Hanya satu tempat yang terpikirkan oleh Mavis saat membawa Mikaela dan yang lainnya pergi. Dia mengunjungi bar milik seorang pria bernama Hammer. Bar yang terletak di pinggiran ibu kota, dan jaraknya tidak jauh dari pasar. Itu terlihat ramai setiap harinya karena selalu dipenuhi para petualang yang keluar dan masuk bar.
Para petualang biasanya datang untuk beristirahat setelah menyelesaikan misi ataupun sekedar berbincang-bincang dengan sesama petualang. Mengingat jarak bar itu dengan guild petualang tidaklah jauh, mereka berpikir lebih baik beristirahat di bar daripada pergi jauh kembali ke rumah masing-masing.
Mereka mengaku itu lebih efisien bagi mereka jika pada saat pergi melakukan sebuah misi. Setelah misi itu selesai mereka bisa beristirahat di bar. Dan ketika energi mereka telah pulih, mereka bisa pergi lagi untuk menyelesaikan misi selanjutnya.
Gambaran itu Mavis dapat dari penjelasan Mikaela di sepanjang perjalanan. Awalnya dia bertanya tentang bar itu, dan Mikaela menjelaskan semua informasi yang dia tau.
Bagaimanapun juga Mikaela sudah lama hidup berdampingan dengan manusia di tempat ini. Bahkan jika Mavis menanyakan tentang sejarah awal dibentuknya kerajaan ini, Mikaela sanggup untuk menjawabnya.
"Aku hanya sedikit penasaran, mengapa kamu bisa tau banyak tentang guild itu? Yah, meski kamu sudah hidup lama, akan sangat aneh jika kamu tau tentang segala sesuatunya."
"Kecuali, jika kamu sering datang ke tempat itu," kata Mavis.
"Ya Tuan, aku beberapa kali mengunjungi tempat itu untuk mencari informasi dari para petualang."
Sampai setibanya di depan bar itu, Mavis melangkah masuk dan langsung disambut ramah oleh si pemilik bar.
"Oh, kau datang lagi. Itu bagus!" Hammer melempar senyuman kepada Mavis. Itu sangat hangat dan membuat Mavis merasa seperti telah kembali ke rumahnya.
Meski baru sebentar Mavis mengenal sosok Hammer, dia merasa sangat cocok setiap kali mengobrol dengan paman itu.
"Apakah Tuan mengenal manusia itu?" Mikaela bertanya setelah dia menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Mavis untuk duduk di kursi itu.
"Ya, aku kenal dia."
Setelah mengambil posisi duduk, Mavis merasa sesuatu ada yang aneh dan segera melihat ke arah belakangnya. Dan benar saja pata pelayannya itu hanya diam mematung di belakang Mavis dan mengambil jarak darinya.
"Sedang apa kalian semua di sana? Cepat duduk di kursi kalian," kata Mavis dengan wajah frustasi.
"Kalian ini sadar atau tidak? Lihat, kalian sudah menarik banyak perhatian!" batin Mavis. Dia mengedarkan pandangannya ke arah para pengunjung yang kini terfokus membicarakan Mavis dan lainnya.
Dengan cepat seakan menuruti perintah tuannya, Mikaela, Samantha, Sera, Ozzi, dan Akio kini sudah mengambil posisi duduk. Namun, satu sosok masih berdiri di tempatnya tanpa bersuara.
"Ada apa? Mengapa kamu masih berdiam di situ?"
"Maaf Tuan, aku tidak bisa," kata Giraldo dengan malu-malu.
Mavis mengerutkan kening. Apa dia terlalu kasar sebelumnya?
"Tuan, dengan tubuhnya yang besar seperti itu, tidak mungkin baginya duduk di kursi itu," kata Mikaela.
Mavis refleks tidak bisa menahan untuk tidak tertawa, tapi kemudian dia buru-buru tenang kembali.
"Maaf," kata Mavis. Dalam hatinya dia masih menertawakan Giraldo. Memang dia telah melupakan fakta tentang tubuh Giraldo yang sangat besar, kursi itu tidak akan kuat bila dia mendudukinya.
"Ini tidak akan lama. Apa kamu tidak apa-apa jika berdiri seperti itu sebentar saja?"
"Ya, Tuan," kata Giraldo sambil memasang senyuman tulus.
Tak lama, Hammer pun datang menghampiri.
"Ada yang bisa saya bantu?" kata Hammer sambil tersenyum, itu hanyalah untuk berbasa-basi.
"Paman, kau seperti sedang bicara dengan siapa saja."
"Yah, lagipula itu sudah menjadi pekerjaanku. Jadi, apa maksud kedatanganmu kali ini? Apa kamu ingin minum-minum lagi?"
"Bukan, aku hanya ingin bertanya apakah Paman tau di sekitar sini tenpat yang menyewakan ruangan untuk para petualang mengadakan pertemuan?" kata Mavis.
"Ada yang ingin aku bicarakan dengan mereka, dan itu rahasia."
"Mereka para petualang?" Hammer menatap Mikaela dan lainnya dengan cara yang aneh. "Aku sepertinya tidak pernah melihat petualang seperti mereka di kerajaan ini. Dan lagi ... apa yang ada di sana itu?"
Hammer kaget saat pandangannya terhenti di Giraldo. Itu karena postur tubuh Giraldo yang hampir dua kali lebih besar dari tubuhnya.
"Ya, kamu tidak mungkin mengenali mereka. Lagipula mereka petualang dari kerajaan lain," kata Mavis.
Segala sesuatunya segera menjadi rusuh. Beberapa petualang yang sebelumnya diam-diam mengawasi Mavis kini beranjak mendekatinya.
"Hei bocah, kau bilang dia petualang dari kerajaan lain?"
"Kerjaan mana?"
"Hei, hei, kalian kembali ke tempat kalian atau jangan salahkan aku untuk menendang kalian keluar! Jangan membuat rusuh di tempatku!" Hammer memblokir orang-orang barbar itu.
"Hammer kau... sialan! Mengapa kau memihak mereka? Padahal Kau sendiri tahu kalau kita sering dipermalukan oleh petualang dari kerajaan lain!"
"Hei kalian! aku menantang kalian bertarung. Apa kalian berani?" Salah satu petualang yang kini sedang dipaksa oleh Hammer untuk pergi berteriak dengan maksud menghina.
"Hal memalukan apa, bahkan kalian tidak berani menunjukan wajah? Jadi petualang di kerajaan lain adalah pecundang di antara sampah?"
Dia tertawa keras.
Para petualang yang awalnya diam melihat kini mulai menyoraki dan menghujat Mavis dan yang lainnya. Seakan itu mencoba untuk memprovokasi.
"Aku sarankan kalian tidak mencoba membuat masalah yang nantinya tidak bisa kalian tangani," kata Mavis sambil memasang wajah jijik.
"Kau..." Petualang itu kehabisan kata-kata. Memang, dia hanyalah petualang yang tidak seberapa kuatnya. Dia hanya mencoba untuk menggertak karena dia tahu di bar itu terdapat banyak petualang lainnya, yang sama-sama membenci petualang dari luar kerajaan. Jika mereka bersatu, menjadi hal yang mudah untuk mengalahkan para petualang dari kerajaan lain itu.
Mavis malas mengurusi mereka sebenarnya, tapi itu akan menjadi masalah besar nantinya jika ini terus berlanjut.
Dia pun melirik ke arah Mikaela dan mengisyaratkan sesuatu padanya.
Mikaela segera mengerti maksud tuannya itu, dia mengangguk dan segera bangkit dari duduk. Kemudian dengan anggun dia berjalan ke arah tengah bar dan menurunkan tudung pakaiannya yang berwarna hitam.
Segera, terlihat sosok mempesona di tengah kerumunan. Para petualang yang sebelumnya mengejek kini mulai terdiam dan mematung. Mata semua petualang yang dominasi oleh para laki-laki ini mulai memelototi Mikaela dan mulai tidak sopan mengoreksi tubuhnya. Mereka mulai terhipnotis dan mulai terbuai dengan keindahan yang langka itu. Bahkan beberapa diantaranya ada yang memasang wajah cabul.
Namun, itu tidak berselang lama sampai Mikaela bertindak dan membuat semua orang bangun dari mimpinya.
"Hanya seorang lalat hina bahkan berani menantangku?" Mikaela memasang wajah jijik ke arah petualang itu. Dia menyangga kedua tangannya dipinggang.
"Apa kau bilang!" Petualang itu meledak sejadi-jadinya. Emosinya mencapai puncak.
"Kau...." Dia mendorong Hammer ke samping dan segera berlari ke arah Mikaela.
"Akan kuhabisi kau! Jalang sialan!"
Petualang itu menarik pedang dari sarung pinggangnya dan mengambil posisi hendak menebas ke arah Mikaela.
"Kau bahkan tidak pantas untuk berbicara padaku." Mikaela dengan wajah dingin menarik telunjuknya dan dengan gerakan menebas yang sama, dia arahkan pada petualang itu.
Tak lama, merasa sesuatu ada yang salah pada tubuhnya petualang itu menjerit kesakitan sebelum sampai setengah dari langkahnya dengan Miakaela. Dia melepas pedangnya dan mulai memegangi bagian paha dan dadanya.
Penonton sontak terkejut. Bagaimana bisa? Petualang itu bertingkah aneh seperti sedang merasakan kesakitan. Trik macam apa yang dilakukan Mikaela sampai bisa membuat petualang itu berubah kesakitan?
"Jalang sialan! Apa yang telah kau lakukan!" Seorang wanita yang sebelumnya juga ikut menyoraki dari arah penonton kini berlari menuju petulang itu. Dia memasang wajah jelek karena marah.
"Jack, ada apa denganmu?"
"Hei! Cepat! Lepaskan mantra itu!"
Wanita itu segera menyadari ada sesuatu yang salah pada kekasihnya. Seolah dia terluka, tapi itu tidak terlihat ada bekas sayatan ataupun darah sama sekali keluar dari tubuhnya itu. Ini sudah pasti sebuah mantra kutukan yang sangat keji! Begitu yang ada dipikirannya.
Mikaela tidak membalasnya dan malah berniat kembali ke tempat duduknya. Itu membuat dia semakin kesal dan muncul niat membunuh pada dirinya.
"Sialan!"
Wanita itu marah dan segera mengacungkan tongkat miliknya itu ke arah Mikaela, dan kemudian mengucapkan mantra, "Sihir pengendali api, Panah api!"
Kemudian beberapa panah tercipta dari kehampaan dan itu mulai bergerak menuju Mikaela dari arah belakang punggungnya. Itu melesat dengan sangat cepat. Namun, tiba-tiba saja itu menghilang seperti menabrak suatu penghalang tak kasat mata yang jaraknya satu meter dari tempat Mikaela berhenti melangkah.
Wanita itu syok berat, dan kehilangan kesombongannya.
"Cukup sampai sini. Jika ada yang mencari masalah denganku lagi, aku tidak akan menahan diri," kata Mikaela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Adryan Eko
good
2022-06-06
0
Alan Lao7
👍
2021-07-08
0
[ O 5 - 8 ] Mr. Rax
takuti mereka nunjukin wujud iblis tuh apain kutukan aplagi kutukan darah hanya saja pemilik bar punya hubungan dgn Mavis jadi ga bisa:v
2021-07-04
0