Aku berdiri dan mengamati dia dari atas sampai bawah. Dan rasanya gak pernah lihat dia, tapi kenapa suaranya kayak gak asing?
"Duduklah, maaf nunggu lama," katanya.
Kan kan kan. Suaranya kedengaran sumbang banget ini. Berdenging telinga. Sumpah, firasat beneran kagak enak. Siapa dia sebenarnya?
"Bisa buka maskernya?" pintaku to the poin. Bodo amat jika dinilai kurang ajar. Soalnya aku penasaran banget. Suaranya mirip seseorang yang aku kenal, tapi siapa?
Ah, capek nebak-nebak.
"Buka dong maskernya," desakku lagi.
"Gak sopan. Duduk dulu!" katanya, lalu terkekeh. Matanya menyipit. Kayak orang campuran. Chindo kah?
Tunggu! Apa mungkin dia ….
"Duduk dulu!" titahnya lagi.
Bak sapi dicolok hidung, aku pun nurut duduk mengamati dia yang perlahan lepas masker.
Jeng jeng jeng!
Orang yang aku kenal benar-benar ada depan mata.
"Irka?"
Sumpah, ini kejutan paling gila. Ternyata yang Mak maksud adalah Irka. Gak habis pikir. Pantesan kalau ketawa matanya ilang. Irka kan emang keturunan China. Kakeknya orang China menikah sama Betawi Jakarta. Dan dia masih ambil sisa sisa mata sipit kakeknya itu.
"Ngapain kamu ke sini?" sambarku sambil bersedekap. Gak enak banget ini hati. Berdebar-debar pengen nabok doi yang sejak lama ada dalam mimpi. Di mimpi itu gak ada lain selain gelud.
Apa aku lampiaskan aja sekarang? Mumpung lagi depan mata. Tapi ….
Tahan! Baiklah aku tahan. Kita liat apa maunya. Modus macam apa yang dia lakukan sampai Emak tega nipu anaknya ini.
"Ya kencan sama kamulah. Kenapa? Gak nyangka kan cowok seganteng aku kencan buta sama kamu?" balasnya dengan gaya masih sengak bin kepedean.
Ya, Irka tetap Irka. Gak akan pernah jadi Suga. Dia akan menganggap semua yang ada di sekeliling merupakan miliknya. Dia pusat bumi. Cih!
"Kamu apa kabar? Terakhir kali kamu ngebut banget. Kamu gak jatoh kan? Aku tu ngejar, tapi gak bisa nyalip mobil lain. Untungnya Mama kasih tau kalau Mak Harum setuju perjodohan kita. Dan sekarang di sinilah kita. Btw, Mak Harum sehat kan ya. Terakhir aku nelfon katanya lagi gak enak badan."
Sembarang! Emakku sehat walafiat lahir batin sehat bugar.
Aku gak nyaut hanya mengamati dia dengan saksama. Dia masih sama bahkan kelihatan tambah ganteng. Tambah dewasa. Dulu dia cungkring, sekarang berisi dan berbentuk. Lengannya aja gede. Berotot tapi bukan gendut.
Sayang, luka yang dia kasih gak main-main. Gak mungkin hilang hanya dengan senyuman dan permintaan maaf. Jadi mau dia ganteng kek gimana, memesona kayak gimanapun dia tetap Irka, cowok PHP yang hilang saat aku butuh dukungan.
"Dis, kamu denger aku gak?" tanyanya.
Aku masih diam, malas ngomong.
"Dis, dua belas tahun lalu aku punya alasan," katanya yang sungguh buatku tertawa.
"Dis, kenapa kamu ketawa, aku serius loh ini."
Sumpah aku ngakak terpingkal-pingkal sampai ada air tergenang di pelupuk mata. Jujur, aku benci sama dia dan menyesal kenapa bisa ketemu dia saat ini. Dan Emak, Emak kenapa tega jodohkan aku sama kupret kunyuk macam dia?
"Aku hanya menertawakan diri sendiri. Bisa-bisanya suka sama orang macam kamu," balasku setelah beristighfar dalam hati. Takutnya dikira gila. Ketawa tapi menangis.
"Tapi bukannya kamu belum kasih aku jawaban?"
Mati aku. Kenapa keceplosan?
Aku lap sudut mata dan pandangi dia sengit. Kulihat dia menyeringai licik.
Payah, aku terjebak.
"Itu artinya waktu itu kamu ada rasa sama aku kan?" lanjutnya.
Aku membuang muka. Marah dan malu buat muka berdenyut gak kira-kira.
"Soal fitnah itu aku percaya kamu kok. Sumpah. Cuma ada satu hal yang buatku gak bisa datang. Aku … aku …."
"Gak usah dilanjutkan," potongku cepat.
"Dis?"
"Semuanya udah berlalu," tegasku lagi. "lagian kamu ini kurang kerjaan apa, cerita zaman batu masih aja diungkit."
"Dis, aku beneran menyesal."
"Gak guna dan nggak ada efeknya, Ka. Kita tetap orang asing. Perasaanku ke kamu juga udah aku kubur lama. Mungkin sudah jadi fosil sekarang."
"Tega banget, Dis." Dia menekuk wajah.
Cih, dia oikir imut apa pasang muka begitu? Geli yang ada.
Sudahlah, lebih baik pergi. Tapi sebelum itu bereskan dulu semua ini.
"Dis?" panggilnya.
Tapi aku gak respon. Lebih memilih makan habis black forest yang aku pesan, lalu seruput habis latte yang aku minum. Takutnya dicicip sama dia. Gak sudi aku.
"Buru-buru amat, Dis, makannya. Nanti keselek. Pelan-pelan."
Aku gak peduli sama sekali.
Gak sampai lima menit black forest sudah habis. Kopiku juga. Jadi sekarang tinggal cabut. Bisa ketimbang aku kalau lama-lama dekat dia.
"Kalau kurang kamu bisa kok pesan lagi. Nanti aku yang bayar."
Ck, dia pikir aku nggak punya duit?
"Aku gak tau kalau kamu ngelakuin ini. Murahan!" kesalku lalu berdiri. Muak berhadapan sama dia. Bisa-bisa keluar semua umpatan yang selama belasan tahun ini aku pendam dan aku gak mau itu. Gak mau jadi bahan tontonan lalu akhirnya ditertawakan.
"Mau ke mana?" tanyanya sambil menyambar tanganku. Tentu aku tepis. Rasudi dipegang dia.
"Gadis …."
"Apa!" teriakku lalu melihat sekitar.
Kan kan kan. Semua pada merhatiin.
Kesal, aku pun pergi setelah bayar semua yang aku pesan. Dia tentu gak aku pedulikan. Bodo amat. Hatiku sudah terlanjur sakit. Dia hilang bukan sebulan dia bulan, tapi belasan tahun.
Dan aku menunggu juga gak seminggu dua minggu. Lama, woi! Lama! Proses move on benar-benar buat aku berdarah-darah. Dan sekarang dia ingin aku dengar penjelasan?
Lawak banget! Dia pikir setelah menjelaskan aku bakalan kembali mau sama dia?
Gak! Gak akan! Aku bukan keledai bodoh.
"Gadis, tunggu!" teriaknya.
Tapi aku gak peduli, terus pacu motor balik ke rumah. Aku harus tau dan dengar penjelasan Emak. Kenapa dia ngelakuin ini padahal jelas-jelas tau gimana sakitnya aku di PHP sama Irka?
Sudah begitu masa mau jodohin aku sama Irka. Nikah sama Irka sama aja aku nenggak racun tiap hari. Modar ujungnya.
Sampailah aku di rumah dan beneran kaget saat lihat beliau lagi ngobrol sama seseorang. Seseorang yang sungguh buatku nelan ludah membeku beberapa saat.
Bukan kesambet ya, bukan! Aku hanya sedikit shock liat orang yang selalu pakai kaus bola sekarang malah duduk depan Emak dengan tampilan yang beda banget. Udah kayak mau pidato partai.
"Edo, ngapain ke sini?" tanyaku setelah lepas helm.
"Mainlah, ngobrol sama calon mertua," balasnya sambil cengengesan. Kebiasaan.
"Kamu cantik banget, Dis. Darimana?" tanyanya.
Aku benar-benar jengah sama human yang satu ini. Gak bisa apa diajak serius. Entar Emak mikirnya serius dan aku dijodohkan lagi sama Edo.
Gak. Kagak mau. Edo ini tipikal orang yang gak pernah serius. Kalau diseriusin ujungnya malah bercanda. Dan aku sekarang lagi cari suami, bukan cari badut becandaan.
"Loh, kalian …."
"Jangan dengerin dia, Mak. Dia lagi kehabisan obat kayaknya," balasku cuek lalu cium punggung tangan Emak.
"Oh, kirain serius." Emak manggut-manggut.
Nah, lihat emak yang begini aku jadi sedikit emosi. Apa sebegitu ngebet Emak pengen mantu sampai jodohkan aku sama Irka? Gak habis pikir aku.
Ah, Emak emak. Kudu gimana aku jelasin kalau aku belum kepikiran buat nikah. Belum!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments