Spring Love : First And Last Love Story

Spring Love : First And Last Love Story

PROLOG

Malam semakin larut.

pukul 02:30 lebih tepatnya dini hari.

Kesunyian merebak, kegelapan pun mulai mendominasi seiring dimatikannya beberapa penerengan lampu tiang ditepi jalan besar. Gadis itu hanya memanfaatkan beberapa tiang lampu yang masih menyala dipinggiran jembatan selebihnya diterangi oleh beberapa hiasan alam dilangit malam.

Dari atas pagar jembatan tinggi yang sudah reot dan tua itu. Berdiri seorang gadis yang masih memakai pakaian formal, dibalik tangannya yang mengepal kuat ia meremat sebuah kertas kecil. Jembatan yang ia tempati merupakan jembatan Golden Gate jembatan yang alih-alih begitu banyak perbincangan dan desas-desus tentang keangkerannya.

Biarpun jembatan itu memiliki nuansa bangsawan Eropa di Zaman Kerajaan kuno. Konon katanya jika jembatan tersebut telah memakan banyak korban bunuh diri semakin tinggi tiap bulan per harinya sehingga mereka menyebutnya langganan tempat bunuh diri yang paling aman ,alasan lainnya masih misterius dan tak banyak orang tahu.

...----------------...

SWOOSHHH.....

SHRASHHH....

Seorang gadis berambut lurus panjang berwarna coklat gelap itu memandang lurus kebawah, menatap arus deras sungai yang perlahan berhenti semakin lekat bagai cermin.

Mimik gadis itu begitu pucat, seperti mayat sampai bekas air mata sebelumnya pun tak kunjung menghilang.

"...Ck.. Dasar menyebalkan!" teriaknya membuat suasana bertambah hening.

Ia sudah tak bisa menahannya kembali, dan terus meremat kertas seperti note itu hingga tak berbentuk. mengingat hal itu, matanya langsung berair seketika hingga tumpah. Lagi, ia menangisinya lagi sesengguk mungkin dan berteriak keras sekeras-kerasnya. mungkin itu adalah hal yang tepat untuk meluapkan kekesalan dan penyesalan yang sudah lama ia pendam.

Tubuhnya perlahan-lahan semakin mencondong kedepan bersamaan dengan langkah kaki yang dengan pelan melangkah maju

SHRASHHH....

Desiran sungai menghantam bebatuan terdengar bagai sebuah melodi membuatnya tergoda untuk terjun.

SRAKKK... SRAKKK...

Ketika hatinya memaksa untuk mengakhiri namun berbanding terbalik dengan tubuhnya yang malah bergetar tanpa disadari pun kakinya memilih untuk berhenti alih-alih tubuhnya malah menolak mati padahal gadis itu sudah siap dengan apa yg terjadi pada dirinya sendiri.

ke bimbingan yang tidak sinkron pun terjadi.

"Ada apa ini...? Kenapa tubuhku seakan menolak untuk jatuh?? " batin menyernyit.

GREPP...! kedua tangan disamping meremat bajunya sendiri.

"Lakukan saja! " batin terus memaksa tubuhnya agar tetap sinkron.

"Ingatlah jika kita sudah berusaha sejauh ini."

Tangan kiri masih meremat kertas perlahan melonggar lalu jatuh tanpa sadar.

Tanpa aba-aba lagi gadis itu langsung menjatuhkan diri ke dalam derasnya arus sungai.

Siapa sangka jika sungai itu memiliki kedalam bermil-mil. Sangat dalam.

"Salah paham? Apa aku sebodoh ini sampai tidak mau mendengarkan omongannya? Dan ... sekarang pun pasti sudah terlambat. Mustahil aku bisa bertemu dengannya lagi," batin bercengkrama.

Begitu cepat membuatnya memejamkan mata sebelum terjatuh. Tidak bisa berenang, itu sebabnya gadis itu memilih sungai begitu dalam untuk mengakhiri hidup. Dengan ketiadaan diri, rasa cemas dan bersalah itu akan menghilang dalam sekedap dan orang-orang yang membencinya pasti lupa akan dengan keberadaannya.

BYURRR! SHRASHHH!

Bibir melengkung tipis kala tubuhnya terus terbawa arus makin lama makin dalam arus tersebut membawanya. Dan penglihatannya didalam air pun semakin kabur, dalam hati gadis berambut panjang itu terus mengucapkan sepatah kata.

Aku tahu apa yang kulakukan. Tapi aku tidak mau rasa bersalah itu terus ada pada diriku setelah melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. batinnya terus merengut.

"Maafkan aku. Disinilah aku yang bersalah, dan aku pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. "

Setelah gadis itu hampir kehilangan napas dan raganya, Ia terkejut dengan kedatangan seorang tak diundang rela menceburkan dirinya demi keselamatan seseorang yang begitu berharga bagi dirinya sendiri.

"Lea!!" teriak membatin pria itu histeris penuh kekhawatiran diwajah.

"Adrian...?" Gadis bernama Lea terpaku sesaat nyawanya sudah diambang hidup dan mati. pandangannya nampak buram tapi dirinya yakin jika itu adalah Adrian. Sahabatnya.

Greppp...! Pria itu mengencangkan genggaman dan menarik Lea ke dasar pinggiran sungai.

"Lea. Bertahanlah. Gue tau apa yang Lo rasain. Lo pasti kecewa berat. Lo pasti bersalah banget atas kejadian itu kan!"

Setelah sampai diatas rerumputan, bawah jembatan. Wanita itu terbangun setelah Adrian memberikan napas buatan padanya.

"Hiks.... Hikss.... Kenapa? Kenapa Lo masih nyelametin gue? Lo tau kan, kalo gue itu penjahat?" cecar Lea masih menangis sesengguk mungkin.

Disaat yang bersamaan pria itu hanya menatap tak bergeming lalu berhembus.

"Gue udah tau semuanya, Le. Gue tau, tapi gue gak mau Lo terus nyalahin diri Lo sendiri sampai kayak gini! Gue gak mau kehilangan sahabat terbaik gue!" teriak laki-laki itu di depan wajah Lea.

Perasaan khawatir terus berkecamuk dalam benak. Adrian masih menatap lurus.

"Intinya, Lo gak sepenuhnya Salah, Le!" kata-kata yang terlontar dari mulut sahabatnya membuat suasana menjadi hening.

Gadis itu terdiam dan duduk memeluk lutut, "Tapi ... bagaimana dengan dia? Apa dia masih bisa terus bersamaku?"

"Jawab gue, Adrian─"

Ucapan Lea terpotong dengan suara Adrian yang terdengar berat. "Apa Lo masih mencintainya? Lo tidak bersalah tapi apa Lo masih ingin bersamanya setelah dia mencampakan Lo? Sadarlah, dia yang sudah jahat pada Lo, kenapa harus Lo yang harus bersalah?!"

Lea terpaku menundukkan kepala.

"Lo ga bersalah, Le. Hanya saja Lo terlalu baik sampai harus menanggung kesalahan orang lain!" Lanjutnya, kedua tangan mengguncang sedikit pundak Lea.

kosakata Lea mendadak hilang akibat rentetan pertanyaan itu. bibirnya terkatup, tapi apa yang dilontarkan sahabatnya memang benar adanya. Ia terlalu naif.

"......."

"Jangan salah paham. Gue gak nyakitin Lo, gue cuma pengen Lo jauhin dia supaya dia gak nyakitin Lo terus, Le." Suara Adrian masih terdengar berat.

"Gue tau," jawab Lea dengan lirih.

Adrian sedikit menatap sendu. "Lantas? Kenapa Lo masih cinta kalau Lo sudah tau?"

Gadis yang sudah basah kuyup didepannya masih menundukkan kepala, menutupi wajah dengan poninya yang basah, "Gue tahu tapi hati gue gak bisa nerima kalo harus kehilangan dia, Ad. Gue harus gimana?" Isak Lea, bulir air mata bercucuran kembali menatap lekat pria didepannya.

"....."

Alisnya saling bertaut ketika Adrian melihat wajah Lea yang sembab , Adrian mulai mengusap wajah Lea yang ayu dengan jarinya.

Tiba-tiba saja ia memeluk sahabatnya kedalam dekapan erat lalu berbisik lirih ditelinga Lea bagai obat penenang.

"Lea! Jangan nangis. Ada aku disini!" Ucap laki-laki tersebut setelah melihat kejadian yang tak ingin dilihat,kejadian yang akan membuatnya pilu jika hal itu benar-benar terjadi. Mengingatnya saja Adrian masih mendekap erat memeluk Lea.

"Lea menangislah,, Aku tidak akan mengejekmu kali ini, " kata Adrian membuat tangisan Lea semakin pecah.

Waktu berlalu tapi gadis itu tak kunjung berhenti menangis tidak tau harus berkata apa lagi semuanya sudah jelas bukan!

Sementara saat ini Adrian hanya bisa menenangkan Lea dengan terus menepuk bahunya.

Setitik kenangan yang terus membekas walau sudah jadi abu ia masih menginginkan kehadiran pria itu. seseorang yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta namun berhasil juga menjatuhkan dirinya ke dalam jurang tanpa Lea sadari.

"Ad... Menurut Lo gimana? Apa gue terlalu berharap dengan orang itu? Gue liat di berita dia akan menikah lagi dengan Vera besok, padahal pernikahan ku dengannya seperti sebuah perjanjian di atas kertas tapi kenapa perasaan gue tidak bisa menerima sekarang setelah kami cerai?" ucap gadis itu masih bersuara serak, kosong, harapan kandas sama dengan putus asa untuk saat ini dia benar-benar sudah berada didalam jurang! tapi ia masih mengharapkan sesuatu yang mustahil.

Adrian kembali menatap sendu kepada sahabatnya itu ia merasa kasihan dan mendekapkan kedalam pelukannya lagi.

"Sudah tenanglah dulu, aku tau perasaan mu tapi ku harap kau tidak melakukan hal itu lagi"

"you can right? " ucap sahabatnya menyemangati.

Lea terdiam ,sejenak kembali menatap Adrian ia sedikit mengangguk membuat Adrian tersenyum teduh.

Alih-alih suasana berubah dalam sekejap Adrian kembali menghapus air mata Lea dengan jari jempol.

"Okay, Let's we go to home! Apa Lo nggak kedinginan Lea? " tanyanya sambil menarik tangan Lea untuk pergi namun gadis itu malah tetap diam di tempat seakan-akan masih ingin berlama-lama ditempat ini.

"Kenapa Lo diam? Ayo kita pulang, bokap nyokap Lo sudah khawatir ama Lo," Adrian menarik kembali tangan Lea tapi Lea masih duduk ditempatnya bagai patung kokoh gadis itu menyeringai dengan tatapan tajam sebilah pedang, "Ayah? Ibu? Mereka mengkhawatirkan gue? " sudah menjadi lolucon membuat Lea tertawa sendiri.

"Lo lupa ya tentang perbuatan keji mereka ke gue? Hahh... kek nya Lo ga akan paham, mending Lo anterin gue ke apartement gue aja dah," ucapnya acuh sambil bangkit berdiri. Ia menarik tangan Adrian sebagai alat bantu.

Adrian laki-laji bertubuh tinggi tegap masih diam tak menjawab, tapi seketika saja sebuah ide muncul begitu saja dalam benak.

"Baiklah, aku tahu, aku akan mengantar mu ke apartement tapi apa kau tidak lapar? " tanya Adrian sekali lagi.

"Tida-- "

KRUUUK... KRUUUK....

Tepat sekali. Laki-laki itu sudah menduganya. Bagaimana bisa orang yang setelah mengeluarkan air mata dengan histeris mengatakan dia tidak lapar?

"Baiklah, tapi harus nasi goreng! ga boleh yang lain!" pinta Lea tetap bersikap acuh dihadapan sahabatnya.

Adrian terpaku tapi perlahan senyumannya mengembang, "Siap, dimengerti, ini baru Lea yang ku kenal. Tidak cengeng tapi keras kepala! " kelakar Adrian.

"Apa?! "

kata-katanya membuat kening Lea mengerut, tangannya mengepal, "cengeng? keras kepala? apa Lo ngejek gue? " sambil menyipitkan matanya dengan tajam.

Membuat tawa Adrian menjadi kencang, "HAHAHAHA! Sorry, Sorry, ehm ... BTW kalo ada masalah jangan seperti itu lagi, please, jangan gitu lagi! janji ya? kita sahabat dan aku sebagai sahabat mu akan selalu ada untukmu, suka maupun duka. kita akan selalu bersama, selamanya. bukankah itu tugas sahabat?" kata-katanya memberi kesan bahwa Lea tak sendirian ia masih memiliki seseorang yang akan selalu bersamanya. dalam lubuk hatinya. dengan jujur Lea merasa beruntung masih ada seseorang yang masih peduli dengannya. dengan keadaannya sekarang ini.

Rapuh, kesal, kesedihan mendalam, kecewa, tidak dapat menerima takdir, sayatan pisau dari pria itu, segala hal yang tidak mengenakan terjadi padanya dapat terobati hanya karna sebuah ketulusan Adrian sebagai seorang sahabat dengan sukarela. orang yang akan datang lebih dulu ketika ia rapuh bukan ketika senang atau pun bahagia!

Perlahan pelupuk mata Lea merembas kembali hal itu membuat Adrian semakin cemas "Hei, Lo gapapa? "

Lea menggeleng lalu tersenyum cerah bagaikan sebuah pelangi yang jarang menampakkan dirinya kembali bersinar seperti biasa setelah badai usai.

"Ya, gue baik-baik aja! gue cuma terharu. kumohon jangan terlalu dipikir, gue laper sekarang terus kedinginan. Ayo kita pulang supaya Lo bisa buat nasi goreng kesukaan gue! " ucap Lea yang langsung pergi lebih dulu menduhului Adrian.

Adrian yang melihat merasa lega, "Gue akan selalu ada untuk Lo, gue mohon tolong kasih gue kesempatan satu kali lagi untuk ngejaga Lo, Lea," gumam Adrian dengan lekuk tipis sesaat menatap punggung seseorang yang perlahan menghilang. Sebuah rasa aneh menggelitiki hati.

Lea kembali menoleh kebelakang dengan teriak lantangnya, "Woi, cepetan, gue udah kedinginan!" badannya gemetar sebab baju yang masih basah kuyub.

Adrian membalas dengan lambaian tangannya, lalu kembali menyusul.

“Gue ga tau dengan perasaan ini, tapi gue cinta ama Lo, Lea.”

Sebuah perasaan aneh timbul dalam diri Adrian. Ternyata benar persahabatan lawan jenis memang tidak ada yang sampai benar-benar berakhir sebagai teman.

...----------------...

Sementara itu ditempat yang berbeda lebih tepatnya didalam ruangan mansion mewah yang besar. Terpaku seorang pria di lorong koridor dekat perapian, berjalan terhuyung-huyung dengan ekspresi pucat pasi. Tidak tau tapi juga tidak mau mengatakannya, jelas karna semenjak ia tahu suatu hal mulutnya menjadi bungkam tidak mau mengatakan apa-apa karna apapun yang didengarnya hanyalah omong kosong.

BRAKK!

Ditinju tembok itu hingga tangannya mengeluarkan darah segar yang merembas ke sela-sela jari. Tak bisa ia menerima suatu kenyataan pahit yang memilukan. Semua kertas-kertas itu ia hempaskan kedalam perapian, lalu membiarkannya hangus terbakar sampai tak tersisa kecuali kenyataan itu yang sudah diketahui oleh semua orang yang terlibat. Alih-alih dirinya dibikin frustasi, dirinya masih mencintai seseorang tapi cintanya luruh seperti es mencair.

"Sial! Bangs*t, jika saja hal itu tidak terjadi. Aku yakin jika semua itu pasti palsu, aku yakin jika semua itu hanyalah kebohongan busuk!" pekik amarah meluap-luap didalam ruangan yang hanya terdapat penerangan dari api perapian, sambil menjatuhkan dirinya disofa dengan kasar.

Mengingat-ingat banyak kenangan yang terjadi pada dirinya dan seseorang yang ia cintai, membuat hatinya terus menerus dihujam tombak besar. Hingga melemparkan satu botol alkohol berukuran besar yang masih disegel itu jatuh di lantai dengan sengaja.

Prankkk..! Brakkk..!

"Aku tidak terima dengan kenyataan!! Takdir itu hanyalah omong kosong dan aku tidak percaya dengan takdir!" teriaknya lantang ditempat yang cukup sunyi. Hanya ada satu pelayan disana yaitu pelayan pribadinya. Kyle Watson, namun ia dipanggil Watson sebab usianya yang sudah setengah abad. Rambutnya pun sudah penuh uban.

Sesaat pria bertubuh tinggi besar menoleh kearah jendela dari kejauhan, senyuman seorang wanita yang dikenalnya masih tetap terbayangkan melekat dipikirannya seakan-akan sudah menjadi bagian dari dirinya . Jika saja hal itu tidak terjadi, mungkin dirinya akan tetap membayangkan wanita yang dicintainya itu sekalipun hanya sebatas khayalan.Tapi untuk sekarang khayalan itu sudah tidak berguna sekalipun dia masih mencintai wanita itu.

Pria itu menunduk dengan tangan mengepal penuh darah diatas pinggiran sofa, menatap ke suatu tempat dengan tajam.

Pria itu sebentar lagi akan menikah lagi karna sebuah perceraian yang memiliki waktu dan batas. Pernikahan yang kedua adalah perjodohan dari orang tuanya setelah orang tuanya menguak semua fakta didalam rumah tangga mereka.

"Perceraian? Aku tidak akan menerima omong kosong itu..? " nafasnya masih memburu dengan nada berat, obsesi dan tidak rela menguasainya.

Sementara diluar pintu, pelayan Watson mengetuk pintu dengan pelan. Watson sudah menduga apa yang akan terjadi dan pasti dari tuan mudanya itu. Dia menatap cemas dengan tatapan yang sedikit menerawang. Sulit untuk menelan ludah baginya tapi tetap situasi buruk pun harus dikendalikan dengan profesional.

Glukk..!

Tok... Tok... Tok...

"Tuan muda Raymond. Saya hanya ingin menyampaikan, Tuan dan nyonya besar menyuruh anda untuk makan malam pertunangan anda dengan Nona Lancaster." Kata Watson yang sesekali membenarkan kacamatanya.

Setelah mendengar ucapan laki-laki paruh baya, pria itu langsung mengacuhkan pertemuan makan malam. Dia memberi penolakan dengan tegas.

langsung bergegas keluar dari mansion itu untuk balik ke bandara. Tidak peduli, apakah yang terjadi jika dirinya dan wanita itu tidak bisa bersama pada akhirnya tapi dia memaksakan situasi lain.

"Watson. Batalkan pertemuan makan malamku dengan perjodohan itu. Aku akan pergi ke negara X lagi untuk menemui wanita itu. Dia milikku! Aku tidak akan tinggal diam dan mengubah semuanya!" titah pada Watson dengan tegas sambil memakai jas nya. Lalu mengambil benda pipihnya dari saku celana dan menghubungi rekan asisten, "Will, daftarkan aku pada penerbangan darurat yang ada! cepat. aku tidak punya banyak waktu sekarang!" ungkap tegas.

"E-ehh... ba-baik tuan!" angguk Will tanpa tau sebab.

Sementara Watson hanya terdiam ditempat, lalu dengan berani dia memberhentikan langkah tuan mudanya itu.

"Maaf tuan muda, Anda tidak bisa pergi ke negara itu sekarang karna tuan dan nyonya besar melarang Anda sekarang! Saya juga tidak bisa mengatakan pembatalan itu kepada mereka." Jelas Watson dengan sedikit penekanan. Tapi yang terjadi justru malah membuat pria bertubuh jangkung itu langsung menoleh dan menodongkan senjata api ke wajahnya.

CKLEKK!

"Berani menghalangiku. Akan kupastikan hidupmu hanya sejengkal setelah peluru ini menembus kepalamu, Watson! " Nada yang terdengar dingin dan acuh namun penuh ancaman.

...****************...

Budidayakan Like setelah membaca❤❤

Jangan lupa vote dan subscribe kalo mau cerita ini berlanjut😘

tapi jangan BOMLIKE ya,,- 😁

Terpopuler

Comments

rembulan

rembulan

jembatan Ancol juga angker sama kayanya

2024-08-29

0

Pena dua jempol

Pena dua jempol

mampir sejenak karena ceritanya seru 👍🏿❤️

2024-06-24

1

R.F

R.F

semangat
mampir ya

2024-01-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!