"Tuan! Saya sudah berhasil membawa nona ke basement parkiran, kami sudah berada didalam mobil dan segera kami akan membawanya jauh" ucap dari sesosok pria misterius sesaat sedang menelpon pada atasannya.
"Baiklah. Jangan sampai lengah kalian membawanya, anak itu pandai beladiri. Cepat bawa dia sebelum dia sadar!" titah sosok pria yang dipanggil tuan itu sekaligus akal bulus dari semua rencana.
"Baik, tuan. hey Josh, bagaimana keadaan dibelakang? Kalau dia sadar kau beri saja dia obat itu sekali lagi, kalau bisa dengan dosis yang lebih tinggi" kata pria misterius memanggil rekannya yang duduk dibelakang, Joshua.
Joshua menggeleng, "Gak bos, dia gak sadar, gue udah cek, anak itu benar-benar tidur" ucap Joshua sembari melihat wajah Lea yg udah terlelap, ia juga tak lupa untuk menutup mulutnya dengan selotip dan mengikat kedua tangan Lea dengan tali.
"Sipp, Aman bos!" ucap dengan isyarat tangan dan pria misterius itu pun mengangguk senyum sebagai balasan.
Setelah pria misterius itu mendengar perkataan dari atasannya diponsel, ia pun langsung mengakhiri pembicaraan nya lewat benda pipih itu lalu mematikan ponsel, ia mulai menyalakan mesin mobil, dengan kecepatan penuh pria misterius dan rekannya langsung bergegas menuju suatu tempat yang amat dibenci Lea.
.
.
Ditempat lain, atasan mereka mulai tersenyum tipis menyeringai sembari mengetuk-ngetuk jari jemarinya di atas meja, "Lea. Semoga kau bisa menuruti permintaanku yang terakhir ini. kau tidak akan bisa kabur lagi sekarang dan... semoga kau dapat mempertimbangkan semua hal dengan tepat"
***
Sementara itu.
"Leaa!" sahutnya memanggil.
Brakk....
Zana membuka pintu kantor ruangan Lea yang baru, ia sempat terperangah takjub melihat ruangan baru Lea.
"Wow ruangan manager aja bisa semewah ini. Gimana dengan ruangan bos rangga, pasti lebih mewah lagi tuh~" gumam Zana masih takjub dengan ruangan yang benar-benar terlihat mewah namun sederhana, minimalis.
Ia memasuki ruangan semakin dalam dan menyentuh mejanya dengan hati-hati, "oh ya, katanya ruangan manager dekat ruangan atasan ya, enaknya Lea bisa cuci mata memandangi wajah tampan bos Rangga dari celah-celah entahlah sepertinya itu memang didesain memiliki celah. Eh, Lea kemana?" gumam kecil saat menlisik suatu ruangan, dia nampak sedikit terkejut saat mendapati keberadaan Lea yang tak menampakkan batang hidungnya. Alih-alih tiba-tiba menghilang dalam sekejap.
"Kok ngilang..? Aihh padahal pengen ngasih tau jadwal rapat akan dimulai" ucap Zana merasa bingung. Dia menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak merasakan gatal sama sekali, ia merasa sedikit resah dengan sejumlah berkas-berkas berat ditangannya.
"Lea. Lea.. Lo dimana sih. woyy Lea!" teriak Zana yang terus memanggil nama Lea, namun sayang tidak ada sautan apapun darinya, suasana kantor Lea berubah menjadi hening sejenak . Zana pun hanya bisa memijat pelipisnya sembari menghela napas.
"Ck. Kutaruh disini saja, mungkin dia sedang ketoilet nanti kutelpon saja saat rapat dimulai" sahut Zana dalam hati saat dirinya tengah bertopang dagu. Setelah menaruhnya ia kembali bergegas dengan terburu-buru ke ruangan rapat untuk Preparing Meeting.
.
.
.
Pada saat rapat ingin dimulai, Lea tetap tidak menunjukkan tanda-tanda kehadirannya, Rangga yang menyadarinya pun bertanya pada Zana, ia mendekat padanya sejenak untuk berbisik.
"Zana, kau temannya manager fujisawa kan?" tanya Rangga. Dia merasa sedikit cemas dengan Lea yang tidak hadir. Wajar saja jika Rangga cemas karena pada pertemuan rapat penting lain Lea selalu hadir.
"Iya, pak. Ada apa?" balas Zana.
"Tumben sekali. Bukankah ini rapat penting kenapa Manager Lea tidak hadir? Apa dia sakit? Oh ya, tadi kau bilang Manager Lea di toilet, kenapa hari ini Lea tidak keluar, ini sudah hampir lewat satu jam lebih loh?" katanya sambil sesekali melihat jam ditangannya. Serangkaian rentetan pertanyaan itu memikul Zana, dia bahkan juga tidak tau dengan keberadaan Lea sekarang. Mau tidak mau ia harus menjawab apa adanya.
"Saya juga tidak tau pak, saya pikir dia ditoilet. dua jam yang lalu waktu saya masuk kedalam ruangannya dia memang sudah tidak ada didalam ruangannya" ucap Zana menundukkan kepala seraya menjelaskan secara kronologis. Setelah mendengarnya Rangga langsung berpikir sejenak, dia mulai menyadari suatu hal yang mengganjal.
"Hmm, tapi apa kau sudah menelponnya?"
"Belum, saya lupa saat itu" Zana menggelengkan kepalanya pelan.
"Yasudah, kamu hubungi dia dulu"
Zana mengangguk, "Baik, pak"
.
.
Namun saat ditelpon.
Tutt... Tuttt...
Tidak ada jawaban sama sekali dari Lea sampai membuat Zana cemas sekaligus khawatir, ia pun langsung menelponnya berkali-kali tapi hasilnya tetap sama.
Panggilan yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi.
Zana menoleh pada Rangga dengan tatapan syok khawatir yang membuat Rangga berkedut dan bertanya tapi Zana menggeleng sekali lagi.
"Belum pak, sudah saya telpon berkali-kali tapi tetap belum diangkat" ungkap Zana sampai membuat Rangga ikut cemas, alisnya menurun. mau tidak mau dia pun harus melakukan sesuatu demi Lea.
Rangga berdiri dari meja rapat membuat seluruh perhatian orang-orang didalam ruangan itu terpusat pada dirinya, "Mohon maaf semuanya, rapat ini akan diundurkan untuk sementara karna beberapa dari kami ada yang tidak menghadiri pertemuan ini!" ucap Rangga dengan sopan, membuat semua orang lain yang hadir itu pu tercengang seketika. Mereka protes dengan rapat penting yang diundurkan secara mendadak tapi Rangga langsung memberikan pernyataan khusus dengan jelas pada asistennya untuk menggantikan dirinya, dia memakai jas nya dan langsung pergi dari ruang rapat terburu-buru dengan Zana yang mengikuti dari belakang. Kekhawatiran itu merebak sampai menyuruh beberapa bawahan yang lain untuk mengerahkan pencarian Lea melalui alat komunikasi canggihnya.
Ia juga sempat melihat kamera pengawas dan benar saja Lea hilang akibat diculik oleh seseorang pria misterius yang berpakaian hitam dan juga rekannya. Setelah melihatnya secara langsung kedua telapak tangannya mengepal dan giginya yang saling bertumpu, kecemasan itu bukan karena kecemasan bos saat karyawan kesukaannya menghilang. Lebih dari itu. Kecemasan yang bercampur dengan amarah.
.
.
Di dalam bagasi mobil penculikan.
Lea tersadar dengan mulutnya yang dibekap selotip hingga tangan dan kaki yang diikat tali. "Dimana ini? Bagasi mobil? " ucap Lea dalam hati saat membuka mata, pandangan menelisik di suatu tempat yang gelap sempit dan merasakan adanya getaran melaju kencang.
"Sial, sepertinya aku dibawa paksa oleh bawahan ayah" ucap dalam hati menebak saat dirinya mengingat-ingat wajah seseorang sebelum dibius. Merasa kesal dan semakin membenci seseorang.
Lea sudah berusaha untuk melepaskan ikatan tali sampai tergores dan mengeluarkan sedikit cairan kental berwarna merah ditangan. Hingga pada saat itu ia hanya bisa terdiam meringkuk pasrah sampai meneteskan beberapa air bening dari sudut matanya.
Apakah ini adalah akhir? Jika iya biarkan aku mengakhirinya saat pernikahan itu dimulai, aku tidak ingin hidup bersama bajingan itu dan aku benar-benar membenci pria yang tidak pantas disebut ayah. batinnya bermonolog dengan pandangan putus asa. Rasa pasrah dan amarah kebencian mulai muncul disaat yang bersamaan.
Mobil yang berwarna silver itu melaju cepat sampai ditempat mansion besar dan mewah, Kenichi yang merupakan ayah kandungnya merasa senang dengan kepulangan Lea secara paksa. Dia langsung mengurung Lea di suatu tempat ruang bawah tanah sampai hari itu tiba tapi Lea memberontak sesaat sebelum dirinya dikurung.
"Lepasin, brengsek! Gue mau pulang!!!" teriak Lea dengan lantang keras sampai terdengar oleh Kenichi yang berada diatas tangga. Biarpun Lea sudah berteriak sekuat tenaga untuk dilepaskan, tapi para bawahan itu tetap mengacuhkannya dan menggenggam erat tali yang dipegang. Bahkan mereka juga tak segan-segannya menendang kaki Lea dari belakangnya hingga terjatuh.
Brukkk...
"Aww!" lirih kecil, wanita itu mengerang menahan kesakitan. Kakinya yang ditendang terlalu keras itu sedikit membiru perlahan menimbulkan memar.
Sementara kedua pria yang melihat nampak sangat menikmati aksi penindasannya, "Bangunlah pemalas. Kau bukan anak kecil, jangan bertindak manja~!" ucap dari salah satu pria, yang seketika langsung menarik tali hingga dengan kencang membuat Lea terangkat dengan paksa.
"Uhh.. "rintih Lea yang perlahan bangkit dengan sendirinya. menopang tubuh dengan tertatih-tatih.
"Seru sekali"pria itu terkekeh, dan menertawai Lea dengan sinis, dia merasa sangat puas.
Lea menatap tajam, memicingkan matanya kearah mereka seakan-akan dapat membunuh mereka berdua.
"Cih. Hentikan tatapan jijik mu itu, dasar jalang!"ketus Joshua dengan yang semakin menarik tali itu dengan kencang.
.
.
Setelah sampai, Kenichi tampak senang dari raut mukanya puas dan langsung menghampiri Lea dengan beberapa sambutan hangat hingga beberapa tepukan tangan.
"Lea. Putri kesayanganku akhirnya pulang, ayah benar-benar kangen padamu!" teriak Kenichi basa-basi dengan senang tapi tidak dengan Lea yang menatapnya dingin penuh aura kebencian yang pekat. seakan tatapan itu memiliki arti "Dasar ayah brengsek! matilah, melihatmu yang tidak mati adalah sungguh pemandangan yang memuakkan"
"Heii, jangan menatapku begitu dong, apa kau tidak kangen pada ayah?" masih berusaha senyum.
"Hahahaha. Kenapa aku harus kangen? apalagi kangen kepada ayah kandung yang tiba-tiba menculik anak kandungnya sendiri, sungguh konyol! " ucapnya menebak penuh penekanan. Kenichi sudah menduga setelah mendengar perkataannya, dia hanya membentuk lekuk senyuman yang perlahan melebar.
"Hmm, begitu ya, biarpun kau sudah menduganya tapi emm supaya kau tidak kabur. Aku hanya akan mengurungmu diruang bawah tanah, perjodohan itu penting dan tenang saja kurungan itu hanya beberapa saat sebelum persiapannya dimulai minggu depan" sahutnya enteng, tapi sudah membuat Lea terkejut, tanpa pikir panjang Lea langsung bersikeras menolak.
"Apa-apaan ini! Aku tidak sudi menikah dengan bajingan itu. Tuan Kenichi, kau benar-benar ayah kandung yang buruk!" pekik Lea.
Sementara Kenichi hanya tersenyum puas mendengarnya, "Oh ya, padahal aku melakukan ini demi masa depan indah mu Lea."
"F*ck you"batin Lea.
Acuh tak acuh Lea hanya terdiam tidak ingin mendengar omong kosong seseorang. Tak punya banyak waktu lagi Kenichi langsung menyuruh kedua bawahan yang membawa Lea untuk dipindahkan keruangan bawah tanah gelap hanya ada sedikit lilin sebagai alat penerangan.
***
Sampai di ruangan bawah tanah.
Dappp... Aduhh...
Dilemparnya tak peduli dengan kesakitan ditubuh Lea yang masih mengerang. Kedua bawahan itu menatap sinis didekat pintu. "Selamat beristirahat, nona. Semoga sehat selalu" katanya penuh hinaan.
Brakkk...
Setelah pintu itu dikunci, mereka langsung pergi meninggalkan Lea sendirian didalam. Pada awalnya Lea berpikir sudah tidak ada jalan lagi untuk kabur tapi kini pandangannya menyipit beralih pada besi karat dibawah dekat kasur tua. Biarpun sedikit berbahaya karena karatnya tapi Lea tetap kukuh dan langsung menghampiri kasur tua itu dengan menyeret badannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments