"Wah, aku gak nyangka bisa ketemu kamu di sini, Dis. Apa kabar? Aku Giselle, kamu ingat aku, 'kan?"
Ingat, tentu aja aku ingat. Kami adalah teman seangkatan saat masih sekolah menengah atas. Dia adalah orang yang paling gencar menghinaku di depan umum. Dia bilang aku ini pelakor, perempuan murah berusaha goda guru olahraga.
Padahal bukan. Saat itu hanyalah kesalahpahaman. Aku dan guru olahraga terlibat satu kejadian tidak sengaja. Tidak sengaja ya, bukan kriminal apalagi tindak asusila.
Giselle mengulurkan tangannya. Seketika lamunan masa lampau ambyar.
"Kamu apa kabar?" lanjutnya.
Tapi, aku enggan menyambut saat ingat masa lalu kami.
"Oiya, kamu ke sini bareng siapa?" Lanjutnya dan aku masih enggan menyahut. Mataku malah mencari sosok Edo. Aku mau pulang pokoknya.
"Dis, jawab, dong. Sekarang kamu bisu ya? Apa itu karma karena udah jadi pelakor?" sindirnya.
Kutatap sengit Giselle. Andai lagi one by one udah aku cakar gusinya. Berhubung ini tempat ramai mendingan abaikan. Toh, gak guna juga.
"Gak nyangka kamu lari sampai sejauh ini. Pantesan gak ada satu pun yang tau keberadaan kamu," lanjutnya sambil menyeringai.
Sekarang aku bisa lihat muka sengak Giselle. Meta telanjang begini bisa lihat perubahan air mukanya secara live. Muka ramah nanya kabar tadi sudah hilang berganti dengan muka usil yang siap nyinyir.
Aku putuskan meninggalkan Giselle, lalu mendekat ke Edo. Aku menyentuh pundaknya.
"Do, pulang yuk. Nggak enak badan," kataku.
"Loh, kok bisa nggak enak badan, kenapa?" balas Edo.
"Ya gak enak badan aja. Yuk, pulang!" anjakku lagi.
"Dia bukan nggak enak badan. Palingan gak enak masa lalunya terbongkar," celetuk seseorang.
Spontan aku mencari arah suara dan melihat Giselle masih menyeringai. Dia mendekat sambil bersedekap, di belakangnya ada seorang pria. Pria itu mencoba menahan tangannya, aku tebak itu suaminya.
"Gadis, kamu kenal dia?" tanya Edo
Aku diam, mulut ini rasanya enggan berucap apa pun. Aku hanya ingin segera pergi dari sini.
"Anton, istri kamu kenal sama pacarnya Edo?" tanya Anwar.
"Kayaknya sih, aku juga nggak tahu," balas laki-laki yang ada di belakang Giselle.
"Iya, aku temennya Gadis, teman sekolahnya. Kita bahkan satu kelas dulunya," sambar Giselle.
Kutatap sengit Giselle. Firasat benar-benar nggak enak tentang ini. Dari dulu Giselle ini terkenal toxic, suka bergosip. Gara-gara dia aku sampai keluar dari sekolah tanpa muka. Gara-gara dia juga aku nggak bisa bersosialisasi sama orang lain beberapa tahun setelahnya lantaran terlalu malu. Trauma rasanya.
Aku merasa semua mata memandang dengan jijik hanya gara-gara aku nggak sengaja terlibat dengan guru olahraga. Guru honorer.
Dulu, sebelum kelulusan aku nggak tahu kalau kedekatanku sama guru honorer itu menjadi bumerang. Padahal aku hanya menghormatinya. Nggak ada yang gimana-gimana karena saat itu aku sudah terlanjur naksir sama Irka.
Nggak tahu kenapa tiba-tiba istri guru itu menghardik aku yang baru keluar dari sekolah. kejadiannya aehari sebelum perpisahan. Wanita itu bilang aku pelakor. Di depan sekolah aku ditampar, dikatai macam-macam. Dia menuduh yang enggak-enggak hanya gara-gara aku pernah dibonceng satu kali oleh guru olahraga itu.
Karena itu semua murid menghujat, bilang aku pelakor dan lain-lain. Aku sampai masuk ruang kepala sekolah demi menjelaskan kalau itu tidak benar.
Saat itu aku ketakutan. Sendirian menghadapi semua tatapan sensi penuh tuduhan itu gak enak banget. Gemetar sebadan-badan. Makanya aku marah sama Irka. Dia hilang gak kelihatan batang hidungnya padahal waktu itu aku butuh dukungan moril.
Sebelum kelulusan pak guru sempat bicara denganku, dia minta maaf karena kesalahpahaman itu. Dia bilang istrinya ini memang cemburuan, pengidap PTSD.
Aku memaafkan karena bukan salah dia. Hanya saja semua tetap terasa berat karena orang-orang sudah terlanjur mengecap aku seorang pelakor, walaupun pak guru sudah menjelaskan bahwa kami nggak ada hubungan apa-apa.
Otak ini mengingat, dari sekian banyak orang di sekolah yang paling banter, yang paling kekeh bilang aku pelakor ya si Giselle ini.
"Kenapa diam, Dis? Nggak mau ngaku? Kita ini temenan, loh. Aku bahkan menjadi saksi kalau kamu merayu Pak Guru."
"Jangan fitnah, Gi!" teriakku, benar-benar muak sama dia.
"Tapi itu kenyataan," sanggahnya.
Aku lihat sekitar. Semua mata memandang, mereka berbisik-bisik. Yakinlah kalau sekarang otak mereka mencerna dan terpengaruh dengan ucapan Giselle.
"Oh ya, masnya tahu kalau gadis pernah jadi pelakor dulunya. Dia berusaha menggoda guru olahraga," lanjutnya lagi sambil natap Edo.
"Nggak tahu. Yang aku tahu kalau mulut kamu ini lebih busuk dari comberan," balas Edo sengit.
Aku tetap lekat Edo. Dia mendekat dan berdiri di sampingku.
"Maaf kayaknya masnya salah paham, aku cuma menjelaskan biar Mas berpikir sekali lagi sebelum terlibat sama Gadis. Dia itu …."
"Apa?" sambar Edo. Kelihatan makin sengit dia dan aku sedikit senang. Merasa dibela.
"Kenapa, kamu mau membully? Kamu bilang Gadis pernah jadi pelakor? Kalau gitu mana buktinya? Mengatakan hal yang gak enggak itu termasuk tindakan tercela dan rasanya gak pantes dilakukan Sama orang seumuran kita," papar Edo lagi.
Giselle terdiam, sedangkan aku nggak bisa mengalihkan pandangan dari Edo. Entah kenapa dia kelihatan keren saat ini.
"Oh iya kalau nggak salah Anton dulunya sebelum sama kamu ini berencana menikah dengan salah satu teman kita, siapa itu namanya, Anwar? Ah iya, Arumi namanya. Oh iya Arumi ini kalau nggak salah pacar Anton sejak SMA. Mereka berjuang bertahun-tahun. Dan aku beneran kaget saat dapat kabar Kalau Anton menikah dengan orang lain tepat sebulan setelah putus. Jadi bisa disimpulkan siapa yang pelakor kan?"
Aku palingkan muka dan melihat muka nggak enak Giselle dan suaminya.
"Jadi mbaknya, kalau nggak mau diserang tolong jangan sebar hoax," lanjut Edo. Penuh penekanan.
"Edo maaf, ya. Yang lain juga. Maaf kayaknya Giselle keliru tentang satu hal," sela Anton, kelihatan nggak enak mukanya. Kayak malu dan marah sekaligus.
Anton lantas ajak Gisel pergi. Dari gelagatnya kelihatan agak kasar. Giselle ditarik-tarik.
"Udah, jangan pikirin. Aku tahu kamu, aku tahu luar dalam kamu. Aku gak percaya apa yang dia bilang," kata Edo yang buatku natap gak kedip.
Edo tersenyum, melihatnya tersenyum buatku membeku beberapa jenak. Semuanya terasa blur. Aku gak bisa lihat apa pun selain Edo dan gak bisa dengar apa pun selain detak jantung sendiri..
Entah gimana Edo kelihatan ganteng di mataku saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
aria Ria
lanjut Thor 🙏😊
2023-05-07
1
Merry Dara santika
lanjut lagi
2023-05-05
0