Bab 9 Ingin Melamar

Yazid tiba di depan rumahnya. Saat itu waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Waktu yang masih siang untuknya tidur.

"Zid, dari mana saja malam baru pulang?" Tiba-tiba suara Bu Aryani mengejutkannya dari belakang. Yazid menoleh lalu menyahut.

"Yazid habis kencan Bu, dengan perempuan yang dulu Bapak dan Ibu tolak," jawab Yazid membuat Bu Aryani diam tanpa kata.

"Kenapa kamu kembali mengejarnya, Zid? Bukankah kami dulu telah membuat kandas cinta kalian? Jika kamu kembali mengejarnya, tidak menutup kemungkinan dia akan menolakmu mati-matian karena dia akan ingat apa yang kita lakukan dulu padanya." Bu Aryani mencoba mengingatkan Yazid kembali dengan masa lalu ketika dirinya terpaksa menerima perjodohan dari kedua orang tuanya.

"Yazid akan menebus semua kesalahan Yazid padanya, Bu. Yazid akan berusaha meraih cintanya kembali dan membahagiakannya sepanjang hidup Yazid," ungkap Yazid sungguh-sungguh.

"Bagaimana kalau Nak Heliza sudah memiliki pasangan hidup, kamu akan sakit hati jika mengejarnya." Bu Aryani diam sejenak, sementara Yazid pun tidak menyahut dia diam seakan sedang memikirkan perkataan Ibunya barusan.

"Ibu dan Bapak minta maaf, Zid. Dulu telah zolim dan memisahkan cinta kalian. Sekarang, kami tidak ingin ikut campur dengan hubungan kamu dengan siapapun dan perempuan manapun. Asal perempuan itu baik untukmu, Bapak dan Ibu pasti mendukung," lanjutnya penuh harap, gurat wajahnya penuh penyesalan tentang masa lalu yang sempat menghalangi cinta Yazid pada gadis yang bernama Heliza itu.

Hari berlalu, minggu berganti. Tepat satu bulan setelah pertemuan Yazid dengan Heliza. Yazid sudah tidak lagi menemui Heliza baik sengaja maupun tidak sengaja. Dalam sebulan ini, tiba-tiba Yazid mendapat tugas dari Komandan di kesatuannya untuk membina siswa baru di kesatuan lain. Jadi full selama sebulan, dia tidak berada di kota ini. Padahal selama itu rasa kangen pada Heliza sudah sangat membuncah.

Dan malam ini Yazid berencana ingin mendatangi Heliza di rumahnya, dengan membawa sedikit oleh-oleh sebagai buah tangan untuk kedua orang tua Heliza.

Motor Yazid sudah siap di depan rumah dengan suara mesin yang khas. Bu Aryani mendongak dari arah rumahnya, dia melihat dan bertanya-tanya mau ke mana anak sulungnya itu? Sekilas terbentuk seulas senyum, senyum yang indah dan penuh harap.

"Kak Yazid, Kakak sudah rapi dan tampan, mau ke mana? Pasti mau ngapelin pacarnya, ya? Oh iya Kak, saat Kakak bertugas di kesatuan lain, dua minggu yang lalu, kami tidak sengaja bertemu mantan Kakak lho. Bahkan dia sempat menolong Ibu yang saat itu kakinya terkilir. Ternyata dia sekarang banyak berubah. Sangat cantik, baik, tapi irit bicara," lapor Kiana, adik pertamanya menghampiri.

"Siapa?" Yazid mengerutkan keningnya heran.

"Mantan pacar Kakak yang dulu itu, namanya sih Kiana lupa. Tapi dia sangat banyak berubah Kak," ujar Kiana mencoba mengingat siapa mantan pacar Kakaknya itu.

"Ya, sudah, kakak pergi dulu, ya. Sampaikan sama Ibu, kakak pamit." Yazid segera menghidupkan motornya lalu melajukan motor kesayangannya membelah jalanan kota itu menuju rumah Heliza.

Tiba di depan rumah Heliza, suasana nampak sepi. Tapi Yazid tidak mundur, dia menghampiri daun pintu dan mengetuknya sambil mengucap salam.

"Assalamualaikum!" ucapnya lantang. Tidak berapa lama pintu dibuka dan muncullah Pak Hanafi yang terkejut melihat kedatangan kembali Yazid.

"Wa'alaikumsalam. Nak Yazid, ya ampun sudah lama tidak kelihatan. Benarkah ini Nak Yazid?" Pak Hanafi nampak kaget seakan tidak percaya atas kedatangan Yazid yang tiba-tiba. Sebab selama sebulan ini, Yazid tidak ada kabar dan berita.

"Betul, Pak. Saya Yazid. Maaf saya lama tidak kemari, berhubung saya sibuk dengan tugas kantor di luar kesatuan, otomatis selama sebulan saya tidak bisa kembali ke kota ini."

"Ohhh, pantas saja Nak Yazid tidak pernah datang lagi ke sini. Rupanya sibuk," tanggap Pak Hanafi sembari tersenyum.

"Ibunya kemana, Pak? Dan, euhhh .... "

"Ibu sedang ke tetangga sebelah membantu yang mau hajatan, sedangkan anak saya Heliza, belum pulang, ada lembur katanya," potong Pak Hanafi seakan paham siapa yang dimaksud Yazid.

"Pantas saja sepi di rumah ini," ujarnya.

"Saya bawakan sedikit oleh-oleh Pak. Oleh-olehnya tidak aneh, ini oleh-oleh khas kota kita," lanjut Yazid seraya menyodorkan sebuah kantong kresek berukuran sedang. Pak Hanafi dengan senang hati menerima kantong kresek berisi oleh-oleh yang dikatakan Yazid tadi dengan wajah yang bahagia.

"Kenapa repot-repot, Nak Yazid? Walaupun oleh-oleh khas kota kita, tapi saya jarang mendapatkannya," ujar Pak Hanafi sedikit tersipu seraya meletakkan kantong kresek itu di sampingnya.

Tidak berapa lama Heliza pulang, motor matiknya tidak pernah bersuara jika sudah dekat rumah. Heliza sedikit heran, sebab di depan rumahnya sudah ada motor GL terparkir gagah mirip milik seseorang yang dia kenal.

Merasa jalannya dihalangi, Heliza mendengus kesal. Ingin rasanya dia menendang motor itu sampai pecah kaca spionnya sekalian. Namun dia tidak seberani itu memperlihatkan kegarangannya di depan orang tuanya. Dia harus terlihat kalem meskipun hatinya berontak.

Tepat di depan pintu, sejenak Heliza terpaku sebelum tangannya membuka gagang pintu. Terdengar dari dalam ruang tamu obrolan Bapaknya bersama lelaki itu. Heliza menempelkan telinganya di daun pintu, dan mendengarkan dengan serius obrolan dua orang yang berada di dalam.

"Jadi, Nak Yazid ada niat serius pada anak saya? Wahhhhh, kalau masalah itu, saya harus tanya dulu anak saya. Apakah dia mau menerima atau tidak. Tapi setahu saya, anak saya sejak katanya putus cinta dengan pacarnya dulu kurang lebih enam tahun yang lalu, saya maupun Ibunya tidak pernah melihat anak saya membawa laki-laki ke rumah. Kadang saya juga heran dan menjadi khawatir dengan keadaannya. Belum bisa move on dengan kisah lamanya, padahal sudah enam tahun berlalu. Kami para orang tua ini sebetulnya sudah ingin bermenantu, tapi apa dikata, anak saya sepertinya belum bisa membuka hati untuk lelaki lain," ujar Pak Hanafi panjang lebar. Wajahnya berubah sendu.

Yazid mengangguk-angguk, dalam hatinya merasa bersalah dengan luka hati yang pernah dirasakan Heliza akibat dirinya dulu, sehingga kini Heliza belum bisa move on dari dirinya.

"Apakah jika saya melamar anak Bapak, Bapak dan Ibu tidak keberatan? Sedangkan status saya sudah pernah berumah tangga dan gagal?"

"Kami sih tidak mempermasalahkan, asalkan lelaki yang mau serius pada anak saya adalah lelaki single dan bukan suami orang, jadi kami tidak keberatan. Tapi semua keputusan sepenuhnya ada pada anak saya. Saya dan Ibunya hanya bisa mendukung dan mendoakan saja," tukas Pak Hanafi mengakhiri ucapannya.

"Jadi, kalau anak Bapak setuju, saya rencananya mau segera melamar anak Bapak. Saya mohon doa dari Bapak, jika kami ada jodohnya, saya harap Allah memberi jalan dan kemudahan untuk menggapainya," ucap Yazid serius dengan harapan yang besar.

"Aamiin." Pak Hanafi mengaminkan harapan Yazid sembari mengusap wajahnya.

"Assalamualaikum!" salam Heliza tiba-tiba. Pak Hanafi dan Yazid kaget seketika. Keduanya nampak kompak terkejut. Sementara Heliza menatap tajam ke arah Yazid tidak suka.

"Bapak, Heliza mau bicara," ajak Heliza membawa lengan Pak Hanafi ke dalam, meninggalkan Yazid yang masih kaget dan melongo.

Terpopuler

Comments

Lita Pujiastuti

Lita Pujiastuti

aq type org yg pantang kembali ke titik semula. "Ibarat pohon pisang, pantang berbuah dua kali"....

2025-01-04

1

Lita Pujiastuti

Lita Pujiastuti

tapi dalam novel ini ... tentunya bisa beda.....😊

2025-01-04

0

Senajudifa

Senajudifa

nah loh mampuslh yazid

2023-08-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!