Jefri POV.
"Apa lagi sih?" bentakku.
"Jadi kamu ninggalin aku karena cewek itu? Pantes ya waktu ketemu dia di mall kamu kayak kebakaran jenggot."
Aku menyeret tangan Paula untuk keluar dari lobby rumah sakit, "Kita udah ga ada hubungan lagi, aku udah nikah sama Tika. Jadi tolong, jangan bikin kacau."
"Kamu yang bikin kacau. Aku pikir kita udahan bukan karena ada orang ketiga. Tapi..."
"Jangan pernah kamu bilang dia orang ketiga. Inget, dia istri aku sekarang." selaku makin emosi.
"Aku salah apa sih Jeff sama kamu? Jadi sampe kamu giniin aku?"
"Kamu hamil di saat kita break. Kamu pikir aku ga tau? Dan kamu balik ke aku dengan kondisi hamil yang kamu tutup-tutupin dari aku. Trus hilang beberapa bulan saat kita pacaran lagi dan balik-balik kamu bilang kamu adopsi anak bayi. Dan ternyata itu bukan anak adopsi, tapi anak kamu sendiri, darah daging kamu. Dan bodohnya aku lagi, mau aja terus ngejalanin hubungan sama kamu bertahun-tahun. Dan untungnya kamu juga ga pernah mau aku ajakin nikah. Trus kalo hubungan yang begitu mau diapain? Ayo jawab!!" kesalku.
Paula menangis. Aku masih mencengkram kedua tangannya. Dari kejauhan ku lihat Haikal berjalan menjauh meninggalkan mobilku. Ku lepaskan cengkraman tanganku.
"Aku kepingin nikah, kepingin hidup berkeluarga, punya anak dari darah daging ku sendiri. Bukan ngurusin ngebesarin anak orang. Aku mau jadi diri aku sendiri. Kamu gak sadar selama ini nuntut aku jadi orang lain? Jadi Papi nya anak ituu! Kamu sadar kan?" bentakku yang mulai meledakkan amarahku.
"Aku harap anak itu amnesia sama aku, biar dia bisa cari bapaknya sendiri. Bukan cari aku lagi." tegasku lalu pergi meninggalkan Paula yang lemas terduduk sambil menangis sesegukkan.
"Kenapa dia?" tanya Haikal yang berpapasan padaku.
"Tau deh, masih aja ga terima kenyataan." jawabku refleks.
"Gua sebenarnya males ikut campur lagi, tapi kayaknya lu harus ceritain ini ke Mamah dan orangtua lu. Biar semua nya bisa ambil sikap kalo sesuatu terjadi ke depannya nanti. Buat jaga-jaga kalian berdua juga.." saran Haikal.
"Iya gua ngerti, makasih ya." ucapku sambil membuang nafas kasar.
"Iya, hati-hati dijalan." ucap Haikal lalu memeluk ku dan kami pun berpisah, aku menuju mobil, Haikal menuju ruang UGD nya.
Begitu memasuki mobil, Tika tidak mencercaku dengan pertanyaannya. Dia hanya tersenyum dan diam. Begitu pula dengan Mamah.
"Kita langsung pulang kan?" tanyaku.
Ku lihat di spion Mamah asik dengan ponselnya, ku lihat Tika, dia menatapku sambil mengangguk.
**
Dua hari berlalu. Akhirnya pagi ini aku dapat timing yang pas buat cerita ke Mamah, sesuai saran Haikal. Ya setidaknya untuk memcegah hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Tika sedang jogging. Seperti biasa Mamah menyiapkan sarapan dan mengupas buah-buahan untuk Tika. Sejak kami menikah, Mamah memang seperti memanjakan ku di rumah ini. Kata Tika sih Mamah memang kayak gitu, soalnya Mamah nyari kesibukan. Kebiasaan banyak aktivitas.
Ku ceritakan siapa Paula pada Mamah, ku ceritakan pula bagaimana pertemuan aku dengan anak perempuannya. Disini aku akui memang aku yang memiliki hati untuk mendua. Namun ku jelaskan pula jika Tika sempat menjauhiku dan kami sampai lose contact.
Ku ceritakan semuanya sedetail-detailnya, namun tidak pada bagian 21+ yang kami lakukan sebelum menikah. Mamah sempat terlihat emosi, namun beliau dengan bijak bisa menahannya sampai akhirnya beliau kembali dapat mengontrol perasaannya.
"Oh jadi gitu, trus hasil DNA nya udah keluar?" tanya Mamah antusias.
"Udah kok Ma, cuman belum aku ambil aja. Rencananya aku mau nemuin bapaknya anak itu lagi. Aku mau bawa dia buat ketemu anaknya itu. Tapi aku masih ragu, apa kalo gitu gak bikin aku tambah semakin kejerat masuk dalam lingkup mereka.."
"Iya sih serba salah kalo ada di posisi kamu, Mamah ngerti. Tapi lebih baik kamu cukup sampai sini aja bantuinnya, terserah bapaknya aja, mau ketemu anaknya apa enggak. Cukup kamu anterin aja hasil DNA nya, udah deh." saran Mamah.
Aku mengangguk, akhirnya aku bisa bernafas lega. Bisa menceritakan ini pada Mamah. Jadi jika ke depannya ada apa-apa, Mamah bisa membantuku menghandle sementara masalah ini. Sekarang tinggal menceritakannya pada kedua orangtua ku.
"Pagii.. Loh sayang udah bangun? Hm?" sapa Tika yang sudah ngos-ngosan lalu mencium pipiku.
"Iya udah, nih." ku sodorkan segelas air putih untuknya.
"Ngobrolin apaan sih tadi? Kayaknya seru banget."
"Ada deh, mau tau aja." selaku cepat.
Tika mengerutkan kedua alisnya lalu tersenyum.
"Obrolan antara mertua dan menantu!" sahutku lagi.
Tika tertawa. Ya hubungan ku dengan Tika sudah mulai mencair lagi. Dia tidak lagi bersikap cuek ataupun dingin padaku. Dua malam ini juga dia sudah kembali tidur dalam dekapanku.
"Kamu mau kopi? Biar aku bikinin.." tawarnya.
Ku lihat Mamah agak menjauh membuka kulkas, aku menggoda Tika.
"Aku maunya kamu.." lirihku.
Tika tertawa kencang.
"Tika!! Kenapa sih?" tegur Mamah.
"Ga papa Mah, Jefri ngelucu nih." sahutnya, aku tersenyum melihatnya.
"Mah, siang ini aku mau ajakin Tika ngeliatin progress rumah kami boleh ya?" izinku lagi sambil memakan roti sandwich yang dibuatkan Mamah.
"Ya kalian kalo mau jalan, ya jalan aja, ga usah pake izin-izin segala, kan kalian udah nikah udah sah, Tika udah punya kamu kok." jawab Mamah santai.
"Ya tetep harus bilang dong Mah, kan ini ruang lingkup rumah Mamah."
Mamah tertawa kecil, "Iya iya terserah kamu aja Jef.."
"Kita ngeliatin rumah ya?" tanyaku sambil menyentuh lengan Tika.
Dia menatapku sambil memasukkan buah melon ke dalam mulutnya perlahan. Aku yang melihat tingkahnya itu menjadi merasa sedikit terangsang. Entah karena memang otak ku yang terlalu mesum atau memang karena gerakkan nya yang sensual. Tapi kalau aku pikirkan sekali lagi, tidak ada yang salah dengan gerakkannya memakan melon itu. Oke fixed! Otak aku yang terlalu mesum!
"Owleh. Jham erapha?" jawabnya sambil mengunyah melon itu.
Aku menggelengkan kepala pelan melihat tingkahnya, "Jam 11an aja kita perginya, gimana?"
Dia hanya menganggukan kepalanya.
**
"Loh kata nya mau ngeliatin rumah? Ini kan bukan jalan ke arah rumah.." Tika menoleh padaku.
"Kita ke rumah Mama dulu. Ada yang mau aku omongin sama Mama. Ga papa kan?"
Tika hanya diam disampingku. Entah apa yang ada diotaknya, aku tersenyum kilas melihatnya yang masih menatapku.
Begitu sampai di rumah orangtua ku, kami masuk dengan santai. Mama yang sedang nonton televisi dengan Jordy spontan kaget dan Jordy langsung berlari menghampiri kami.
"Loh kok ga bilang sih kalo mau kesini?" seru Mama bangkit dari duduk nya.
"Memang kalo aku mau pulang ke rumah sendiri mesti izin dulu sekarang?" sahutku yang menggendong Jordy sambil mendekati Mamah mencium pipi Mama.
"Ya bukannya gitu, kan Mama bisa nyiapin apa gitu bukat kita makan."
"Ga usah repot-repot Ma.." sahut Tika mencium pipi Mama juga.
"Ini kenapa ini jagoan om siang-siang udah disini?" tanyaku gemas pada Jordy.
"Nemenin Oma cendilian." sahutnya.
"Sini sama Onty, kita main bola gimana?" ajak Tika.
"No no. Jordy main sendiri dulu yaa, Onty sama Om mau ngomong dulu sama Oma, ya?"
Jordy mengerucutkan bibirnya lalu beringsut minta diturunkan dari gendonganku. Jordy berlari menuju meja yang ada mainan miliknya lalu langsung asik dengan dunianya.
"Mau ngomong apa Dul?" tanya Mama sambil duduk kembali di sofa.
"Tab nya Jordy mana Ma?" tanyaku
"Ada ini."
"Jordy rebahan disitu main ini ya?"
Jordy menoleh padaku lalu matanya berbinar. Aku mengambil headphone ku yang dulu pernah ku simpan dibawah laci meja televisi. Lalu memasangkannya ke telinga Jordy setelah ku setel kenyaringan suaranya. Jordy rebahan sambil membuka YouTube dengan senang menonton acara kartunnya.
Aku duduk di samping Tika yang tadi sedang berbincang ringan dengan Mama.
"Ma, aku mau cerita sesuatu ke Mama. Tapi aku harap Mama bisa bijak. Aku cuman ga mau ke depannya nanti Mama mikir macem-macem. Nanti aku juga bakalan ngomong sendiri ke Papa. Cuman buat sekarang ke Mama dulu." ucapku memotong pembicaraan mereka.
"Kalian mau ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget, Mama jadi takut ini.."
"Tau nih, kamu mau ngomong apaan sih?" tanya Tika padaku heran.
"Loh Tika juga ga tau mau ngomongin apa?" kaget Mama lagi.
"Aku mau ceritain Paula." ucapku sambil menggenggam tangan Tika.
Lalu pandanganku beralih pada Mama.
"Siapa Paula?" ucap Mama syok.
Tika hanya menatapku dengan keheranan.
Ku mulai ceritaku dari saat aku pacaran dengan Paula dulu, sampai tiba-tiba Paula hilang, kembali dengan keadaan hamil yang di tutup-tutupi nya, lalu hilang lagi, kembali muncul lagi dengan status mengadopsi anak lalu memintaku untuk menganggap anak itu sebagai anakku. Sampai akhirnya aku mencoba mencari tahu sendiri tentang Paula dan anak itu.
Lalu aku juga menceritakan awal perkenalanku dengan Tika, sampai akhirnya aku memilih Tika untuk menjadi istriku. Tika meneteskan airmatanya saat aku menceritakan tentang dirinya dari segi pandanganku. Mama takjub dengan perjalanan hidup yang aku lalui, karena selama ini memang aku dekat dengan Mama, tapi aku belum pernah bercerita seperti ini dengannya.
Tika dan Mamah terus diam, hanya mendengarkan ceritaku tanpa sekalipun menyela omonganku. Sebenarnya aku takut menceritakan semua ini pada Mama. Tapi aku ingin Tika merasa aman, bukan hanya aman ditengah keluarganya, tapi juga ditengah keluargaku.
Dan seandainya suatu hari nanti Paula bersikap diluar nalar, Tika tau bahwa dirinya tidak salah. Dan aku tidak ingin dia berpikir bahwa dia lah yang telah menghancurkan hubunganku dengan Paula. Dan aku juga ingin dia tau, bahwa aku benar-benar tidak sanggup kehilangan dia dalam situasi apa pun.
"Trus waktu kamu ketemu dia tempo hari, kamu ngomong apa?" tanya Tika tiba-tiba padaku.
"Aku minta dia buat jangan ganggu kita. Aku tahu betul dia orang yang nekat. Makanya aku ceritain ini ke kamu dan Mama." jelasku lagi.
"Kamu masih ada rasa sama dia?" lirih Tika dan tangannya kembali bergetar, sudut matanya kembali meneteskan airmata.
Dengan cepat aku mendekapnya, membenamkan wajahnya di dadaku. Mama menatapku tajam.
"Jujur sama akuuu, kamu masih sayang kan sama dia?" tanyanya dalam isak tangisnya.
"Yang jelas aku ga mau kehilangan kamu dan aku ga rela....."
"Kamu masih sayang dia!!" teriak Tika sambil mendorongku.
Dia terlepas dari dekapanku. Entah dari mana dia mendapatkan kekuatan untuk mendorongku itu. Aku tersungkur, dadaku yang didorong nya terasa sakit.
Ku lihat amarah menyelimuti wajahnya. Dengan tangisnya yang mengaung-ngaung Mama memeluk Tika dari belakang. Mencoba menenangkannya.
"Dul.. Kamu sadar sudah bikin Tika sakit?" lirih Mama menatapku nanar.
"Aku cuman mau jujur Ma.."
"Jawab pertanyaan Tika kalo gitu! Kamu masih sayang sama perempuan itu?" Mama membentakku.
"Sayang please jangan kayak gini.." lirihku sambil berusaha menyentuh tangan istriku.
Tika menepis sentuhanku.
"Jawab Mama Dul!!! Mama ga pernah ya ngajarin kamu buat nyakitin hati perempuan. Dan sekarang Tika ini istri kamu. Kamu tau kewajiban kamu. Pertanyaan Tika simpel, jawaban nya hanya iya atau tidak. Jangan berbelit-belit." bentak Mama lagi.
Tika semakin menangis cecegukkan dalam dekapan Mama.
"Loh loh ada apa ini?" suara Papa mengagetkan kami semua, tapi tidak dengan Tika yang masih saja menangis.
"Mama ga nyangka Pa, anak kita ternyata masih punya hati sama mantannya." ketus Mama.
Papa menatapku, "Ada apa ini Dul?"
Aku tidak mampu lagi berkata-kata. Aku merasa sakit melihat kondisi Tika sekarang. Aku menyakitinya.
"Pa, tolong angkat Jordy ke kamar kita. Dia ketiduran itu." ucap Mama kembali menormalkan nada bicara nya.
Papa segera melepaskan tab dan headphone yang digunakan Jordy dan memindahkannya ke kamar. Lalu kembali lagi menuntut jawaban.
"Papa ga ngerti ada apa ini? Tika kenapa nangis?" Papa mulai panik.
Ku dengar Mama menghembuskan nafasnya kasar, aku tertunduk tidak berani menatap Mama.
"Ayo kamu ngomong ke Papa, ceritain semua yang tadi kamu ceritain itu." tegas Mama.
Perlahan aku mulai menceritakan semuanya ke Papa. Dari A sampai Z sampai aku bertemu dengannya tempo hari di rumah sakit. Papa terlihat bijak menanggapi ceritaku.
"Trus Tika kenapa?" tanya Papa.
"Tika cuman tanya, apa Dul masih ada rasa dengan wanita itu? Tapi Dul malah berbelit-belit menjawabnya." jelas Mama.
"Ma, aku ga ada rasa sama dia. Ga ada lagi. Yang ada cuman benci Ma." jelasku.
"Kenapa tadi ga dijawab begitu? Mama kasih tau ya, istri mana yang ga berpikiran macam-macam kalo cara kamu jawab pertanyaan simpel aja berbelit-belit. Harus nunggu Papa dulu baru kamu bisa tegas?"
"Dul, Papa mau ngomong empat mata sama kamu." Papa berdiri masuk ke dalam kamar tidur tamu.
"Sudah Nak ya, sudah." ucap Mama sambil menenangkan Tika yang tangisnya mulai mereda.
Aku berdiri menyusul Papa dengan perasaan kacau.
Papa menutup pintu kamar. Aku duduk di pinggir ranjang. Papa menarik kursi kecil yang ada, duduk menghadapku.
"Siapa nama mantan kamu tadi?" Papa mulai menanyaiku.
"Paula."
"Kamu yakin anaknya bukan anak kamu?"
"Yakin Pa, aku sudah tes DNA dan aku juga sudah dapat siapa ayah anak itu."
"Trus rencana kamu?"
"Aku ceritain ini semua ke Mama sama Papa biar kedepannya kalian percaya aku. Tadinya aku yang mau bawa langsung laki-laki itu ketemu anaknya. Tapi setelah aku pikir lagi, kalo aku masih mengurusi itu, secara ga langsung aku peduli dengan mereka dan itu bakalan nyakitin hati Tika."
"Kamu yakin sudah ga ada rasa buat Paula?"
"Aku cinta Tika Pa, cinta istri aku!"
"Trus kenapa waktu Tika tanya kamu jawabnya berbelit-belit? Suami itu harus tegas. Kamu ingatkan waktu dulu kamu minta Papa buat ngelamar Tika untuk kamu?"
Aku menganggukan kepalaku.
"Pertanyaan apa yang Papa ajukan ke kamu sebelum Papa penuhi keinginan kamu? Masih ingat kan?"
Aku mengangguk lagi.
"Jawaban kamu begitu cepat dan tegas. Membuat Papa dan Mama yakin kalau kamu sudah mampu membina keluarga kamu sendiri. Sekarang apa? Kamu jawab pertanyaan kayak gitu aja ga bisa tegas. Dan cuman gara-gara itu kamu nyakitin hati istri kamu loh! Cuman gara-gara itu, hal sepele menurut Papa, tapi enggak menurut istri kamu!"
"Jangan kamu pikir, hal-hal sepele itu bisa selesai dengan sendirinya. Perempuan itu halus perasaannya. Papa yakin kamu udah ngerti betul masalah itu." tambah Papa lagi.
Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar.
"Sekarang kamu bawa istri kamu ke kamar, tenangin dia, jelasin baik-baik. Pokoknya malam ini kamu sama istri kamu tidur disini. Nanti biar Mama kamu, Papa yang urus. Sekalian nanti Papa sama Mama ke rumah Mertua kamu buat ambilin beberapa baju Tika. Mertua kamu tau kan tentang mantan kamu ini? "
"Tau kok Pa, tadi pagi aku sempet cerita juga waktu Tika pergi jogging."
"Ya sudah, Papa cuman ga mau Mertua kamu atau pun Mama kamu ikut-ikutan. Kalian yang berumah tangga jadi kami hanya sebagai pemberi masukkan. Paham kan maksud Papa?"
"Iya Pa." lirihku pelan.
"Sudah sana, tenangin istri kamu." titah Papa.
Aku pun berdiri dan keluar dari kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wati_esha
Asyik deh Papanya Dul.
2020-10-22
0
es dawet
semangattt
2020-06-29
1
💐d@€ng🌸
semangat kk
2020-06-27
1