masih punya rasa ke emaknya. Jadi aku minta tolong Alex yang ambilin, trus nganterin ke ayahnya Paul." jelasku.
"Trus Lisa?"
"Lisa lagi sama Alex. Trus tadi yang ngomong Pablo pake hp nya Lisa. Ya udah aku ajakin ketemuan aja sekalian. Aku kepingin masalah ini cepet beres. Aku tau Paula orangnya nekat dan aku ga mau terjadi apa-apa sama kamu. Apa lagi nanti kita udah mulai masuk kerja, aku ga bisa sama kamu 24 jam." jelasku lagi.
Tika melepaskan tanganku, lalu menangkupkan kedua tangannya di pipi ku.
"Aku bisa jaga diri aku sayang. Kamu ga usah khawatir." lirihnya.
"Tapi kalo semuanya bisa aku cegah sebelum terjadi kenapa ga aku lakuin? Aku belajar dari yang sudah-sudah. Aku ga mau kamu kenapa-kenapa." sahutku sambil menindih kedua tangannya dipipi ku dengan kedua tanganku.
Tika mencium keningku mesra.
"Kita berangkat sekarang?" ajakku.
Tika menganggukkan kepalanya dengan senyuman manis di wajahnya. Menimbulkan kedua lubang kecil di sisi pipinya yang semakin membuatnya terlihat cantik.
Selama di perjalanan, Tika banyak bertanya tentang Paula, Paul dan Pablo. Dia bertanya dengan antusias dan detail. Aku pun menjawabnya dengan jujur, tidak ada yang aku tutup-tutupi. Semua aku ceritakan, karena aku tidak ingin membuatnya berpikir yang tidak-tidak lagi tentangku.
Aku benar-benar ingin membangun hubungan yang dilandasi dengan pondasi yang kuat bersamanya. Aku ingin Tika menerima semua masa lalu ku dengan segala kebodohan dan kenakalanku. Aku ingin dia menjadi istriku sampai akhir hanyatku.
"Kasian ya Paul, kecil-kecil hidupnya udah di penuhi sama kepalsuan. Tega banget Paula sama anaknya sendiri kayak gitu."
Aku hanya mengangguk pelan, "Udah kamu ga usah mikirin itu, inget kata dokter Ranti, kamu ga boleh stress."
"Iya ga bakalan stress kok kalo kamu mau cerita." sahutnya santai.
"Trus kamu kapan mau cerita ke aku?"
Tika menoleh menatapku, "Kata kamu kan boleh nanti, tunggu aku siap. Masih banyak waktu kan?"
Aku terkekeh mendengar jawabannya, "Iya iya, tapi kamu jangan sampai stress loh ya? Ntar klo kamu gila aku bisa ikutan gila juga loh.."
"Oh jadi ngatain aku gila nih?"
"Nah loh, mulai muncul nih sarkas nya!" ku lirik dia sekilas, dia tersenyum.
Di pukulnya pelan bahuku. Kami tertawa.
Sesampainya di daerah Kemiri, aku memarkirkan mobil ku pada sebuah halaman Cafe. Lalu kembali menghubungi Lisa.
Tuut..
Tuut..
"Hallo Sa, udah dimana?" tanyaku.
"Udah deket kok, bentar lagi nyampe. Lu udah disana?"
"Udah baru parkir. Pablo nya nebeng kalian?"
"Enggak dia pake mobil sendiri. Ada tuh didepan. Kenapa?"
"Ga papa sih. Ya udah deh, gua sama Tika nunggu didalem deh ya. Bye.."
Ku putuskan sambungan teleponnya. Lalu kami berdua turun dari mobil, berjalan memasuki Cafe.
Aku langsung memesan satu ruangan khusus yang disediakan Cafe itu untuk meeting. Agar pembicaraan kami lebih private. Small meeting room. Cukup untuk 6-7 orang. Aku dan Tika langsung memesan makanan dan minuman untuk kami berdua lalu menunggu di ruangan itu.
Tak lama berselang, mereka datang, memasuki ruangan dan saling menyapa.
"Sayang, kenalin ini Pablo, mantannya Paula." ucapku saling mengenalkan, "Ini istri gua, Tika."
"Hallo." sapa Pablo menjabat tangan Tika, "Selamat ya buat pernikahan kalian, semoga bahagia selamanya."
"Iya makasih." sahut Tika dengan senyum manisnya.
Aku mempersilahkan Pablo duduk lalu memesan makanan dan minuman, begitu pula Alex dan Lisa. Kami mulai mengobrol santai hingga makanan dan minuman kami datang. Sambil makan dan minum aku mulai bertanya-tanya latar belakang Pablo. Karena aku hanya tahu tentangnya yang dulu.
"Trus sekarang lu kerja?" tanyaku pada Pablo.
"Udah gak lagi, dulu sempet punya perusahaan property sendiri. Sekarang udah di pegang sama temen gua."
"Trus kegiatan lu?" tanyaku lagi.
"Gua sekarang cuman fotografer kelas cetek lah. Baru setahun ini gua dalamin." jelasnya.
"Trus udah ada job?" tanya Tika.
"Udah sih, tapi ya freelance gitu, weekend doang."
Aku menganggukkan kepalaku.
"Boleh minta portfolio nya gak?" tanya Tika lagi.
Pablo menatapku, kemudian aku menatap Tika, "Buat apa yang?" tanyaku.
"Ya siapa tau aja di kantor aku butuh karyawan lagi. Kalo pun enggak, aku bisa coba bantu buat ke vendor-vendor lain." tawar Tika.
"Boleh-boleh, waduh kok jadi malah ngerepotin gini sih." Pablo jadi tidak enak hati.
"It's ok, siapa tau emang rezeki lu kan?" ucap Tika lembut sambil tersenyum.
Memang tidak salah aku memilihnya sebagai istri. Dulu dengan perkenalan singkatnya dengan Paul, dia membeli kan nya mainan yang harganya lumayan, padahal dia tidak tau latar belakang Paul. Tempo hari dengan santainya dia yang mengizinkan aku untuk bicara dengan Paula. Lalu hari ini, dia dengan niat tulusnya ingin membantu Pablo agar memiliki penghasilan tetap.
Aku langsung mencium keningnya, aku beruntung memilikinya. Hatinya begitu tulus.
"Oh iya, jadi lusa kalian nemenin gua ketemu anak gua nih?" Pablo memastikan lagi.
"Iya, kita semua nemenin." sahutku cepat.
"Dan masalah itu memang harus kalian bertiga yang selesein, tatap muka, soalnya gak bisa kelar kalo gak gitu. Akan selalu ada cerita yang bikin selisih paham." sahut Tika.
"Dan mungkin ntar gua sama Lisa nunggu di mobil aja kali ya? Atau di ruangan Haikal. Takut nya tu cewe emosi aja gitu liat Tika." saran Lisa.
"Iya bener, aku mending ga muncul didepan dia."
"Sebagai gantinya biar Haikal yang disana, jadi lebih aman juga kan ada dari pihak rumah sakit?" saran Lisa lagi.
Kami semua akhirnya menyepakati akan membantu Pablo bertemu anaknya. Aku akan menjelaskan pada Paul tentang Pablo, karena Paul hanya tau aku lah Papi nya. Dan aku juga ingin membuat Paula jera dengan membongkar semua kebohongannya.
Semoga saja tidak ada drama.
--------------------
Setelah pertemuan kami di Cafe tadi, tidak terasa hari telah menjelang malam, Tika meminta untuk langsung pulang saja.
"Sayang, kita langsung pulang aja ya?" pintanya.
Aku melirik jam tanganku saat menyalakan mesin mobil, "Masih sempet kok kalo mau liat rumah kita. Masih bisa ketemu tukangnya."
"Enggak ah, besok besok aja. Aku kepingin istirahat. Kan aku udah dari pagi, belum mandi lagi udah sore gini." protesnya.
"Mandi gak mandi kamu tetep istri aku! Aku tetep cinta!" jawabku refleks sambil menyetir, menancapkan gas melaju menuju pulang.
Begitu sampai di rumah, langit telah gelap. Jordy sedang asik bermain puzzles dengan Papa di ruang tengah. Kami menghampiri.
"Ontyyyyyyyy!" seru Jordy berlari memeluk Tika yang langsung berjongkok menerima pelukkan Jordy.
Aku heran melihatnya, biasanya Jordy akan meneriaki namaku tapi kenapa sekarang malah Tika.
"Onty, Joldy dah bica cucun gambalna 2. Tanya Opa, iya kan Opa?" cerita Jordy.
"Wah hebat dong. Trus kamu mau hadiah apa dari Onty?"
"Emmm... Batcain buku celita buat tidul, ya?" pintanya.
"Boleh, tapi Onty nya gak ikut tidur sama kamu ya? Kan ranjang nya Jordy kecil.."
Jordy mengangguk cepat, gembira lalu bersorak-sorak.
"Kalian sudah makan malam?" tanya Papa.
"Tadi siang makannya, sekarang laper lagi." sahutku.
Tika melepaskan rangkulannya pada Jordy, dia berlarian mengelilingi rumah kesana kemari saking bahagianya.
Entah mengapa dia senang sekali Tika mau membacakan buku cerita untuk pengantar tidurnya. Padahal baru sekali itu pernah dilakukan Tika. Malam ini sepertinya aku akan mengintip mereka, agar aku tahu kenapa Jordy tiba-tiba meminta itu, batinku.
"Ya udah bentar lagi kita ke rumah Jerry, kita makan malam disana. Katanya Nita masak banyak khusus buat kita makan malam ini." info Papa.
Aku hanya menganggukan kepalaku lagi. Di ikuti dengan Tika yang tertawa sambil duduk disampingku melihat tingkah Jordy. Tawa nya begitu bahagia, aku ingin selalu melihat tawa nya yang seperti itu, tawa yang lepas.
Aku kembali mengobrol dengan Papa, aku menceritakan kejadian hari ini tadi dengan Papa. Aku juga menyerahkan hasil tes DNA Pablo yang asli pada Papa. Papa banyak memberiku saran untuk menghadapi orang semacam Paula.
Makan malam selesai. Kami masih asik berbincang di meja makan sambil menikmati martabak manis yang dibeli oleh Jerry. Sedangkan Tika masih saja berkutat pada buah-buahannya.
Sesekali Jordy mengganggu nya. Mencolek-colek lengan Tika hanya untuk minta diperhatikan saja. Iya malam ini Jordy merengek untuk duduk makan di sebelah Tika. Jadi dengan berat hati Nita menuruti permintaan anaknya itu.
Tika melayani Jordy dengan penuh kasih sayang. Dia memberikan semua keinginan Jordy, bahkan semua pertanyaan yang Jordy lontarkan dia mampu menjawabnya secara logis. Jawaban yang mampu di mengerti oleh anak seumuran Jordy. Kami tertawa melihat Tika yang mulai kewalahan menjawab setiap kebawelannya.
"Sini biar aku aja yang nyuci piring." ucap Tika pada Nita yang mulai berdiri membereskan meja makan.
"Udah ga papa, kalian santai aja." tolak Nita halus.
Tika berdiri, mengambil beberapa tumpukkan piring di tangan Nita, "It's ok, this is my job now." sambil tersenyum.
Nita akhirnya mengalah. Makan malam bubar. Nita membereskan meja sedangkan istri ku mencuci piring. Mama dan Papa berpamitan kembali ke rumah untuk istirahat. Sedangkan aku dan Jerry menemani Jordy bermain sebentar sambil mengobrol ringan.
"Ontyyyy... Ayo bobo.." rengek Jordy begitu melihat Tika muncul menghampiri kami.
"Ayo sini." sahut Tika lembut, Jordy segera berlari menggapai tangan Tika, "Aku nidurin Jordy bentar ya?" izinnya padaku.
Aku mengizinkannya. Mereka pun langsung naik tangga menuju kamar Jordy.
Tak lama setelah mereka naik, aku memutuskan untuk mengintip kegiatan mereka. Dari luar pintu kamar Jordy yang tidak tertutup rapat, dengan lantang Tika membacakan buku cerita milik Jordy.
"Ngapain?" bisik Nita saat menaiki tangga yang melihatku bersandar di dinding sambil mendengarkan suara Tika.
"Ssstt!" refleks aku mengarahkan jari telunjukku kedepan mulutku. Mengisyaratkan agar Nita jangan berisik.
Nita tersenyum melihat tingkahku, "Sudah saatnya kalian juga punya." lirihnya.
Aku berpikir sejenak, lalu tersenyum menatap Nita. Ya mungkin, batinku.
Setelah ku dengar sunyi. Aku perlahan membuka pintu kamar itu, ku lihat Jordy yang tertidur di samping tubuh Tika sambil memeluk perutnya. Aku melihat kedamaian saat itu. Kebahagiaan jika saja beberapa tahun ke depan kami sudah memiliki anak seumuran Jordy.
"Ssssttt!" lirih Tika saat menyadari kehadiranku.
Aku menganggukkan kepalaku. Dengan perlahan Tika menggeser tubuhnya, mengganti nya dengan sebuah guling. Jordy terlihat nyaman dan lelap sekali. Tika mengecup kening anak itu sebelum akhirnya dia pergi mematikan lampu baca dan menggantinya dengan lampu tidur redup. Lalu perlahan keluar dari kamar menghampiriku.
"Ayo kita pulang.." ajaknya.
"Makasih ya." ucap Nita saat kami beranjak dari sana.
Kami segera turun dan menghampiri Jerry yang masih menonton televisi di ruang bawah.
"Jerr, kita balik ya.." pamitku.
"Jordy udah tidur?" tanyanya.
"Iya udah.." sahut Tika santai.
"Makasih ya, entah kenapa beberapa hari ini dia selalu nyariin kamu. Liat aja besok pagi, pasti minta antar ke sebelah lagi." Jerry terkekeh pelan.
Tika tersenyum, "Makasih ya makan malamnya.."
Aku dan Tika pun segera pulang. Saat berjalan kaki menuju rumah, ku rangkul Tika dan ku kecup keningnya.
"Gak biasa nya loh Jordy nurut begitu. Kamu apain dia beberapa hari ini?"
"Dia cuman butuh perhatian, di umuran beranjak 2 tahun ya memang gitu kan. Apa lagi kedua orangtuanya kerja, pagi udah diantar ke Mama trus sore baru ketemu orangtua nya. Iya kan?" jelasnya keibuan.
Aku semakin mengagumi pola pikirnya yang seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wati_esha
Lama-lama Tika siaplah punya debay.
2020-10-22
0
Trisandi :)
uang adalah segala nYa
2020-04-10
2
Afika
hai,,!!,semua
mampir juga dong di novel Q yang berjender romantis yang berjudul:KEAJAIBAN CINTA
2020-03-01
1