CINTA KEDUA

CINTA KEDUA

1. Pertemuan Pertama

"Ayu! Tolong manekin yang didepan di ganti ya bajunya. Ini model terbaru yang kemaren aku desain. Semoga laris manis.."

"Amiiinn Mbak Ola!"

Sabrina Ola Daneen, seorang pemilik toko baju yang berada di sekitar Pasar Batik Sentono Pekalongan. Dia merupakan seorang janda muda berusia 28 tahun. Suaminya meninggal dunia, dua hari setelah hari pernikahan mereka. Abrisam Fahrezi, suami Ola yang meninggal karena kanker darah.

"Iss.. Iss.. Iss.. Mbak Ola malah ngelamun! Nanti pembeli pada takut lho, Mbak!"

Ayu sang asisten menegurnya. Beruntung Ola memiliki Ayu disisinya. Karena jika tidak, bisa dipastikan saat ini Ola hanya tinggal nama.

"Hehehe.. Cuman sedang rindu keluarga, Ayu! Sudah hampir setahun ini Mbak gak pulang ke Bogor," Ola berkilah.

Ola memang berasal dari Bogor, dia merantau hingga Kota yang terkenal dengan beragam batiknya ini karena menghindari keluarganya. Semenjak kepergian sang suami, keluarga Ola kerap menjodoh-jodohkannya kembali. Tapi Ola belum bisa membuka hatinya.

"Apa mau Ayu temenin pulang, Mbak Ola?" tanya Ayu sambil mengelus pelan lengan sang atasan.

"Nanti lah kita pikirin ya, Ayu! Sekarang, mending kita beres-beres.. Nanti pengunjung keburu penuuhhhhh!" jawab Ola sambil terkekeh.

"Siap laksanakan!" Ayu memberi hormat pada Ola, lalu kemudian mereka terkekeh bersama.

Ayu dulunya adalah pengasuh dari anak Kakak Ola. Tapi Ayu lebih memilih mendampingi Ola yang saat itu mengalami depresi parah. Hingga Ayu membawa Ola ke kampung halamannya, yaitu Kota Pekalongan. Dan disinilah mereka merintis usaha bersama-sama.

Sudah pukul 10 siang, toko 'Daneen Collection' sudah ramai sekali pengunjung. Tak hanya warga lokal, bahkan banyak pembeli dari luar kota hingga luar negri. Toko ini menyediakan berbagai macam pakaian. Mulai dari batik khas Pekalongan hingga baju-baju muslimah juga outer-outer terkini.

"Masya Allah.. Rame sekali tokonya ya, Mbak! Ayu sampe susah nafas!"

Ola terkekeh dan memeluk Ayu, "Semangat Ayu! Kejar setoran buat kamu nikah!"

Ayu hanya memberenggut kesal. Pasalnya hingga 3 tahun lamanya, sang kekasih belum ada niat baik untuk melamarnya.

"Tau lah, Mbak! Dia masih kejar karirnya, sebagai prajurit Bintara banyak hal yang harus dia kejar. Termasuk pangkat!" Ayu menghela nafasnya berat.

"Tandanya, kamu harus terus melatih kesabaran kamu. Setau Mbak memang ada saatnya mereka untuk menikah. Dan menikah dengan abdi negara itu nggak mudah lho, Ayu! Kamu harus siap lahir batin!"

Gadis berusia 23 tahun itu menganggukkan kepalanya, "Ayu paham kok, Mbak! Makanya Ayu ini nggak berharap banyak. Dia menghubungi satu minggu sekali aja, Ayu udah bersyukur! Nantinya berjodoh atau enggak, biarlah Allah yang menentukan!"

"Good girl!" Ola mencubit hidung Ayu. "Bagi Mbak, kamu adalah adik. Makanya Mbak hanya bisa mendo'akan yang terbaik! Dah ah malah jadi ngobrol. Itu pembeli makin banyak! Alhamdulillah.."

Mereka pun kembali melayani para pembeli yang kebanyakan berasal dari luar kota. Ola hanya memiliki dua pegawai. Ayu dan Jody yang merupakan kurir pengiriman. Sepertinya Ola berpikir untuk menambah pegawai lagi, karena dia merasa kasihan pada Ayu yang selalu kelelahan saat sedang banyak pembeli.

Saat jam makan siang, Ola mulai membuat pengumuman "ADA LOWONGAN KERJA". Lalu ia tempelkan didepan toko miliknya. Saat pembeli mulai surut, seorang gadis muda pun menghampiri toko Ola dan dia sangat bersemangat.

"Assalamu'alaikum, Mbak!" sapa gadis muda tersebut.

"Walaikumsalam.. Ada yang bisa dibantu?" tanya Ayu dengan sopan.

"Nggih, Mbak! Aku liat bacaan lowongan kerja disana. Apa aku bisa ngelamar kerja disini?" gadis itu menatap Ayu penuh harap.

"Duh.. Kamu kayaknya masih terlalu muda, Dek! Umur kamu berapa tahun?"

Gadis muda itu menundukkan kepalanya, "Aku udah dewasa lho, Mbak! Udah punya KTP. Umurku 18 tahun, aku baru lulus sekolah, Mbak! Aku pengen cari kerja!"

"Sebentar.. Mbak ndak bisa kasih kepastian, sebab bukan Mbak pemiliknya! Tunggu sebentar ya. Pemiliknya sedang shalat dzuhur dulu!" ucap Ayu dan gadis muda itu menganggukkan kepalanya.

Saat keduanya asyik berbincang, rombongan wisatawan dari Kota Palembang menghampiri toko mereka. Ayu yang keteteran segera dibantu oleh gadis muda itu. Ternyata dia sangat cekatan dan mampu berkomunikasi dengan baik.

Ola yang baru saja menyelesaikan shalat dzuhurnya terkejut, karena begitu banyaknya pengunjung. Dia pun segera membantu Ayu, walaupun dia masih keheranan dengan gadis muda yang begitu cekatan melayani pembeli.

"Ayu! Siapa itu? Kok dia bantuin kita? Kamu kenal?" tanya Ola sambil membungkus pakaian milik pembelinya.

"Nanti Ayu jelaskan, Mbak!" jawab Ayu sambil menghitung.

Memasuki waktu Ashar, pembeli pun sudah mulai berkurang. Ayu, Ola dan gadis muda itu menghela nafasnya lega.

"Alhamdulillah.. Bisa duduk juga!" ucapnya sambil menyandarkan diri ke tembok.

"Dek! Ini Mbak Ola, pemilik toko! Katanya kamu mau melamar pekerjaan!" Ayu memperingatkan gadis itu, hingga dia terlonjak dan langsung berdiri.

"Maaf yo, Buk! Aku ndak tau!" lirih gadis muda itu membuat Ola tersenyum dan menghampirinya.

"Panggil Mbak aja! Masih muda lho ini," ucap Ola sambil terkekeh. "Jadi mau melamar pekerjaan? Siapa nama kamu?"

"Jadi dong, Mbak!" jawabnya spontanitas. "Ekhem.. Bismillah.. Nama saya Pratiwi Opi Setiyaningrum. Tapi Mbak bisa panggil Tiwi atau Opi, sesuka hati Mbak aja! Umurku 18 tahun, Mbak. Alhamdulillah sudah lulus SMK dan memang cari pekerjaan buat bantu-bantu Ibu dan Bapak.."

"Masya Allah.. Niatnya sudah baik, ya!" Ola terkekeh sambil mengelus kepala gadis muda itu. "Mbak berasa dapat adik baru!"

"Jadi gimana, Mbak? Apakah adik baru ini diterima?" tanyanya dengan polos.

Ayu dan Ola pun terkekeh, "Insya Allah.. Kamu Mbak terima kerja disini ya, Opi!"

"Alhamdulillah Yaa Allah! Makasih yo Mbak!" ucapnya penuh rasa syukur. "Aku bahagia sekali, Mbak! Sudah dapat pekerjaan juga dapat panggilan baru. Soalnya orang-orang biasa panggil aku Iwik!"

Kehadiran Opi di tengah-tengah Ola dan Ayu membuat suasana semakin hangat. Walaupun jauh dari keluarga, tapi Ola bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik seperti mereka.

"Tugas pertama kamu, Opi! Bantuin kita beberes ya! Soalnya jam 5 sore waktunya toko buat tutup!" Ayu menggandeng Opi untuk membereskan manekin dan baju-baju yang berada di luar.

"Siap Mbak Ayu!"

Toko itu memang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung banyaknya pembeli. Sedangkan di lantai 2 merupakan kediaman Ola dan juga Ayu. Sebenarnya mereka juga tinggal di rumah Ayu, hanya saja akhir-akhir ini karena sibuk mereka memilih untuk tinggal di toko.

"Iwik..! Pulaaanggg..!!" teriak seorang laki-laki berseragam loreng, hingga Opi pun masuk kedalam dan bersembunyi dibalik tubuh Ola yang tengah membereskan pakaian muslim.

"Astagfirullah.. Ada apa, Opi?" tanya Ola yang ikut khawatir.

Belum gadis itu menjawab, laki-laki itu sudah masuk dan mendekati keduanya.

"Wik, pulang! Sebelum Mas habis kesabaran!" bentak laki-laki itu.

"Mas, Iwik udah besar! Iwik mau kerja, Iwik ndak mau kuliah! Iwik mau bantu Ibu sama Bapak!" jawab Opi sambil gemetaran.

Ola pun memeluk gadis itu, lalu berbalik. Pandangan keduanya bertemu, ada rasa yang berbeda saat Ola memandang laki-laki itu.

"Mas tolong tenang! Semuanya bisa dibicarakan baik-baik," ucap Ola dengan tegas.

Laki-laki itu menghela nafasnya, dia mencoba mengatur emosi yang sudah berada di ubun-ubun.

"Jangan jadikan itu alasan, Iwik! Mas kan sudah meminta kamu buat bantu-bantu di konveksi, kenapa kamu ndak mau?" tanya laki-laki itu mulai melunak. Sedangkan Opi, gadis itu masih menangis terisak dipelukan Ola.

"Iwik ndak mau! Mas kan gak tau, Mbak Anin itu galak! Sok boss!" jawab Opi membuat laki-laki itu kembali terpancing amarahnya.

"Jaga bicara kamu, Wik! Anin itu pacar, Mas! Kamu harusnya bisa berbaikan sama dia dan calon keponakan-keponakan kamu! Bukan kabur gitu aja," ucapnya dengan kesal.

Kepala Ola mulai terasa pening mendengarkan perdebatan kedua adik kakak itu. Ola pun melepaskan pelukan Opi dan menghapus airmata gadis itu.

"Opii.. Dengerin Mbak ya! Izin dulu sama keluarga kamu, kalo memang kamu mau kerja disini sama Mbak.. Toko ini akan terbuka lebar menerima kamu buat bekerja disini. Tapi Mbak tidak membenarkan tindakan Opi. Tandanya, Opi belum mampu bertanggung jawab atas apa yang sudah diamanatkan," Ola menasehati gadis itu dengan lembut.

"Iya Mbak! Maafin Opi, yo Mbak!"

"Gak perlu minta maaf, Opi.. Sekarang pulanglah.. Izin dulu sama Bapak dan Ibumu, kalo sudah dapat izin kapanpun Opi mau, Opi boleh bekerja disini!" ucap Ola dan Opi pun menganggukkan kepalanya.

"Opi pulang yo, Mbak! Besok Opi datang lagi buat kerja.." pamitnya.

Sedangkan laki-laki itu termenung melihat komunikasi sang adik dengan gadis asing yang tak pernah mereka kenal. Selama ini, Opi sangat tertutup bahkan dengan Anindita kekasihnya.

"Terimakasih sudah menampung adik saya, dan maaf sepertinya besok dia tidak akan kembali lagi kesini!" ucapnya dengan tegas.

"Baik.. Gak apa, Mas! Insya Allah dimana pun Opi bekerja, dia akan berkembang dengan baik jika dalam lingkungan kerja yang sesuai keinginannya.."

"Maksudnya dia gak akan berkembang kalo bekerja di konveksi milik saya?! Saya bekerja keras mendirikan konveksi itu supaya jadi bisnis keluarga yang besar! Dan selama ini pun dia tak pernah kekurangan, hingga tak perlu bekerja di toko kecil seperti ini!" umpatnya dengan kasar.

Ola hanya terkekeh, "Alhamdulillah.. Semoga kerja keras anda membuahkan hasil. Jika anda memang bekerja keras, saya rasa tak pantas anda merendahkan kerja keras orang lain juga.."

Deg!

Laki-laki itu terhenyak, dia merasa bersalah karena mengatakan hal itu. Namun dia gengsi untuk meminta maaf. Opi pun menghampiri sang Kakak dan menepuk pundaknya dengan keras.

"Awww! Sakit Iwik!" omelnya.

"Mas Farid kebiasaan! Punya mulut pedesnya macam cabe! Kita pulang sekarang! Ndak malu sama seragam? Bisa-bisanya ngucap kayak gitu!" omel Opi membuat laki-laki itu semakin terdiam.

"Opi pulang ya, Mbak! Assalamu'alaikum.."

"Walaikumsalam!" jawab Ayu dan Ola bersamaan.

Sepanjang jalan, Opi menggerutu kesal pada sang Kakak. Dia sangat menyayangkan sikap Kakaknya yang tak bisa menjaga mulutnya.

"Besok-besok, Mas Farid cocoknya jadi admin lambe turah!"

Laki-laki itu menghela nafasnya berat. Dia adalah Farid Gibran Haidar, seorang TNI AD yang juga memiliki usaha konveksi. Dia ingin konveksi tersebut nantinya dikelola oleh sang adik. Maka dari itu dia merasa kecewa saat Opi lebih memilih untuk mencari pekerjaan lain.

"Maafin Mas yo, Wik! Mas cuman pengen kamu yang pegang konveksi. Anin disana kan cuman sebatas mengarahkan kamu aja, supaya kamu nantinya bisa mengelola dengan baik.."

Opi pun mendengkus kasar, "Yang ada Iwik stress Mas Farid! Boro-boro dikasih kerjaan untuk mengelola konveksi, Iwik cuman ditugasin buat jaga dua anaknya itu!"

"Wajarlah, Wik! Dia kan pengen kamu juga deket sama mereka. Karena kamu kan Budenya mereka nanti!" ucap Farid membuat Opi memutar bola matanya malas.

"Terserah apa kata Mas Farid aja! Tapi yang pasti, besok Iwik gak akan ke konveksi. Iwik mau kerja di toko Mbak Ola! Dia orang paling baik yang pernah Iwik temui!" tegas Opi.

"Iwik cuman perlu izin Ibu sama Bapak! Bukan Mas Farid!"

* * * * *

Semoga suka dengan ceritanya, ya!

Ini karya baru Rindu yang tidak sengaja harus Rindu buat!

Dukung terus semua karya Rindu ya 🥰

Salam Rindu, Author ❤

Terpopuler

Comments

nurhasanah

nurhasanah

aku baru ketemu yg ini semoga bikin jatuh cinta lagi bacanya🤗🤗

2024-10-08

1

Mika Saja

Mika Saja

teh Rindu ada yg Bru gak bilang2 sukses 👍

2023-04-05

0

Tha Ardiansyah

Tha Ardiansyah

nyimak

2023-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!