“Irka sialan!” umpatku karena belum juga bisa menghubungi manusia itu. Aku heran kenapa Irka suka sekali menghilang. Laki-laki itu benar-benar bikin emosi.
aku tatap geram layar hape. “Lu emang manusia paling nyebelin yang pernah gue kenal!”
Karena terlampau kesal, aku menendang-nendang selimut. Irka membuatku ingin mencekeknya saat ini juga.
“Arggg! Tuh orang ke mana sih!” ucapku.
Merasa pegal, aku membuka selimut dan merentangkan tangan. Wajahku sudah sembab karena menangis tadi. Sial sekali, lagi-lagi aku menangis hanya karena Irka. maunya aku tuh tenang gitu ya. tapi tetap kesal ingat dia ngelakuin hal yang sama.
“Awas aja kalau sampai dia nggak bisa dihubungi sampai malam ini, aku akan datang ke rumahnya langsung!” tekadku kuat.
Aku tidak peduli apapun anggapan orang kalau berkunjung ke rumah laki-laki. Yang aku butuhkan sekarang adalah kabar Irka yang tiba-tiba lenyap.
Aku meraih benda pipih yang sejak tadi menjadi sarang dan saksiku menangis. Mataku melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Bahkan, hampir subuh aku belum juga bisa memejamkan mata. Semua itu hanya karena satu biang kerok.
Suara ketukan dari luar membangunkanku.
“Gadis! Dis bangun! Udah siang noh, Lu masih aja diem di kamar kagak keluar sama sekali.” Suara emak terdengar sangat jelas. “Cepetan bangun!” sambungnya lagi.
Ya, emak datang lagi. dia datang siang tadi. Gak tau kenapa sekarang emak rasa beda. dia bilang rindu aku makanya datang lagi. aku sih senang aja. di rumah ada temennya. plus, dimasakin juga. aku senang ada Emak di sini.
Dan soal hilangnya Irka, aku belum ngomong. takut emak naik darah. toh, yang jodohkan kami kan emak. jadi aku pikir ambil jalan tengah aja. tuntaskan tanpa emak tau.
Karena sudah terlanjur membuka mata, aku beranjak dari kasur. Tubuhku sangat lelah begitu juga kepala yang terasa pusing. Rasanya seperti ada sesuatu yang menimpaku.
Aku sedikit meregangkan otot. Bunyi tulang-tulang bergemelatukan membuat tubuhku terasa lebih enteng. Setelah merasa lebih segar, aku melihat jam beker di nakas. Mataku membulat sempurna. Pantas saja emak membangunkanku dengan suara kencang. Nyatanya sudah jam tujuh pagi. Padahal aku tidak pernah bangun sesiang itu.
Aku pun segera ke toilet dan mencuci wajah. Setelah itu, aku ke dapur dan di sana ada emak yang sedang menumis sesuatu. Bau harum bumbu yang berpadu dengan minyak membuat hidungku dimanjakan.
“Udah selesai, Mak?”
Emak menoleh. Melihat keadaaku yang mungkin tampak sedikit berbeda. Jelas aja wajahku sedikit sembab dengan kantung berwarna hitam di bagian bawah mata.
Namun, agaknya emak tidak terlalu peduli dan menjawab, “belum. Tuh masih ada yang harus dipotong. Ambil daging di kulkas buat ayam kecap.”
Dengan sigap aku melangkah ke arah kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Tidak banyak bicara karena aku juga malas untuk bicara panjang lebar karena tidak mood melakukan sesuatu.
Makan pagi itu akhirnya berlangsung khidmat. Aku langsung mencuci piring dan membersihkan diri untuk melakukan rencana yang sudah aku sanggupi tadi malam.
Kali ini, aku baju berwarna cream dengan jilbab yang lebih gelap. Setelah memastikan penampilanku sempurna aku keluar dan izin ke Emak untuk keluar sebentar.
“Mak, aku mau keluar dulu ya,” kataku meminta izin emak yang sedang asyik menonton televisi.
“Mau ke mana? Pasar?” Emak balik bertanya dengan kernyitan dahi.
“Mau cari ikan salmon.”
Emak mendelik. “Buat apaan?”
“Sembelih, Mak. Mau aku jadiin kurban.”
“Gila lu!”
Aku mendengus. “Sudah ya, aku berangkat.”
Setelah salim, aku keluar rumah dan menuju ke kediaman laki-laki kurang ajar itu.
Sepanjang jalan, aku terus merenung. Tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku, karena aku hanya peduli pada diriku sendiri sekarang.
‘Pokoknya aku bakal ngamuk kalau kamu ketemu di rumah. Nggak peduli apapun yang terjadi! Mau orang anggap aku gila juga nggak masalah.’
Aku terus menyakinkan diri. Begitu sampai di rumah Irka, aku langsung turun. Mataku memandang rumah dinasnya.
Tapi, satu hal yang membuatku aneh adalah keadaan rumah yang tampak sunyi dan sepi. Tidak ingin menduga-duga, aku pun segera mendekat dan membunyikan bel pintu. Sampai beberapa menit selanjutnya, tidak ada jawaban sama sekali. Aku juga mencoba untuk mengetuk pintu dan sengaja mengeraskan suara agar siapapun orang di dalam mendengarku. Sayangnya tidak ada siapapun.
“Mereka semua ke mana sih? Kok nggak ada yang nyahut sama sekali?” gumamku yang akhirnya menyerah. Tidak ingin pulang dengan kedaaan kosong, aku pun menuju ke sekolah Irka.
Bangunan yang menjadi tempat siswa menimba itu berdiri kokoh. Aku segera ke satu orang wanita, terlihat cantik dengan seragamnya. Aku mendekat dan langsung bertanya, “permisi, Bu,” kataku sopan.
Wanita itu mendongak, lalu menjawab, “ya, ada yang bisa saya bantu?”
“Saya mau tanya, apa Pak Irka ada di sekolah ini ya? Dia datang nggak ya hari ini?”
Wanita berjilbab merah itu terdiam sebentar lalu menghubungi seseorang. Begitu selesai, ia lantas berkata, “kata orang kantor, Pak Irka ambil cuti, Bu.”
Mendengar jawaban wanita itu membuat tubuhku lemas seketika. Irka memang brengsek. Berani-beraninya dia ngilang lagi.
“Ada yang bisa saya bantu lagi, Bu?”
Aku tersadar dan langsung menggeleng. Detik itu juga, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dengan perasaan marah. Siapa yang tidak kesal kalau tiba-tiba didatangi laki-laki, meminta dirinya menjadi istri, namun sekarang justru tidak bisa dihubungi.
Aku meremas tangan kencang. Berusaha untuk menahan emosi yang bergejolak dalam hatiku sampai menjalar ke kepala.
Hampir satu jam, akhirnya aku sampai di rumah. Aku tidak menemukan emak. Entah berada di mana dia sekarang. Aku membuka pintu kamar dan membantingnya kasar. Aku kunci. Selanjutnya, aku melepas jilbab dan mengamuk sejadi-jadinya. Aku melempar semua bantal yang sudah aku lipat rapih. Aku membanting barang apapun yang bisa dijadikan pelampiasan. Sampai akhirnya aku jatuh terduduk di belakang pintu kamar.
“Irka manusia dajjal! Lu udah main-main lagi!”
Aku kembali menangis. Nyesek asli. Lelehan air mata terus membanjiri pipiku.
“Pokoknya kalau Lu kembali bakal aku kasih pelajaran setimpal!”
Aku sudah pusing memikirkan di mana kira-kira laki-laki itu. Pada akhirnya, kejadian dulu kembali terulang. Aku harus melewati masa-masa paling gelap. Ditinggalkan tanpa penjelasan dan petunjuk apapun. Bahkan kejadian seperti ini, dulu hampir membuatku gila. Beruntung kewarasanku masih sanggup mengambil alih.
Di kamar aku menangis kencang. Sampai kelelahan sendiri, akhirnya aku hanya bisa duduk dan bengong. Cukup lama sampai suara ketukan di luar mengembalikan kesadaranku. Aku beranjak dan melangkah lemas. Aku bahkan tidak sempat cuci muka, biarkan saja siapapun yang datang itu melihat betapa kacaunya aku.
Aku mengambil jilbab dan memakainya asal.
“Permisi!”
Aku menautkan alis. Siapa yang kira-kira datang? Kelihatannya aku jarang menerima tamu, pikirku.
Sampai di daun pintu, aku tidak langsung membuka. Aku sempatkan untuk menarik napas panjang, tidak ingin terlalu memperlihatkan sesuatu sudah terjadi padaku. Barulah ketika merasa lebih baik, aku membuka pintu dan mataku membulat sempurna.
Keningku berkerut. Di depan, ada Edo yang datang menggunakan pakaian formal. Dia tersenyum lebar ketika melihat ke arahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Merry Dara santika
mungkin doa edo di kabulkan.semoga aja jdohnya Gadis itu edo
2023-04-28
1