"Ini uang nafkah untuk Jasmine. Aku sedikit ada lebih, jadi aku melebihkan jumlahnya." ucap Ashraf pada Emily. Ketika ia menyerahkan sebuah amplop yang berisikan uang nafkah untuk putrinya Jasmine. Yang memang setiap bulannya Ashraf selalu berikan cash kepada Emily.
Seperti biasa, Ashraf menemui Emily di coffee shop yang ada di gedung perkantoran tempat Emily bekerja.
Di sanalah yang dijadikan tempat oleh Ashraf dan Emily ketika mereka ingin bertemu.
Tidak berkata sepatah kata pun. Emily langsung meraih amplop tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.
"Sudah tidak ada lagi kan yang kita bicara kan. Aku harus pulang. Aku sudah janji dengan Jasmine akan mengajaknya makan pizza malam ini." ujar Emily yang kemudian ia ingin beranjak pergi dari duduknya. Tetapi dengan sigap, Ashraf menahan Emily untuk tidak pergi. Ashraf memegang lengan Emily sehingga membuat Emily terkesiap. Emily pun langsung menatap tajam ke arah mantan suaminya itu.
"Jangan menyentuhku." desis Emily.
Melepaskan cengkraman tangannya yang menggenggam erat lengan Emily. Ashraf kemudian minta maaf.
"Maaf, aku hanya ingin bicara dengan mu sebentar lagi. Jangan buru-buru pergi. Duduklah sebentar saja. Aku hanya ingin menanyakan tentang Jasmine." tutur Ashraf lembut.
Emily pun kemudian kembali duduk.
"Apakah Jasmine masih marah padaku? Sudah enam bulan aku tidak bertemu dengannya. Aku sangat kangen dengan Jasmine. Aku ingin bertemu dengan dia. Selama ini aku diam-diam mengunjugi rumah. Dan aku berdiri beberapa meter dekat rumah hanya untuk melihat Jasmine dari kejauhan. Hanya dengan cara itu aku bisa melihatnya. Meskipun itu sudah mampu mengobati rasa rinduku. Tapi rasanya itu tidak sempurna jika rindu ku ini aku tidak bisa memeluknya. Rinduku tidak sempurna terobati jika belum bisa mengobrol dengannya." curhat Ashraf pada sang mantan istri Emily.
Ashraf menjelaskan tentang perasaannya yang kini sudah sangat rindu dengan putrinya.
"Dia belum mau bertemu denganmu. Jangan memaksa untuk bertemu dengannya." jawab singkat Emily.
"Tolong beritahu aku di mana sekarang kalian pindah. Sudah tiga minggu ini aku tidak melihat kalian di rumah. Tetapi aku melihat orang lain."
"Jasmine memiliki rasa trauma di rumah itu. Sekarang aku dan Jasmine tinggal di apartemen. Dia yang minta untuk pindah. Aku hanya mengabulkan permintaannya."
"Kalau kamu pindah ke apartemen, bagaimana aku bisa melihat Jasmine. Di saat jam sekolah mungkin aku bisa mencuri curi pandang untuk melihat Jasmine. Tapi aku tidak bisa melakukan itu setiap saat karena aku bekerja. Jika kau tidak keberatan. Kirimkanlah beberapa video tentang Jasmine pada ku. Hal itu bisa mengobati rasa rindu ku padanya."
"Maaf, aku tidak bisa berbagi kontak nomor telepon ku pada mu." jawab Emily tegas.
"Lalu dengan cara apa aku bisa melihat Jasmine." tuntut Ashraf.
"Dengar Ashraf, aku tidak peduli tentang apa yang sedang kamu rasakan saat ini terharap Jasmine. Aku saja sekarang sedang berjuang untuk menata hati putriku. Aku sedang membantu Jasmine untuk berjuang melepaskan rasa traumanya. Sekarang ini, jangan tambahi beban pikirannya untuk mau bertemu dengan mu. Dia belum siap. Kamu tidak tau bagaimana kami harus bisa menerima kenyataan yang tiba-tiba terjadi di antara kita. Ingat, semua yang terjadi ini adalah karena ulah mu."
"Ya aku mengerti. Ini semua memang salahku. Andai saja kita tidak bercerai, kita pasti masih,"
"Stop!" dengan mata tajam, Emily menatap Ashraf.
"Cukup, jangan membahas masa lalu. Aku tidak ingin kembali ke masa lalu dan kembali mengorek luka-luka itu. Yang terjadi saat ini adalah sebuah aib. Jangan lagi mencampuri urusan ku saat ini dengan keputusan yang sudah aku ambil. Tidak hanya Jasmine, aku pun sekarang sedang berjuang menata hatiku. Kamu tidak akan paham dengan apa yang kami rasakan Ashraf. Kau sudah menghancurkan keluargamu sendiri dan sekarang kau menikah dengannya."
"Aku menikah dengannya karena sebuah tuntutan Emily. Saat Amanda tau kau menceraikan aku. Dia menutut ku. Andai saja kita tidak bercerai, dan andai saja kau tidak menguguat cerai aku. Aku tidak akan pernah menikahinya"
"Jangan lagi menyalahkan aku untuk semua yang sudah terjadi. Aku tidak ingin membahas hal-hal yang menyakitkan di masa lalu. Aku harus pergi." ucap Emily, yang kemudian berlalu dari hadapan Ashraf dengan langkah cepat.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Begitu sampai di rumah. Ashraf masih terlihat sedih dengan apa yang tadi ia debatkan dengan Emily.
Penyesalan mendalam masih berkubang di dalam hati Ashraf. Dan penyesalan itu seperti tidak ada obatnya. Atau tidak ada caranya untuk diperbaiki.
Rasa rindu yang mendarah daging di hatinya. Dan keinginan yang menggebu-gebu bisa bertemu dengan putri semata wayangnya sampai sekarang belum terealisasi.
Tepat jam dua belas malam, Ashraf baru saja sampai di rumah.
Seperti biasa, Amanda sudah tertidur saat Ashraf pulang dari kantor.
Dengan masih mengenakan pakaian kantornya. Ashraf mengecek Amanda di kamar.
Ia membuka pintu kamar dengan pelan. Dari ambang pintu, Ashraf sejenak memperhatikan sang istri yang nampak tidur lelap tersebut.
Tak ingin Amanda terbangun. Ashraf pun kemudian menutup pintu kamarnya kembali.
Setiap kali Ashraf pulang ke rumah. Sebuah perasaan sepi selalu ia rasakan. Meskipun kini ia sudah memiliki pendamping lagi yaitu Amanda.
Tetapi, Ashraf masih saja merasa kosong hatinya.
Dia masih merasakan kehampaan dan sama sekali tidak memiliki kebahagiaan. Karena sejatinya, sumber kebahagiaan yang Ashraf dapatkan ada pada Emily dan juga putrinya Jasmine.
Malas untuk membersihkan diri, Ashraf kemudian berjalan ke ruang tamu dan merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada di sana.
Ia mencoba untuk memejamkan matanya dan memilih tidur di luar kamar.
Baru 10 menit Ashraf memejamkan mata. Amanda nampak keluar dari kamarnya dengan langkah terburu-buru menuju kamar mandi yang ada di dapur.
Dan sepertinya Amanda nampak sedang muntah-muntah.
Mendengar suara muntah-muntah dari kamar mandi. Ashraf kembali membuka matanya dan ia kemudian segera bergegas untuk memeriksa Amanda.
"Amanda kamu kenapa?" tanya Ashraf, yang saat itu berada di ambang pintu menyaksikan sang istri memuntahkan semua isi perutnya ke kloset.
"Entahlah mas, perutku rasanya mual. Dan sejak sore kepala lu juga pusing." ujar Amanda.
Deg
Ashraf pun kini menangkap sesuatu dari reaksi muntah-muntah yang Amanda alami malam ini.
"Jangan-jangan Armada hamil. Ya Tuhan, jangan sampai Amanda hamil. Karena aku belum siap untuk memiliki anak darinya." guman Ashraf dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ArlettaByanca
anak yg satu ditinggalkan ..ini yg baru juga ditolak . Ruwetnya laki2 yg tdk setia
2023-07-24
0
Tina Nine
Kalau belum siap pakai pengaman Ashraf jangan di nikmati aja taunya..
2023-04-10
1
Rahma Inayah
klu sdh punya turunan dr istri mu pasti lambat laun jatah utk jasmine berkurang pada akhr nya gk ada.lgi nafkah utk jasmine krn istri nya lbh mendominan kan ank kandung nya ktmbng ank tri dgn alasn emily jg punya penghasilan dan sangat besr pendptnnya jd gk mkn klu gk bs kasih kehdpn layak utk jasmine bgtu nnt kata istri pelakor nya
2023-04-09
4