Eps 6

Still Jefri POV.

Setelah semalaman berlalu. Tika istirahat tanpa mengeluhkan perutnya yang keram lagi. Aku masih saja panik, semalaman terjaga untuknya. Aku menyesali perbuatanku yang mengajak nya diving.

Kata Pak Sani, memang banyak terjadi kejadian seperti ini. Tubuh Tika memang tidak tahan dengan tekanan dalam dasar laut. Apa lagi dia baru pertama kali melakukan scuba diving. Aku merutuki perbuatanku ini, betapa bodohnya aku yang menawarkan wahana ini, sedangkan dia tidak pernah sekalipun melakukannya.

Semalaman aku merasakan ketakutan. Rasa takut yang kembali muncul saat dia kecelakaan dulu. Bahkan Pak Sani dan istri nya pun menemaniku semalaman untuk berjaga. Beliau berdua jua menawariku untuk membawa Tika ke rumah sakit di kota, jika aku masih tidak percaya dengan sistem pengobatan tradisonal ala mereka. Tapi aku menolaknya.

Pagi ini ku putuskan untuk menelpon Mamah Ida, memberitahukan keadaan Tika saat ini. Lalu menelpon Papah. Mereka marah besar bahkan mereka bilang kalau akan segera menyusul kami ke pulau ini. Aku tercekat, ku akui perbuatanku memang salah, namun aku tidak ada maksud ingin mencelakai istri ku sendiri. Dan aku juga tidak mengetahui kalau akan seperti ini jadinya.

Begitu menjelang tengah hari, Tika sadarkan diri. Aku bergegas mendekatinya.

"Sayang.. Gimana perutnya, masih sakit?"

"Emh. Udah enggak kok." ucapnya sambil menarik tanganku untuk membantunya duduk.

"Kamu kok lesu gitu mukanya?" tanyanya lagi sambil menyentuh pipi kiri ku.

Aku melekatkan erat tangannya di pipiku, "Aku khawatirlah sama kamu."

"Maaf ya udah bikin kamu panik," lirihnya pelan.

"Aku yang minta maaf, mestinya aku gak ngajak kamu diving. Kan bisa aja aku ajak kamu renang atau yang lainnya."

"Ga papa kok, kalo gak mana bisa aku liat dasar laut yang kayak gitu."

Kami tersenyum saling tatap lalu ku kecup keningnya kemudian ku peluk tubuhnya erat. Kini aku dapat bernafas lega.

Siang hari nya, aku masih menyuruh Tika untuk bedrest. Tidak ku izinkan dia ingin berjalan berkeliling atau untuk sekedar memasak di dapur. Istri Pak Sani dengan telaten membantu ku menyediakan makan siang serta membantu Tika untuk sekedar membasahi tubuhnya sebentar dengan air hangat.

Sementara Pak Sani pergi ke kota, menjemput Papa dan Max. Ya akhirnya yang pergi menyusul kami kesini adalah para lelaki. Aku memang belum memberitahukan Tika jika Papa dan Max ingin datang. Ku pikir nanti saat dia selesai dengan mandinya akan aku ceritakan.

"Bu, makasih ya sudah bantuin, sampai masakin saya sama suami saya makan juga. Jadi ngerepotin." ucap Tika yang dipapah oleh istri Pak Sani berjalan ke arahku di ruang tengah.

"Iya ga papa, ibu senang bisa membantu."

"Loh kok malah kesini? Ga rebahan?" protesku.

"Aku bosen rebahan terus, capek juga." dia duduk di sampingku.

"Ya udah, kalo gitu ibu tinggal dulu sebentar ya, ibu ke pasar, soalnya disini kalo ke pasar mesti ke kota. Ibu liat isi kulkas kalian sudah hampir habis." jelas beliau.

"Oh iya bu, makasih banyak sudah bantuin kami. Maaf saya ga bisa antar ibu ke depan." sahutku.

"Iya tidak apa-apa. Mari, permisi." Ibu itu berlalu pergi.

Ku lihat Tika bersander pada dinding sofa, menyamankan posisi tubuhnya sambil memejamkan matanya. Sedang kedua tangannya masih saja memegang perut bawahnya.

Aku sentuh tangannya, lalu perutnya, dia membuka mata, "Masih sakit?"

Dia menganggukkan kepalanya pelan, "Nyeri nyeri kalo narik nafas. Trus kalo nunduk juga lumayan sakit."

"Kita pulang ya, biar kamu bisa check-up di rumah sakit." tawarku.

"Enggak, aku masih mau disini." rengeknya.

"Kan katanya kamu juga udah bosen disini. Lagian Papa sama Max udah dijalan jemputin kita." lirihku sambil mengelus perutnya.

Tika kaget, ia melotot padaku, "Papa? Max? Kamu ngabarin mereka?" sewotnya tegas.

"I-iya a-aku ngabarin mereka. Aku panik, khawatir sama kondisi kamu kayak gini."

"Mereka bisa-bisa lebih panik lagi. Mestinya kamu tunggu aku bangun dulu buat ngabarin mereka, kamu lupa ya sama janji kamu? Katanya mau libatin aku disemua keputusan kamu.." rengeknya khas anak manja.

"Maaf, kan tadi aku udah bilang, aku panik." ku tarik tubuhnya dalam dekapanku.

"Aku takut kamu kenapa-kenapa. Kita pulang ya? Kita check-up." ku kecup puncak kepalanya.

Tidak ada respon, Tika hanya terdiam sambil membalas pelukanku. Lama kami dalam posisi seperti ini, sampai akhirnya aku menyandarkan tubuhku pada sofa namun Tika masih tidak mau melepaskan pelukannya. Sampai akhirnya kami berdua tertidur di sofa tengah.

Suara berisik mulai menyadarkan setengah tidurku. Ku buka mata ku perlahan. Ternyata Max dan Papa sudah ada di hadapan ku. Ku lirik jam tangan ku, sudah sore, jam 4mpat. Ku lihat Tika masih terlelap dalam pelukanku.

"Udah lama Pa?" bisikku.

"Lumayan, tadi Papa udah mau bangun kalian, tapi kasian juga liat kalian kayaknya capek."

"Aku ga tidur semalem, takut dia kenapa-napa. Maaf ya Max," lirihku.

"It's ok. Paling kondisi Tika menurun," jawab Max santai.

"Aku udah beresin barang. Emang sebaiknya kami pulang, Pa," lirihku lagi sambil mendekap Tika erat.

"Tika udah setuju kalo pulang?" Max memastikan.

"Udah kok, tadi udah dibicarain. Sayang.. Sayang.. Bangun dong," ucapku sambil mengelus pipinya.

Perlahan Tika menggerakkan badannya lalu duduk menghadapku. Tiba-tiba dia mengecup bibirku kilas tanpa sadar ada dua pasang mata yang memperhatikannya sejak tadi.

Aku tertawa cekikikan. Lalu dengan wajah herannya dia bergelanyut manja padaku.

"Kamu ga malu didepan Papa sama Max begitu?"

Wajah Tika langsung menegang, lalu dia perlahan menoleh ke belakangnya. Lalu memejamkan kedua matanya karena malu dan kembali memelukku.

"Kenapa ga bilang kalo Papa sama Max udah datang? Kenapa semua nya pada hening sih?" omelnya dalam pelukanku.

Aku dan Max tertawa nyaring.

"Ya kamu ga liat-liat kalo ada kami disini." sahut Papa sambil cekikikan.

Tika kembali bangkit, mencoba duduk tegap dan memasang raut wajah biasanya, "Udah lama kalian nyampe sini?"

"Sejak kalian berdua tidur pulas. Yang satu hening, yang satu lagi ngorok." jawab Max dengan senyumnya.

"Trus kita kapan pulang nya?" tanya Tika sambil menatap kami satu per satu.

"Gimana kalo sekarang aja kita ke kota? Sambil Papa minta pesankan tiket ke asisten Papa."

Tika menganggukan kepalanya dengan cepat. Aku dan Max segera berdiri dan mengambil koper kami berserta tas jinjing dan lainnya. Tak lupa kami berpamitan dengan istri Pak Sani yang baru datang dari pasar.

"Bu maaf udah ngerepotin ya? Makasih juga udah ngurusin saya sama istri.." ucapku menjabat tangan beliau. Tika pun ikut berpamitan dan mengucapkan rasa terimakasih nya yang mendalam.

Sesampainya di dermaga, Pak Sani dengan sigap memasukkan barang-barang kami, serta menyambut Tika untuk duduk duluan beristirahat di dalam kapal. Aku terkejut dengan tangan seseorang yang menyentuh pundakku. Aku menoleh.

"Hei guys." aku menjabat tangan mereka.

"Is your wife doing well?"

"Not good but not bad either. I have to bring it back to check it in hospital." jelasku.

Mereka berdua hanya menganggukan kepala mereka.

"Thank you for your generosity and sorry for ruining your day." sesalku.

"Yeah of course! You have to take care of your wife. Maybe next time we will meet again. Take care!" Ucap lelaki yang satunya lagi.

Lalu aku segera melangkahkan kaki ku memasuki kapal dan meninggalkan mereka serta pulau itu. Mungkin suatu saat nanti aku akan membawa kembali istri dan anakku ke pulau ini, batinku.

Di sepanjang perjalanan dalam kapal, aku hanya memeluk Tika dari belakang, mengelus bahunya dengan lengan yang ku kalungkan pada leher depannya. Sesekali ku kecup belakang puncak kepalanya.

Max terlihat sibuk dengan ponselnya. Sesekali ponselnya berbunyi dan Max mengangkat nya, lalu berbicara sebentar, lalu sibuk lagi menekan-nekan layar ponselnya.

Sedangkan Papa sedang menelpon asisten nya untuk memesan tiket pesawat kami pulang.

"Kita nanti mampir makan dulu ya Pak? Cari menu-menu yang hangat berkuah." pinta Papa saat memasuki mobil.

Pak Sani segera mengiyakan permintaan Papa. Dengan kecepatan sekitar 60Km/jam selama beberapa menit kami telah sampai di ibukota. Lalu mampir makan disebuah resto ternama, kata Papa.

"Wah Pak Sani masih ingat aja sama resto ini. Iya iya, masih kokoh ya?" takjub Papa.

"Iya dong Pak masih ingat, soalnya saya kalo ke kota sama istri juga makan disini. Bener kata Bapak soal rasanya, istri saya saja sampai bingung kenapa bisa seenak itu dan selalu bikin nagih Pak." cerita Pak Sani.

Papa tertawa gagah sambil keluar dari mobil. Kami pun berjalan mengikuti langkah Papa dari belakang.

Tika berjalan dengan merangkul tangan Max. Ya aku akui, Max memang sangat menyayangi adik nya itu dan Tika pun sangat menghormati Max. Jika bukan karena Max, tidak mungkin aku bisa menikahi Tika dan memiliki kehidupan selanjutnya dengannya.

Aku tersenyum malu jika mengingat prosesi nikahku seminggu yang lalu.

"Sayang! Sini! ngapain sih jalan sendiri senyum-senyum?" tegur Tika membuyarkan senyuman malu ku.

"Ga bakalan ada yang ngira kalo aku gila kok gara-gara senyum sendiri. Lagian keren begini masa gila." sewotku sambil tetap terus melangkah mengikuti jalan mereka.

Setelah selesai makan kami melanjutkan perjalanan kami lagi menuju bandara. Kami sudah mendapatkan tiket pulang berkat kegesitan asisten Papa dan kembali mendapatkan kursi di business class.

Dari semenjak kami meninggalkan pulau dan akhirnya duduk menikmati penerbangan kami kembali, tidak ada aku mendengar Tika mengeluh akan sakit perut nya itu. Dan dia hanya terdiam saja duduk disebelahku namun tidak pula tidur. Tangannya masih saja seperti yang sudah-sudah, merangkul lenganku dan bersandar pada lenganku.

"Sini aku angkat dulu sandaran tangannya." ucapku lalu mengangkat sandaran tangan itu agar kami berdua lebih leluasa.

Dia kembali pada ku, namun kini dia memeluk tubuhku erat. Aku kecup keningnya.

"Sayang, pulang ini kita tidur dimana?" lirihnya pelan.

"Dirumah kamu dulu aja ya? Kasian juga Mamah kan sendirian." usulku.

Tika mengangguk.

"Nanti kalo kamu udah agak sehatan, kita jalan buat liatin rumah kita ya?" ku kecup lagi puncak kepalanya.

"Iya, trus kan masih berminggu-minggu lagi cuti kita baru kelar. Kita ngapain dong?" ditatapnya wajahku kini di rangkul nya lenganku.

"Kan kita bisa ke mall, belanja, hangout bareng anak-anak, trus bisa bikin anak juga."

"Kamu ih, pikirannya bikin anak mulu. Kenapa mesti anak anak anak terus. Bosen dengernya." sewot nya.

Aku agak syok mendengar omelannya. Aku tarik dagunya untuk melihat wajahnya yang sudah berkerut dimana-mana karena kekesalannya.

"Kamu kenapa sih? Kalo aku bahas masalah anak pasti kayak gini." omelku terkontrol.

"Ya bosen aja denger pikiran kamu ke sana mulu." ketusnya sambil melepaskan rangkulannya pada lenganku tadi.

"Bosen? Kita baru seminggu loh jadi suami istri, trus kamu udah bosen aja?" aku makin emosi.

"Bukan sama kamu bosen nya, tapi sama arah obrolan kamu, mengarahnya ke situ terus." sahutnya lagi dengan membuang wajahnya, ga mau ngeliatin aku.

"Loh memang salah kalo suami ngebahas masalah bikin anak? Wajar dong, aku pingin punya anak dari kamu." jelasku tegas.

"Oh jadi kamu nikahin aku cuman kepingin bikin anak?" suara Tika mulai menyaring dan tidak terkontrol.

"Sssttt kalian berdua ini kenapa sih? Bisa pelan kan? Kedengeran tau. Kalian mau semua orang disini makin denger jelas?" tegur Max yang berada di kursi depan kami.

Tika membuang nafasnya kasar, melipat kedua tangannya di dada. Aku pun ikut terbawa emosi mendengar setiap kalimat yang di lontarkan mulutnya. Ku hembuskan nafasku panjang, ku tutup mata ku dan aku mencoba untuk tenang sampai akhirnya aku terlelap.

"Jeff bangun Jeff, kita udah landing.." suara Max sambil menggoyangkan tubuhku.

Aku membuka mataku, aku langsung menoleh melihat ke arah kursi Tika, kosong.

"Tika mana?" tanyaku pada Max.

"Dia udah keluar duluan begitu pintu di buka, Papa udah nyusulin dia juga kok." jelas Max.

Dia ngembek nih? Batinku.

Aku dan Max pun segera keluar dari pesawat itu. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, suasana di dalam mobil begitu hening. Papa tidak juga menyalakan musicnya saat menyetir. Sedang Max pun asik melihat jalanan malam dan juga tidak berbicara apapun.

Istriku?

Dia asik menghadapkan dirinya ke jendela, melihat jauh keluar jendela dengan serius hingga sampai didepan rumahnya.

Mamah Ida dan Mama terlihat menyambut kami didepan pintu, setelah berpelukan sebentar Tika langsung melangkahkan kaki nya, pamit untuk beristirahat.

Pagi harinya aku terkejut begitu bangun dari tidurku. Tika sudah tidak ada di atas ranjang. Ya semalam dia memang tidur di sampingku tapi tidak sambil memelukku seperti biasanya, melainkan memeluk guling. Namun dia tidak tidur dengan membelakangiku, hanya saja sepertinya guling itu terlalu menggoda untuknya. Mungkin.

Aku segera bangun. Setelah selesai mencuci wajah dan menggososk gigi, aku turun untuk mencarinya. Ku temukan sosok nya berdiri di dapur, sedang membuat kopi di mesinya.

Ku dekati pelan lalu ku kalungkan kedua tanganku di perutnya, dia tidak kaget atau pun mengelak. Lalu ku benamkan wajahku di antara tengkuk lehernya.

"Maaf ya sayang, aku emosi tadi malam. Aku ga ada maksud buat ngebentak kamu." ku kecup tengkuk lehernya lama.

Tika tidak menyahut, dia masih saja terfokus pada kopi di tangannya. Aku mengeratkan pelukkan ku.

"Hari ini kita check-up ya, kita periksain kenapa perut kamu kemaren bisa sampai sakit begitu. Aku takut perut kamu...."

"Perut aku baik-baik aja. Mungkin cuman gara-gara telat makan aja." sahutnya tegas.

"Enggak enggak enggak, kita tetep harus periksain. Mamah bikinin kalian sarapan dulu, sekarang kalian mandi trus siap-siap. Dan kamu berhenti coffee morning!" sahut Mamah lalu mencomot cangkir kopi dari tangan Tika lalu menumpahkan isi nya ke westafel.

Aku yang melihat itu refleks melepaskan pelukkanku. Aku tidak berani bersuara lagi. Mamah Ida ini sekali tegas ya tegas, agak menakutkan.

"Mamah! Itu kopi buat Jefri!!" jerit Tika mengerutkan keningnya.

Mamah kaget.

"Kopi nya buat beneran buat aku?" tanyaku cepat menoleh pada Tika.

Tanpa menyahut Tika langsung berlalu, pergi meninggalkan aku berdua dengan Mamah.

"Sorry Mamah ga tau klo itu buat kamu.." lirih Mamah.

"Jangankan Mamah, aku juga ga tau kalo itu buat aku Mah.." sahutku cepat.

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Salah paham. Tika nggak mau, obrolan suami isteri isinya ke hubungan intim saja. Malu lah.

2020-10-22

0

es dawet

es dawet

ada apa dgn tika....kok aq jd sedih ya

2020-06-27

1

Firdaus Azzahir

Firdaus Azzahir

apa ada masalah sama rahim tika ya, tiap bahas anak bawaannya BT mulu

2019-12-20

3

lihat semua
Episodes
1 Eps 1
2 Eps 2
3 Eps 3
4 Eps 4
5 Eps 5
6 Eps 6
7 Eps 7
8 Eps 8
9 Eps 9
10 Eps 10
11 Eps 11
12 Eps 12
13 Eps 13
14 S2 - Eps 14
15 S2 - Eps 15
16 S2 - Eps 16
17 S2 - Eps 17
18 S2 - Eps 18
19 S2 - Eps 19
20 S2 - Eps 20
21 S2 - Eps 21
22 S2 - Eps 22
23 S2 - Eps 23
24 S2 - Eps 24
25 S2 - Eps 25
26 S2 - Eps 26
27 S2 - Eps 27
28 S2 - Eps 28
29 S2 - Eps. 29
30 S2 - Eps 30
31 S2 - Eps 31
32 S2 - Eps 32
33 S2 - Eps 33
34 S2 - Eps 34
35 S2 - Eps 35
36 S2 - Eps 36
37 S2 - Eps 37
38 S2 - Eps 38
39 S2 - Eps 39
40 S2 - Eps 40
41 S2 - Eps 41
42 S2 - Eps 42
43 S2 - Eps 43
44 S2 - Eps 44
45 S2 - Eps 45
46 S2 - Eps 46
47 S2 - Eps 47
48 S2 - Eps 48
49 S2 - Eps 49
50 S2 - Eps 50
51 S2 - Eps 51
52 S2 - Eps 52
53 S2 - Eps 53
54 S2 - Eps 54
55 S2 - Eps 55
56 S2 - Eps 56
57 S2 - Eps 57
58 S2 - Eps 58
59 S2 - Eps 59
60 S2 - Eps 60
61 S2 - Eps 61
62 S2 - Eps 62
63 S2 - Eps 63
64 S2 - Eps 64
65 S2 - Eps 65
66 S2 - Eps 66
67 S2 - Eps 67
68 S2 - Eps 68
69 S2 - Eps 69
70 S2 - Eps 70
71 S2 - Eps 71
72 S2 - Eps 72
73 S2 - Eps 73
74 S2 - Eps 74
75 S2 - Eps 75
76 S2 - Eps 76
77 S2 - Eps 77
78 S2 - Eps 78
79 S2 - Eps 79
80 S2 - Eps 80
81 S2 - Eps 81
82 S2 - Eps 82
83 S2 - Eps 83
84 S2 - Eps 84
85 S2 - Eps 85
86 S2 - Eps 86
87 S2 - Eps 87
88 S2 - Eps 88
89 S2 - Eps 89
90 S2 - Eps 90
91 S2 - Eps 91
92 S2 - Eps 92
93 S2 - Eps 93
94 S2 - Eps 94
95 S2 - Eps 95
96 S2 - Eps 96
97 S2 - Eps 97
98 S2 - Eps 98
99 S2 - Eps 99
100 S2 - Eps 100
101 S2 - Eps 101
102 S2 - Eps 102
103 S2 - Eps 103
104 S2 - Eps 104
105 S2 - Eps 105
106 S2 - Eps 106
107 S2 - Eps 107
108 S2 - Eps 108
109 S2 - Eps 109
110 S2 - Eps 110
111 S2 - Eps 111
112 S2 - Eps 112
113 S2 - Eps 113
114 S2 - Eps 114
115 S2 - Eps 115
116 S2 - Eps 116
117 S2 - Eps 117
118 S2 - Eps 118
119 S2 - Eps 119
120 S2 - Eps 120
121 S2 - Eps 121
122 S2 - Eps 122
123 S2 - Eps 123
124 S2 - Eps 124
125 S2 - Eps 125
126 S2 - Eps 126
127 S2 - Eps 127
128 S2 - Eps 128
129 S2 - Eps 129
130 S2 - Eps 130
131 S2 - Eps 131
132 S2 - Eps 132
133 S2 - Eps 133
134 S2 - Eps 134
135 S2 - Eps 135
136 S2 - Eps 136
137 S2 - Eps 137
138 S2 - Eps 138
139 S2 - Eps 139
140 S2 - Eps 140
141 S2 - Eps 141
142 S2 - Eps 142
143 S2 - Eps 143
144 S2 - Eps 144
145 S2 - Eps 145
146 S2 - Eps 146
147 S2 - Eps 147
148 Eps 148
149 S3 - Eps 149
150 S3 - Eps 150
151 S3 - Eps 151
152 S3 - Eps 152
153 S3 - Eps 153
154 S3 - Eps 154
155 S3 - Eps 155
156 S3 - Eps 156
157 S3 - Eps 157
158 S3 - Eps 158
159 S3 - Eps 159
160 S3 - Eps 160
161 S3 - Eps 161
162 S3 - Eps 162
163 S3 - Eps 163
164 S3 - Eps 164
165 S3 - Eps 165
166 S3 - Eps 166
167 S3 - Eps 167
168 S3 - Eps 168
169 S3 - Eps 169
170 S3 - Eps 170
171 S3 - Eps 171
172 S3 - Eps 172
173 S3 - Eps 173
174 S3 - Eps 174
175 Eps 175
176 Eps 176
177 Eps 177
178 Eps 178
179 Eps 179
180 Eps 180
181 Eps 181
182 Eps 182
183 Eps 183
184 Eps 184
185 Eps 185
186 Eps 186
187 Eps 187
188 Eps 188
189 Eps 189
190 Eps 190
191 Eps 191
192 Eps 192
193 Eps 193
194 Eps 194
195 Eps 195
196 Eps 196
197 Eps 197
198 Eps 198
199 Eps 199
200 Eps 200
201 Eps 201
202 Eps 202
203 Eps 203
204 Eps 204
205 Eps 205
206 Eps 206
207 Eps 207
208 Eps 208
209 Eps 209
210 Eps 210
211 Eps 211
212 Eps 212
213 Eps 213
214 Eps 214
215 Eps 215
216 Eps 216
217 Eps 217
218 Eps 218
219 Eps 219
220 Eps 220
221 Eps 221
222 Eps 222
223 Eps 223
224 Ending Part
225 The End
Episodes

Updated 225 Episodes

1
Eps 1
2
Eps 2
3
Eps 3
4
Eps 4
5
Eps 5
6
Eps 6
7
Eps 7
8
Eps 8
9
Eps 9
10
Eps 10
11
Eps 11
12
Eps 12
13
Eps 13
14
S2 - Eps 14
15
S2 - Eps 15
16
S2 - Eps 16
17
S2 - Eps 17
18
S2 - Eps 18
19
S2 - Eps 19
20
S2 - Eps 20
21
S2 - Eps 21
22
S2 - Eps 22
23
S2 - Eps 23
24
S2 - Eps 24
25
S2 - Eps 25
26
S2 - Eps 26
27
S2 - Eps 27
28
S2 - Eps 28
29
S2 - Eps. 29
30
S2 - Eps 30
31
S2 - Eps 31
32
S2 - Eps 32
33
S2 - Eps 33
34
S2 - Eps 34
35
S2 - Eps 35
36
S2 - Eps 36
37
S2 - Eps 37
38
S2 - Eps 38
39
S2 - Eps 39
40
S2 - Eps 40
41
S2 - Eps 41
42
S2 - Eps 42
43
S2 - Eps 43
44
S2 - Eps 44
45
S2 - Eps 45
46
S2 - Eps 46
47
S2 - Eps 47
48
S2 - Eps 48
49
S2 - Eps 49
50
S2 - Eps 50
51
S2 - Eps 51
52
S2 - Eps 52
53
S2 - Eps 53
54
S2 - Eps 54
55
S2 - Eps 55
56
S2 - Eps 56
57
S2 - Eps 57
58
S2 - Eps 58
59
S2 - Eps 59
60
S2 - Eps 60
61
S2 - Eps 61
62
S2 - Eps 62
63
S2 - Eps 63
64
S2 - Eps 64
65
S2 - Eps 65
66
S2 - Eps 66
67
S2 - Eps 67
68
S2 - Eps 68
69
S2 - Eps 69
70
S2 - Eps 70
71
S2 - Eps 71
72
S2 - Eps 72
73
S2 - Eps 73
74
S2 - Eps 74
75
S2 - Eps 75
76
S2 - Eps 76
77
S2 - Eps 77
78
S2 - Eps 78
79
S2 - Eps 79
80
S2 - Eps 80
81
S2 - Eps 81
82
S2 - Eps 82
83
S2 - Eps 83
84
S2 - Eps 84
85
S2 - Eps 85
86
S2 - Eps 86
87
S2 - Eps 87
88
S2 - Eps 88
89
S2 - Eps 89
90
S2 - Eps 90
91
S2 - Eps 91
92
S2 - Eps 92
93
S2 - Eps 93
94
S2 - Eps 94
95
S2 - Eps 95
96
S2 - Eps 96
97
S2 - Eps 97
98
S2 - Eps 98
99
S2 - Eps 99
100
S2 - Eps 100
101
S2 - Eps 101
102
S2 - Eps 102
103
S2 - Eps 103
104
S2 - Eps 104
105
S2 - Eps 105
106
S2 - Eps 106
107
S2 - Eps 107
108
S2 - Eps 108
109
S2 - Eps 109
110
S2 - Eps 110
111
S2 - Eps 111
112
S2 - Eps 112
113
S2 - Eps 113
114
S2 - Eps 114
115
S2 - Eps 115
116
S2 - Eps 116
117
S2 - Eps 117
118
S2 - Eps 118
119
S2 - Eps 119
120
S2 - Eps 120
121
S2 - Eps 121
122
S2 - Eps 122
123
S2 - Eps 123
124
S2 - Eps 124
125
S2 - Eps 125
126
S2 - Eps 126
127
S2 - Eps 127
128
S2 - Eps 128
129
S2 - Eps 129
130
S2 - Eps 130
131
S2 - Eps 131
132
S2 - Eps 132
133
S2 - Eps 133
134
S2 - Eps 134
135
S2 - Eps 135
136
S2 - Eps 136
137
S2 - Eps 137
138
S2 - Eps 138
139
S2 - Eps 139
140
S2 - Eps 140
141
S2 - Eps 141
142
S2 - Eps 142
143
S2 - Eps 143
144
S2 - Eps 144
145
S2 - Eps 145
146
S2 - Eps 146
147
S2 - Eps 147
148
Eps 148
149
S3 - Eps 149
150
S3 - Eps 150
151
S3 - Eps 151
152
S3 - Eps 152
153
S3 - Eps 153
154
S3 - Eps 154
155
S3 - Eps 155
156
S3 - Eps 156
157
S3 - Eps 157
158
S3 - Eps 158
159
S3 - Eps 159
160
S3 - Eps 160
161
S3 - Eps 161
162
S3 - Eps 162
163
S3 - Eps 163
164
S3 - Eps 164
165
S3 - Eps 165
166
S3 - Eps 166
167
S3 - Eps 167
168
S3 - Eps 168
169
S3 - Eps 169
170
S3 - Eps 170
171
S3 - Eps 171
172
S3 - Eps 172
173
S3 - Eps 173
174
S3 - Eps 174
175
Eps 175
176
Eps 176
177
Eps 177
178
Eps 178
179
Eps 179
180
Eps 180
181
Eps 181
182
Eps 182
183
Eps 183
184
Eps 184
185
Eps 185
186
Eps 186
187
Eps 187
188
Eps 188
189
Eps 189
190
Eps 190
191
Eps 191
192
Eps 192
193
Eps 193
194
Eps 194
195
Eps 195
196
Eps 196
197
Eps 197
198
Eps 198
199
Eps 199
200
Eps 200
201
Eps 201
202
Eps 202
203
Eps 203
204
Eps 204
205
Eps 205
206
Eps 206
207
Eps 207
208
Eps 208
209
Eps 209
210
Eps 210
211
Eps 211
212
Eps 212
213
Eps 213
214
Eps 214
215
Eps 215
216
Eps 216
217
Eps 217
218
Eps 218
219
Eps 219
220
Eps 220
221
Eps 221
222
Eps 222
223
Eps 223
224
Ending Part
225
The End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!