bertengkar

"Jadi gimane?" tanya Emak yang sungguh buat ubun-ubun mendadak panas.

"Lu dah ketemu sama cowok pilihan emak, 'kan?" lanjut Emak lagi. "Kaget gak? Apa seneng?"

"Mak!"

"Tinggal jawab, Dis!"

Kan kan kan langsung ngegas. Mana nodong kagak lihat sikon. Apa Emak lupa kalau ada Edo di sini?

"Dis, jangan melamun!" sentaknya.

Baiklah baiklah.

Sebagai permulaan aku tarik napas dulu, lalu embuskan perlahan. Kudu kuat lahir batin sebelum berdebat. Mak ini orangnya gampang naik tensi soalnya.

"Nantilah, Mak. Kagak enak ada Edo," balasku.

"Kagak masalah," balas Emak lalu natap Edo. "Lu juga penasaran kan hasil kencan buta Gadis?"

Lah, malah begitu.

Sumpah, aku kagak enak sama Edo. Mana komuknya kayak gitu lagi. dibilang bahagia kagak, dibilang sedih juga enggak. Entah. 50 : 50. Yang aku lihat itu dia kayak senyum, tapi mukanya masam. Aku curiga dia gak nyaman sama emak.

Tiba-tiba Edo berdeham, lalu mendekat. "Kamu kencan buta, Dis? Kok gak bilang," bisik Edo.

"Dadakan, Do. Ini semua Emak yang punya pasal," balasku.

"Heh, malah bisik-bisik tetangga," cerocos Emak. Gak gak hanya itu, beliau juga mengamati kami dari atas sampai bawah, lalu ke atas lagi. Dan tatapan ya bermuara ke aku.

"Jadi gimane? Ketemu kagak? Sekarang dia lebih cakep, lebih mapan. Nyesel kalau lu tolak, Dis."

"Mak!"

Ah, ingat Irka aku jadi badmood.

Aku putuskan duduk bersila di lantai, Edo ikut duduk samping aku, sedang emak duduk di kursi.

"Tinggal jawab apa susahnya sih, Dis. Gosah belibet. Gosah ditutupi. Mak tau lu juga masih sayang kan sama dia."

Ya Alloh, punya emak kok sok tau gini. Apa Mak gak bisa bedain mana masih sayang mana benci yang mendarah daging?

Astaghfirullah, sabar sabar sabar.

"Dis, lu ketemu Irka apa kagak?" desak emak lagi.

Aku tarik napas dalam-dalam, lalu buang, setelahnya tatap emak lekat-lekat. Berharap Emak udahan nanya begituan. Sekarang lagi ada tamu. Walau tamunya agak rada-rada ya tetap tamu.

"Ye ini anak malah melamun. Ditanyain juga."

"Nanti, Mak. Lagi gak mood bahas dia," balasku.

"Lah kenapa emang?"

Kutatap emak sambil menelisik. Emak ini serius gak paham atau pura-pura lupa. Jelas-jelas dulu dia yang suruh aku lupain si kucrut itu.

Apa karena aku gak kawin-kawin makanya dia pakai cara gak biasa begini. Ck!

Kesal, aku pun buang muka dan kaget saat lihat mobil masuk pekarangan rumah gak izin dulu. Mobil yang aku ingat betul siapa pemiliknya. Siapa lagi kalau bukan Irka.

"Noh, calon mantu emak datang," seloroh emak yang buatku ingin cakar tembok. Bisa-bisanya bilang begitu dengan muka berseri. Gak lihat apa anaknya ini udah mau tumbuh tanduk.

"Kamu ketemu sama dia?" tanya Edo, aku balas dengan anggukan, lalu berdiri menatap Irka yang datang dengan terengah-engah.

"Assalamualaikum, Mak, Gadis."

"Waalaikumsalam, masuk, Ka, Masuk, duduk sini. Masya Allah ganteng banget dah ni bocah. Terakhir kita cuma telponan. Dilihat langsung lu gagah ternyata."

"Mak!"

Sumpah aku benar-benar nggak tahu harus ngapain saat ini. Satu sisi aku ingin ngamuk, satu sisi aku takut Emak ngamuk kalau aku ngamuk.

"Ini roman-romannya lagi bertengkar, kenapa?" tanya Emak.

Aku pandangi Edo, dia kayak kelihatan nggak nyaman. Sedang aku lebih nggak nyaman lagi karena ada Irka di sini. Heran. Kok bisa dia nyusul sampai ke sini? Nekat banget. Gak takut digebukin apa?

"Maaf, Mak, tadi ada kesalahpahaman sama gadis," balas Irka yang sungguh buatku ingin ngakak brutal. Sialan, dia pandai banget memutarbalikkan fakta, playing victim.

Dikiranya gampang memaafkan. Dia pergi belasan tahun, lalu balik lagi dengan tampilan sengak begini.

Cuih! Biar kata di dunia cuma ada dia, aku rela jadi perawan tua. Enak aja minta maaf setelah PHP gak kira-kira. Nyatakan cinta habis itu ngilang gak tau ke mana. Brengsek!

"Oh, kesalahpahaman. Emang kesalahpahaman ape?" tanya Emak.

"Kagak ada kesalahpahaman, Mak!" sambarku, lalu pandangi Irka sengit. "Di antara kita kagak ada istilah kesalahpahaman, kita itu udah over, kita itu udah the end sejak lama."

"Dis, ayolah, aku udah minta maaf."

Maaf? Dia mau minta maaf?

Sorry, sudah terlambat!

Kesal, aku pun bersedekap. "Maaf ya, aku nggak bisa, aku nggak punya waktu, dan aku nggak mau dengar apa pun."

"Gadis!" sentak Irka sambil pegang tanganku. Tentu aku berusaha lepaskan, tapi sialnya cengkeraman dia terlalu kuat.

"Sakit, Ka, lepasin!"

"Maaf."

Alhamdulillah tanganku dilepas.

"Makanya dengerin dulu. Aku ke sini mau jelasin," katanya.

"Nggak ada yang perlu dijelasin. Aku udah jelas sejelas-jelasnya, jadi sekarang lebih baik kamu pulang! Pergi dari sini!"

"Gadis!"

Irka mendekat, tapi untungnya Edo pasang badan. Sekilas badan mereka sama, Edo kekar begitu juga dengan Irka.

"Slow, Boy. Laki-laki nggak dibenarkan bicara dengan tenaga apalagi sama perempuan," ujar Edo yang terdengar keren gitu di telinga. Gak nyangka dia yang slengean dan suka bercanda ternyata bisa serius juga. Malah ber-damage.

Kulihat Irka, rahangnya mengeras. dan gak aku duga dia dengan nggak tahu dirinya mencengkeram kemeja Edo.

"Memangnya kamu siapa?" geram Irka.

Panik, aku lerai keduanya. Jangan sampai ada adu jotos di sini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!