"Ayu! Tolong manekin yang didepan di ganti ya bajunya. Ini model terbaru yang kemaren aku desain. Semoga laris manis.."
"Amiiinn Mbak Ola!"
Sabrina Ola Daneen, seorang pemilik toko baju yang berada di sekitar Pasar Batik Sentono Pekalongan. Dia merupakan seorang janda muda berusia 28 tahun. Suaminya meninggal dunia, dua hari setelah hari pernikahan mereka. Abrisam Fahrezi, suami Ola yang meninggal karena kanker darah.
"Iss.. Iss.. Iss.. Mbak Ola malah ngelamun! Nanti pembeli pada takut lho, Mbak!"
Ayu sang asisten menegurnya. Beruntung Ola memiliki Ayu disisinya. Karena jika tidak, bisa dipastikan saat ini Ola hanya tinggal nama.
"Hehehe.. Cuman sedang rindu keluarga, Ayu! Sudah hampir setahun ini Mbak gak pulang ke Bogor," Ola berkilah.
Ola memang berasal dari Bogor, dia merantau hingga Kota yang terkenal dengan beragam batiknya ini karena menghindari keluarganya. Semenjak kepergian sang suami, keluarga Ola kerap menjodoh-jodohkannya kembali. Tapi Ola belum bisa membuka hatinya.
"Apa mau Ayu temenin pulang, Mbak Ola?" tanya Ayu sambil mengelus pelan lengan sang atasan.
"Nanti lah kita pikirin ya, Ayu! Sekarang, mending kita beres-beres.. Nanti pengunjung keburu penuuhhhhh!" jawab Ola sambil terkekeh.
"Siap laksanakan!" Ayu memberi hormat pada Ola, lalu kemudian mereka terkekeh bersama.
Ayu dulunya adalah pengasuh dari anak Kakak Ola. Tapi Ayu lebih memilih mendampingi Ola yang saat itu mengalami depresi parah. Hingga Ayu membawa Ola ke kampung halamannya, yaitu Kota Pekalongan. Dan disinilah mereka merintis usaha bersama-sama.
Sudah pukul 10 siang, toko 'Daneen Collection' sudah ramai sekali pengunjung. Tak hanya warga lokal, bahkan banyak pembeli dari luar kota hingga luar negri. Toko ini menyediakan berbagai macam pakaian. Mulai dari batik khas Pekalongan hingga baju-baju muslimah juga outer-outer terkini.
"Masya Allah.. Rame sekali tokonya ya, Mbak! Ayu sampe susah nafas!"
Ola terkekeh dan memeluk Ayu, "Semangat Ayu! Kejar setoran buat kamu nikah!"
Ayu hanya memberenggut kesal. Pasalnya hingga 3 tahun lamanya, sang kekasih belum ada niat baik untuk melamarnya.
"Tau lah, Mbak! Dia masih kejar karirnya, sebagai prajurit Bintara banyak hal yang harus dia kejar. Termasuk pangkat!" Ayu menghela nafasnya berat.
"Tandanya, kamu harus terus melatih kesabaran kamu. Setau Mbak memang ada saatnya mereka untuk menikah. Dan menikah dengan abdi negara itu nggak mudah lho, Ayu! Kamu harus siap lahir batin!"
Gadis berusia 23 tahun itu menganggukkan kepalanya, "Ayu paham kok, Mbak! Makanya Ayu ini nggak berharap banyak. Dia menghubungi satu minggu sekali aja, Ayu udah bersyukur! Nantinya berjodoh atau enggak, biarlah Allah yang menentukan!"
"Good girl!" Ola mencubit hidung Ayu. "Bagi Mbak, kamu adalah adik. Makanya Mbak hanya bisa mendo'akan yang terbaik! Dah ah malah jadi ngobrol. Itu pembeli makin banyak! Alhamdulillah.."
Mereka pun kembali melayani para pembeli yang kebanyakan berasal dari luar kota. Ola hanya memiliki dua pegawai. Ayu dan Jody yang merupakan kurir pengiriman. Sepertinya Ola berpikir untuk menambah pegawai lagi, karena dia merasa kasihan pada Ayu yang selalu kelelahan saat sedang banyak pembeli.
Saat jam makan siang, Ola mulai membuat pengumuman "ADA LOWONGAN KERJA". Lalu ia tempelkan didepan toko miliknya. Saat pembeli mulai surut, seorang gadis muda pun menghampiri toko Ola dan dia sangat bersemangat.
"Assalamu'alaikum, Mbak!" sapa gadis muda tersebut.
"Walaikumsalam.. Ada yang bisa dibantu?" tanya Ayu dengan sopan.
"Nggih, Mbak! Aku liat bacaan lowongan kerja disana. Apa aku bisa ngelamar kerja disini?" gadis itu menatap Ayu penuh harap.
"Duh.. Kamu kayaknya masih terlalu muda, Dek! Umur kamu berapa tahun?"
Gadis muda itu menundukkan kepalanya, "Aku udah dewasa lho, Mbak! Udah punya KTP. Umurku 18 tahun, aku baru lulus sekolah, Mbak! Aku pengen cari kerja!"
"Sebentar.. Mbak ndak bisa kasih kepastian, sebab bukan Mbak pemiliknya! Tunggu sebentar ya. Pemiliknya sedang shalat dzuhur dulu!" ucap Ayu dan gadis muda itu menganggukkan kepalanya.
Saat keduanya asyik berbincang, rombongan wisatawan dari Kota Palembang menghampiri toko mereka. Ayu yang keteteran segera dibantu oleh gadis muda itu. Ternyata dia sangat cekatan dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Ola yang baru saja menyelesaikan shalat dzuhurnya terkejut, karena begitu banyaknya pengunjung. Dia pun segera membantu Ayu, walaupun dia masih keheranan dengan gadis muda yang begitu cekatan melayani pembeli.
"Ayu! Siapa itu? Kok dia bantuin kita? Kamu kenal?" tanya Ola sambil membungkus pakaian milik pembelinya.
"Nanti Ayu jelaskan, Mbak!" jawab Ayu sambil menghitung.
Memasuki waktu Ashar, pembeli pun sudah mulai berkurang. Ayu, Ola dan gadis muda itu menghela nafasnya lega.
"Alhamdulillah.. Bisa duduk juga!" ucapnya sambil menyandarkan diri ke tembok.
"Dek! Ini Mbak Ola, pemilik toko! Katanya kamu mau melamar pekerjaan!" Ayu memperingatkan gadis itu, hingga dia terlonjak dan langsung berdiri.
"Maaf yo, Buk! Aku ndak tau!" lirih gadis muda itu membuat Ola tersenyum dan menghampirinya.
"Panggil Mbak aja! Masih muda lho ini," ucap Ola sambil terkekeh. "Jadi mau melamar pekerjaan? Siapa nama kamu?"
"Jadi dong, Mbak!" jawabnya spontanitas. "Ekhem.. Bismillah.. Nama saya Pratiwi Opi Setiyaningrum. Tapi Mbak bisa panggil Tiwi atau Opi, sesuka hati Mbak aja! Umurku 18 tahun, Mbak. Alhamdulillah sudah lulus SMK dan memang cari pekerjaan buat bantu-bantu Ibu dan Bapak.."
"Masya Allah.. Niatnya sudah baik, ya!" Ola terkekeh sambil mengelus kepala gadis muda itu. "Mbak berasa dapat adik baru!"
"Jadi gimana, Mbak? Apakah adik baru ini diterima?" tanyanya dengan polos.
Ayu dan Ola pun terkekeh, "Insya Allah.. Kamu Mbak terima kerja disini ya, Opi!"
"Alhamdulillah Yaa Allah! Makasih yo Mbak!" ucapnya penuh rasa syukur. "Aku bahagia sekali, Mbak! Sudah dapat pekerjaan juga dapat panggilan baru. Soalnya orang-orang biasa panggil aku Iwik!"
Kehadiran Opi di tengah-tengah Ola dan Ayu membuat suasana semakin hangat. Walaupun jauh dari keluarga, tapi Ola bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik seperti mereka.
"Tugas pertama kamu, Opi! Bantuin kita beberes ya! Soalnya jam 5 sore waktunya toko buat tutup!" Ayu menggandeng Opi untuk membereskan manekin dan baju-baju yang berada di luar.
"Siap Mbak Ayu!"
Toko itu memang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung banyaknya pembeli. Sedangkan di lantai 2 merupakan kediaman Ola dan juga Ayu. Sebenarnya mereka juga tinggal di rumah Ayu, hanya saja akhir-akhir ini karena sibuk mereka memilih untuk tinggal di toko.
"Iwik..! Pulaaanggg..!!" teriak seorang laki-laki berseragam loreng, hingga Opi pun masuk kedalam dan bersembunyi dibalik tubuh Ola yang tengah membereskan pakaian muslim.
"Astagfirullah.. Ada apa, Opi?" tanya Ola yang ikut khawatir.
Belum gadis itu menjawab, laki-laki itu sudah masuk dan mendekati keduanya.
"Wik, pulang! Sebelum Mas habis kesabaran!" bentak laki-laki itu.
"Mas, Iwik udah besar! Iwik mau kerja, Iwik ndak mau kuliah! Iwik mau bantu Ibu sama Bapak!" jawab Opi sambil gemetaran.
Ola pun memeluk gadis itu, lalu berbalik. Pandangan keduanya bertemu, ada rasa yang berbeda saat Ola memandang laki-laki itu.
"Mas tolong tenang! Semuanya bisa dibicarakan baik-baik," ucap Ola dengan tegas.
Laki-laki itu menghela nafasnya, dia mencoba mengatur emosi yang sudah berada di ubun-ubun.
"Jangan jadikan itu alasan, Iwik! Mas kan sudah meminta kamu buat bantu-bantu di konveksi, kenapa kamu ndak mau?" tanya laki-laki itu mulai melunak. Sedangkan Opi, gadis itu masih menangis terisak dipelukan Ola.
"Iwik ndak mau! Mas kan gak tau, Mbak Anin itu galak! Sok boss!" jawab Opi membuat laki-laki itu kembali terpancing amarahnya.
"Jaga bicara kamu, Wik! Anin itu pacar, Mas! Kamu harusnya bisa berbaikan sama dia dan calon keponakan-keponakan kamu! Bukan kabur gitu aja," ucapnya dengan kesal.
Kepala Ola mulai terasa pening mendengarkan perdebatan kedua adik kakak itu. Ola pun melepaskan pelukan Opi dan menghapus airmata gadis itu.
"Opii.. Dengerin Mbak ya! Izin dulu sama keluarga kamu, kalo memang kamu mau kerja disini sama Mbak.. Toko ini akan terbuka lebar menerima kamu buat bekerja disini. Tapi Mbak tidak membenarkan tindakan Opi. Tandanya, Opi belum mampu bertanggung jawab atas apa yang sudah diamanatkan," Ola menasehati gadis itu dengan lembut.
"Iya Mbak! Maafin Opi, yo Mbak!"
"Gak perlu minta maaf, Opi.. Sekarang pulanglah.. Izin dulu sama Bapak dan Ibumu, kalo sudah dapat izin kapanpun Opi mau, Opi boleh bekerja disini!" ucap Ola dan Opi pun menganggukkan kepalanya.
"Opi pulang yo, Mbak! Besok Opi datang lagi buat kerja.." pamitnya.
Sedangkan laki-laki itu termenung melihat komunikasi sang adik dengan gadis asing yang tak pernah mereka kenal. Selama ini, Opi sangat tertutup bahkan dengan Anindita kekasihnya.
"Terimakasih sudah menampung adik saya, dan maaf sepertinya besok dia tidak akan kembali lagi kesini!" ucapnya dengan tegas.
"Baik.. Gak apa, Mas! Insya Allah dimana pun Opi bekerja, dia akan berkembang dengan baik jika dalam lingkungan kerja yang sesuai keinginannya.."
"Maksudnya dia gak akan berkembang kalo bekerja di konveksi milik saya?! Saya bekerja keras mendirikan konveksi itu supaya jadi bisnis keluarga yang besar! Dan selama ini pun dia tak pernah kekurangan, hingga tak perlu bekerja di toko kecil seperti ini!" umpatnya dengan kasar.
Ola hanya terkekeh, "Alhamdulillah.. Semoga kerja keras anda membuahkan hasil. Jika anda memang bekerja keras, saya rasa tak pantas anda merendahkan kerja keras orang lain juga.."
Deg!
Laki-laki itu terhenyak, dia merasa bersalah karena mengatakan hal itu. Namun dia gengsi untuk meminta maaf. Opi pun menghampiri sang Kakak dan menepuk pundaknya dengan keras.
"Awww! Sakit Iwik!" omelnya.
"Mas Farid kebiasaan! Punya mulut pedesnya macam cabe! Kita pulang sekarang! Ndak malu sama seragam? Bisa-bisanya ngucap kayak gitu!" omel Opi membuat laki-laki itu semakin terdiam.
"Opi pulang ya, Mbak! Assalamu'alaikum.."
"Walaikumsalam!" jawab Ayu dan Ola bersamaan.
Sepanjang jalan, Opi menggerutu kesal pada sang Kakak. Dia sangat menyayangkan sikap Kakaknya yang tak bisa menjaga mulutnya.
"Besok-besok, Mas Farid cocoknya jadi admin lambe turah!"
Laki-laki itu menghela nafasnya berat. Dia adalah Farid Gibran Haidar, seorang TNI AD yang juga memiliki usaha konveksi. Dia ingin konveksi tersebut nantinya dikelola oleh sang adik. Maka dari itu dia merasa kecewa saat Opi lebih memilih untuk mencari pekerjaan lain.
"Maafin Mas yo, Wik! Mas cuman pengen kamu yang pegang konveksi. Anin disana kan cuman sebatas mengarahkan kamu aja, supaya kamu nantinya bisa mengelola dengan baik.."
Opi pun mendengkus kasar, "Yang ada Iwik stress Mas Farid! Boro-boro dikasih kerjaan untuk mengelola konveksi, Iwik cuman ditugasin buat jaga dua anaknya itu!"
"Wajarlah, Wik! Dia kan pengen kamu juga deket sama mereka. Karena kamu kan Budenya mereka nanti!" ucap Farid membuat Opi memutar bola matanya malas.
"Terserah apa kata Mas Farid aja! Tapi yang pasti, besok Iwik gak akan ke konveksi. Iwik mau kerja di toko Mbak Ola! Dia orang paling baik yang pernah Iwik temui!" tegas Opi.
"Iwik cuman perlu izin Ibu sama Bapak! Bukan Mas Farid!"
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya, ya!
Ini karya baru Rindu yang tidak sengaja harus Rindu buat!
Dukung terus semua karya Rindu ya 🥰
Salam Rindu, Author ❤
'Tuhan tidak akan mengambil sesuatu darimu, jika tidak menggantinya dengan hal yang jauh lebih baik. Semakin kita ikhlas, semakin kita menerima dan memaafkan orang-orang yang sudah mengecewakan, akan semakin banyak orang-orang baik yang berdatangan.'
'Kunci utamanya adalah terima rasa sakitnya, terima hal-hal yang sudah mengecewakanmu. Ikhlaskan.. Memang tidak mudah untuk menghadapinya, tapi belajarlah untuk menerima segala sesuatu yang terjadi. Tuhan akan berikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.'
Kalimat-kalimat itu menjadi penguat hati Ola, kala kerinduan dan kekecewaan itu melebur jadi satu dalam dadanya. Abrisam Fahrezi adalah laki-laki pertama yang ia cintai. Bahkan mereka merajut kasih cukup lama, sekitar 2 tahun. Lalu Abrisam melamar Ola, pada akhirnya mereka menikah. Namun, kepedihan harus Ola dapatkan. Karena setelah akad nikah berlangsung, Abrisam dilarikan ke Rumah Sakit. Dan saat itu.. Ola baru mengetahui jika laki-laki yang paling ia cintai itu, menderita kanker darah stadium 4.
Pedih.. Ola hancur.. Rumah tangga yang ia impikan, lenyap begitu saja. Ditambah kekecewaannya pada Abrisam yang tak pernah jujur tentang kondisi kesehatannya. Menyesal karena ternyata, Ola tak mengenal Abrisam dengan baik.
"Istighfar ya, Mbak! Kuat.. Mbak Ola kuatt.."
Ayu tau, jika Ola tiba-tiba diam dan gemetar tandanya semua bayangan itu kembali menghampiri ingatannya. Masih sangat jelas dibenak Ayu, bagaimana mengenaskannya kondisi Ola saat itu.
"Kenapa Kak Abi harus ninggalin aku secepat itu, Ayu? Apa salahku, hingga Allah mengambilnya dariku? Aku rindu dia, Ayu.. Aku mau susul dia.." lirih Ola.
"Astagfirullah.. Astagfirullah.." Ayu terus beristighfar sambil memeluk Ola, hingga dia tenang dan mulai memejamkan matanya.
Terkadang itulah yang Ayu lakukan sebelum mereka tidur, karena Ola memang biasanya tidak pernah bisa memejamkan mata saat bayangan-bayangan itu hadir.
Menjadi janda dalam usia pernikahan 3 hari. Keluarga Ola menjadi bahan gunjingan para tetangga. Tak jarang, mereka menunjukkan rasa iba secara terang-terangan dihadapan Ola. Apalagi selama masa iddah, sudah banyak lamaran dari laki-laki disekitar Ola. Begitu pun keluarganya yang terus mendesak agar Ola mau menikah kembali.
Tapi Ola tidak bisa. Tidak mudah melupakan Abrisam, suaminya walaupun hanya 3 hari. Walaupun Ola belum pernah tersentuh. Tapi Ola tetaplah seorang janda, yang dimata masyarakat selalu dipandang sebelah mata. Ola depresi, tapi keluarganya tak ada yang memahaminya.
Hingga akhirnya, malam itu Ola nekat untuk mengakhiri hidupnya. Beruntungnya, sebelum Ola menggores pergelangan tangannya, Ayu datang dan menghentikan semua itu. Bahkan dia rela terluka karena merebut pisau digenggaman Ola. Sejak saat itu, Ayu meminta izin pada keluarga Ola untuk menjadi asistennya dan menemani Ola.
Namun karena terus dijodoh-jodohkan, Ola akhirnya memilih kabur. Dan Ayu mengetahui hal itu, hingga akhirnya dia membawa Ayu untuk tinggal di kampunh halamannya di Kota Pekalongan. Mereka hidup sederhana ditengah-tengah keluarga Ayu. Ola pun perlahan mampu mengendalikan dirinya kembali.
"Mbak.. Luka mu itu tak pernah terlihat, karena senyuman tulus yang selalu kamu tebarkan. Begitu juga kebaikan-kebaikan yang selalu kamu lakukan.. Ayu hanya bisa berdo'a, semoga Mbak Ola akan segera menemukan kebahagiaan.." lirih Ayu sambil mengusap kepala Ola yang sudah terlelap.
* * *
Adzan subuh berkumandang, Opi bergegas menuju kamar mandi dan melaksanakan shalat subuh. Dia sudah bertekad jika hari ini, dia akan kembali bekerja di toko baju milik Ola. Perihal Mas Farid, Opi akan pikirkan nanti. Yang penting dia meminta izin terlebih dahulu pada kedua orang tuanya.
"Kamu mau kemana, Wik?! Jangan bilang kamu mau kerja lagi!" tanya Farid dengan tegas.
"Emang Iwik mau kerja! Mas aja yang kontrol konveksi hari ini, biar ketemu sama bidadari beranak dua!" jawab Opi sambil menaikan nada suaranya, agar Ibu dan Bapaknya mendengar.
Benar saja, orang tua mereka pun datang keruang tengah lalu menatap keduanya bergantian.
"Masih pagi, Nduk.. Le.. Kalian ini ngeributin apa toh?" tanya sang Ibu dengan lembut.
"Ini Bu! Mas kan sudah berjuang untuk mendirikan konveksi ini, supaya Iwik bisa mengelola dengan baik! Ini dia malah kabur-kaburan dan kerja di toko kecil milik orang lain! Gimana Mas nggak marah toh, Bu!" Farid menjelaskan dengan penuh emosi.
"Mas Farid kan ndak tau! Kalo Iwik disana cuman jadi pengasuh anak-anak pacarnya Mas Farid! Iwik capek Bu, Pak! Iwik mending kerja aja di toko Mbak Ola.. Meskipun toko nya kecil, tapi pemilik toko nya berhati luas! Tutur katanya lembut, ndak macam Mbak Anin yang suaranya melebihi toa di pos ronda!" ucap Opi tak mau kalah.
Farid pun sangat kesal, karena Opi selalu menjelek-jelekan Anindita kekasihnya.
"Le.. Kamu masih pacaran sama dia?" tanya Pak Haidar, karena memang ia tak menyetujui hubungan putra satu-satunya itu dengan Anindita.
"Pak.. Anin baik! Dia yang bantu konveksi Mas, supaya bisa berjalan seperti sekarang ini. Selain itu, dia penyayang Pak! Mas yakin, dia bisa jadi menantu yang baik buat Ibu dan Bapak.." jawab Farid sambil menatap kedua orang tuanya yang terlihat kecewa.
"Sampai kapanpun, Bapak ndak akan pernah setuju! Sejak awal dia kemari, tak pernah ada sopan santun sama Bapak dan Ibumu. Setidaknya jika tak memakai hijab, pastikan dia memakai pakaian yang sopan! Jujur saja.. Bapak kecewa.. Pilihanmu salah, tapi masih kamu pertahankan.." lirih Pak Haidar.
"Bapakmu benar, Le.. Semua itu berkat usaha dan kerja kerasmu, bukan hanya tentang Anindita.." lirih Bu Mutia. "Tapi yo ndak apa-apa.. Itu pilihanmu, le.. Hanya saja, Ibu mengingatkan! Jika suatu saat kamu menemukan keburukannya, jangan pernah kamu adukan pada kami.."
Farid hanya menunduk. Sebenarnya sejak awal pertemuannya dengan Anindita pun, dia merasa jika kedua orang tuanya tak akan menerima. Bukan tanpa alasan, mereka bertemu di club malam. Saat itu Farid tengah mencari Abang senior nya yang tengah mabuk. Karena tak ingin mendapatkan masalah, Farid pun membawanya ke kosan temannya. Walaupun esok paginya mereka akan mendapatkan hukuman.
Anindita yang saat itu bekerja disana, membantu Farid. Mereka pun berkenalan dan mulai dekat. Farid mulai jatuh cinta pada Anindita, walaupun Anindita seorang janda. Namun begitu mengejutkan pula, saat dia mengetahui jika Anindita memiliki dua anak dari Ayah yang berbeda. Cinta memanglah buta dan tuli. Hingga Farid tidak pernah mau mendengar hal-hal buruk mengenai kekasihnya itu.
"Pak, Bu! Jadi Iwik boleh kan kerja di toko Mbak Ola?" tanya Opi membuat Farid pun tersadar dari lamunannya.
"Boleh, nduk.. Lakukan apapun yang menurutmu baik. Ibu sama Bapak memberi izin. Tapi jangan lupa untuk pulang tepat waktu dan mengabari kalo telat. Karena Mas mu akan kembali ke barak kan? Jadi ndak ada yang bisa cari.. Bapak sama Ibu kan ndak bisa pakai motor.." Bu Mutia mengelus kepala putrinya dengan lembut.
"Tapi Bu.."
"Sudahlah Farid! Adikmu sudah besar.. Uruslah urusanmu.. Biarkan dia mengepakkan sayapnya tanpa harus kamu recoki! Yang penting dia bisa menjaga dirinya dengan baik!"
Final. Farid tak bisa berkutik jika Pak Haidar sudah berkata seperti itu.
* * *
Pukul 8 pagi, Opi sudah standby didepan toko 'Daneen Collection'. Tentunya ditemani oleh sang Kakak yang siang nanti akan kembali ke barak nya di Kota Purbalingga.
"Udah jam segini.. Kok Mbak Ola sama Mbak Ayu belum buka!" gumam Opi.
"Ck! Apa Mas bilang? Masa jam segini belum buka! Tuh kamu liat! Mereka udah dari jam 7 pagi buka toko!" omel Farid.
"Diem deh, Mas! Mulut kok nyinyir terus!" kesal Opi.
Tak lama kemudian munculah Jody, dia adalah kurir pengiriman barang-barang di toko milik Ola.
"Mbak mau belanja?" tanya Jody dan Opi pun refleks menganggukkan kepalanya.
"Maaf Mbak? Kalo hari Jum'at, toko ini tutup!" ucap Jody kembali, hal itu membuat Opi penasaran.
"Lho kenapa tutup, Mas?" tanya Opi.
"Soalnya pemilik toko ini, Mbak Ola namanya. Dia setiap hari jum'at pasti mengajar anak-anak di Panti Asuhan yang ada diujung jalan ini!" jawab Jody, lalu dia pun berpamitan karena memang hanya diminta Ola untuk membawa pakaian-pakaian yang akan dibagikan pada anak-anak Panti.
"Lha itu mau dikemanain, Mas?" Opi pun masih penasaran.
"Ini untuk dibagikan ke anak-anak Panti! Daripada tak laku dan mubadzir, Mbak Ola lebih banyak bagikan baju-bajunya!"
Hening.. Opi dan Farid sama-sama terdiam. Bahkan Farid semakin merasa bersalah pada ucapannya kemarin. Dia malu sendiri, toko kecil saja perempuan itu masih sempat berbagi. Tapi dia? Konveksi nya sudah lumayan besar, tapi ia lupa untuk berbagi.
Akhirnya Opi dan Farid membantu Jody membawa pakaian-pakaian itu. Karena motor Jody tak muat dan kebetulan Farid menggunakan mobil. Mereka pun mengikuti Jody, hingga akhirnya mereka tiba di Panti Asuhan Sayap Hati. Selain anak-anak yatim piatu, disana pun banyak anak-anak yang menderita kanker dan juga anak-anak berkebutuhan khusus.
Farid cukup tercengang, jiwanya sebagai seorang abdi negara mulai terusik. Ia pun membantu menurunkan baju-baju itu dan menyapa anak-anak yang sedang belajar mewarnai.
"Opi? Masya Allah.. Kok bisa disini sih?" sapa Ayu sambil memeluk Opi.
"Tadi Opi dateng mau kerja, Mbak! Ehhh ternyata libur.. Kata Mas nya tadi, kalo hari Jum'at Mbak Ola ngajar disini! Jadi Opi mending kesini deh.. Sekalian beradaptasi Mbak! Opi kan harus terbiasa dengan lingkungan kerja Opi nantinya.." jelas Opi dan Ayu hanya menganggukkan kepalanya.
"Oh ya, dimana Mbak Ola? Kok Opi ndak liat!"
Ayu mengelus pundak Opi, "Mbak Ola ada didalam, dia lagi bacain dongeng buat anak-anak yang mengidap kanker! Kamu mau liat?" tanya Ayu dan Opi pun menganggukkan kepalanya.
Hal itu tak luput dari pandangan Farid, dia pun mengikuti sang adik. Walaupun Opi sempat mendelik kesal karena terus diikuti oleh Farid.
Pemandangan yang cukup mengharukan. Ola membacakan dongeng pada anak-anak yang tak memiliki rambut. Anak-anak penderita kanker yang sedang berjuang dalam hidupnya. Farid terhenyak, rasanya ia menjadi manusia yang paling kufur nikmat.
"Aydin! Naakkk.. Jawab Bunda..! Aydiiinnn..!" panggil Ola panik.
Salah satu anak laki-laki yang tengah Ola bacakan dongeng, tiba-tiba saja tak sadarkan diri. Farid bisa melihat bagaimana kepanikan perempuan itu. Beberapa pengurus panti asuhan pun berdatangan. Mereka memeriksa kondisi anak laki-laki itu, namun sayang.. Dia meninggal dunia.
"Innalillahi wa inna illahi rojiun.."
Tangan Ola gemetar, bayangan itu kembali. Dimana dokter menyatakan jika Abrisam telah tiada. Pandangan Ola pun mulai menggelap dan Ola rubuh tak sadarkan diri.
"Astagfirullah, Mbak Ola!" pekik Ayu, dia langsung berlari dan menghampiri Ola.
"Mas tolongin dong! Kita bawa Mbak Ola ke rumah sakit!" pinta Opi dan Farid pun bergegas mendekati Ola. Dia membopong tubuh Ola untuk dibawa ke Rumah Sakit.
"Kak Abi.. Jangan tinggalin aku, Kak.. Aku ikut Kak Abi saja.. Dunia tak adil padaku, Kak.. Bawa aku pergi dari sini.." gumam Ola.
Halusinasi. Depresi. Luka tak terlihat. Itulah yang ada dalam pikiran Farid saat ini.
Farid menyetir dengan cepat, saat di IGD dia kembali membopong tubuh Ola. Dan saat itu pula, Anindita tengah berada disana. Dia tengah membawa salah satu temannya yang mabuk parah dan tak sadarkan diri.
"Silahkan daftar dulu di depan, Pak!" titah suster.
Ternyata Ayu sudah mendaftarkan Ola, karena bukan sekali dua kali Ola mengalami hal ini. Farid pun tak sengaja mendengarkan ucapan dokter itu pada Ayu.
"Mbak Ayu.. Sudah saya bilang, lebih baik Mbak Ola mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Setidaknya sampai bayangan dan bisikan itu hilang dari kepalanya. Meskipun saya yakin, Mbak Ola sama sekali tidak pernah meninggalkan ibadahnya. Tapi ini bukan perihal keimanan. Tapi kesehatan mentalnya.. Kita harus mengobati traumanya!"
Deg!
'Trauma? Ternyata benar.. Dia..'
"Mas Farid?"
Farid pun menoleh dan mendapati kekasihnya disana.
"Katanya Mas Farid mau balik ke barak? Ngapain disini?"
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
Anindita menarik lengan kekasihnya itu, dia sungguh sangat kecewa dengan Farid. Bahkan laki-laki itu sama sekali tidak mengunjunginya. Walaupun hanya untuk sekedar mengecek konveksi miliknya.
"Katanya kamu mau balik ke barak, Mas? Sekarang ngapain kamu disini?" tanya Anindita penuh dengan intimidasi.
"Be! Saya cuman antar temannya Iwik. Tadi saya antarkan dia buat kerja, gak tau nya temen Iwik sakit. Jadi saya cuman antar dia kesini!" jawab Farid sambil mengenggam tangan kekasihnya itu.
"Cuman buat temen si Iwik kamu mau antar! Bahkan pesan yang aku kirim pun kamu gak baca, Mas!" bentak Anindita. "Padahal aku juga minta kamu buat antar aku kesini! Mirna semalam mabuk parah dan dia gak sadarkan diri!"
Farid menghela nafasnya kesal, "Cukup be! Jangan salahkan saya. Kamu tau konsekuensi nya membawa orang mabuk ke Rumah Sakit kan? Bukan sekali dua kali, be! Saya malu! Kamu lihat.. Gimana tanggapan orang-orang nantinya?"
"Jahat kamu, Mas! Mirna itu sahabat aku.. Yasudah kalo kamu gak bisa temani! Kamu juga gak boleh temani si Iwik disini!" geram Anindita. "Adik kamu itu emang menyebalkan!"
Sebenarnya Farid tak terima ucapan Anindita terhadap adiknya, namun lagi-lagi cinta menulikan semuanya. Dia malah memeluk perempuan itu dan mengecup keningnya.
"Saya harus kembali ke barak, be! Saya mau pamit dulu sama Iwik.. Kamu jaga diri baik-baik ya! Love you.."
Anindita hanya menganggukkan kepalanya. Farid pun mendekati Opi yang saat itu tengah memeluk Ola yang menangis tersedu-sedu.
"Iwik! Mas harus balik selarang!" ucap Farid dan Opi hanya menganggukkan kepalanya.
Entah kenapa, sedikit terasa perih saat melihat perempuan itu menangis tersedu-sedu. Namun Farid terus mencoba untuk menghilangkan pemikiran itu dari kepalanya.
Mobil pun melaju dengan kecepatan cukup tinggi, karena Farid harus melaksanakan piket sore hari nanti. Farid bukanlah seorang perwira, saat ini dia berpangkat Sersan Satu (Sertu). Dan Insya Allah di bulan April tahun depan ia akan naik pangkat menjadi Sersan Kepala (Serka).
Bagaikan magnet, tiba-tiba saja ia tertarik untuk memikirkan apa yang terjadi pada Ola. Hingga gadis itu disarankan untuk mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Sekuat hatinya untuk tak memikirkan, namun tetap saja sosok Ola mampu membuat pusat pikirannya berpikir keras.
Tiba-tiba saja, ia mengirimkan pesan pada sang adik. 'Iwik! Katakan pada teman kerja kamu itu. Daripada dia dibawa ke rumah sakit jiwa untuk di rawat. Lebih baik bawa ke tempat Mas Lingga. Siapa tau perlahan dia bisa menyembuhkan jiwanya yang terluka. Nanti Mas bantu carikan tempat untuk dia tinggal sementara..'
Tring!
Sebuah pesan masuk. Opi pun membukanya dan memperlihatkannya pada Ayu. Sedangkan Ola sendiri mulai tertidur karena obat penenang yang diberikan oleh dokter.
"Mas Lingga itu siapa, Opi?" tanya Ayu dan Opi pun menjelaskannya.
"Jadi begini, Mbak Ayu.. Mas Lingga itu bisa dibilang apa ya, therapist! Tapi caranya itu seperti ruqyah.. Jadi hanya melalui ayat-ayat suci Al-Qur'an beliau menenangkan pasiennya. Selain itu, nanti dengan metode hypnotherapy.. Jadi Mbak Ola akan menceritakan semua yang Mbak Ola alami dengan sendirinya. Penyebab trauma Mbak Ola.. Semuanya akan terkuak disana, Mbak Ayu.."
"Huft.. Penyebabnya sudah pasti, Opi. Karena kehilangan suaminya.. Itulah penyebab Mbak Ola seperti ini.." lirih Ayu membuat Opi terperanjat.
"Opo Mbak? Jadi Mbak Ola sudah menikah?" kaget Opi yang memang tidak mengetahui status Ola.
Sedikit demi sedikit, Ayu pun menceritakan semua hal yang di alami oleh Ola. Tanpa terasa air mata gadis muda itu menetes. Perih sekali rasanya, apalagi jika menjadi Ola yang mengalami hal itu.
"Ya Allah.. Mbak Ola itu kuat sekali.." lirih Opi.
"Dia ndak sekuat itu, Opi! Dia hanya berusaha memendam semuanya sendiri. Menyembuhkan lukanya sendiri. Padahal dari dalam, dirinya sudah hancur..' lirih Ayu.
Dokter yang menangani Ola pun menghampiri. "Mbak Ayu.. Bagaimana jika saya sarankan kalian untuk ke Kota Semarang. Disana ada semacam Klinik Kejiwaan bernama 'Oemah Sehat Jiwa'. Dia teman baik saya, semoga dia bisa membantu memulihkan kondisi kejiwaan Mbak Ola yang terguncang. Hingga nantinya dia bisa menjalani setiap harinya dengan tenang."
"Baik dok! Insya Allah saya akan melakukan segala hal yang terbaik untuk Mbak Ola!" ucap Ayu sambil terisak.
"Hubungi keluarganya, Mbak Ayu.. Dia membutuhkan dukungan dari keluarganya. Apalagi dekapan hangat seorang Ibu.."
"Baik dok!"
Mendengar ucapan Ayu dan dokter itu, Opi pun meminta sang Kakak untuk membantu mencarikan tempat tinggal sementara untuk mereka. Karena Klinik yang disebutkan oleh dokter itu adalah Klinik milik Mas Lingga. Kerabat Opi dan juga Farid dari sang Ayah.
"Mbak Ayu! Opi dah minta Mas Farid untuk carikan tempat tinggal sementara disana. Karena pasti pengobatannya akan lama. Dan nggak mungkin kita bolak balik, karena Mbak Ola pasti kelelahan!" ucap Opi membuat Ayu menoleh.
"Ini Klinik yang tadi Mas Farid maksud, Mbak!" Opi menjelaskan sebelum Ayu bertanya.
"Allah begitu baik.. Makasih ya Opi dah bantu kami!" lirih Ayu.
* * *
Farid membaca pesan masuk dari sang adik, lalu menghubungi Kakak sepupunya agar minta dicarikan tempat untuk tinggal Ola sementara. Karena nanti Ola tidak boleh didampingi oleh siapapun. Hanya akan didampingi oleh para perawat di Klinik itu.
"Mas Lingga.. Besok bisa siapkan tempat untuk teman Iwik? Dia mengalami trauma, entah karena apa. Tapi kata Iwik, dokternya menyarankan untuk dibawa ke tempat sampean!" ucap Farid saat telepon nya di angkat oleh Lingga.
"Ckckckck! Salam dulu toh, Masbro! Ndak bisa basa basi amat!" omel Lingga.
"Bisa ndak?! Saya ndak biasa basa basi busuk karo sampean!" kesal Farid dan membuat Lingga terkekeh.
"Tunggu! Disini.. Sabrina Ola Daneen, usia 28 tahun! Mana ada dia teman Iwik! Adik koe itu baru umur 18 tahun Masbro! Mosok temenan bedanya 10 tahun! Hayohh jawab, siapa kamu itu?" tanya Lingga menelisik.
"Nantilah biar Iwik yang jelaskan! Lagian saya juga ndak kenal sama perempuan itu!" jawab Farid berkilah.
"Rid.. Rid.. Sampean itu ndak bisa bohong! Kalo ndak kenal, ngapain sampean sampek segitunya? Mana disini statusnya 'Cerai Mati', sampe kapan toh kamu itu selerane janda! Dari janda anak dua, sekarang janda mati! Ndak pengen apa cari perawan?" omel Lingga.
Deg!
Farid terdiam. Dia tak menyangka, jika Ola adalah janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Tanpa basa basi, dia pun menutup telepon nya. Lalu menanyakan pada sang adik, kapan Ola akan dibawa ke tempat Lingga.
'Besok pagi jam 10' singkat dan jelas.
Entah kenapa, Farid semakin tertarik untuk mengetahui kehidupan Ola. Dan semua yang terjadi padanya, bagaikan magnet. Dia menyarankan untuk dibawa ke tempat Lingga, begitu pun dokter yang menangani gadis itu.
'Sabrina Ola Daneen.. Sebenarnya apa yang terjadi padamu?' batin Farid.
Magnet.. Sekali kata itu diungkapkan, bayangan kita langsung terbawa kepada sebuah benda yang dapat menarik benda-benda lainnya. Tentu saja bukan sembarangan benda yang dapat tertarik. Magnet memiliki dua kutub, bila kutub yang sama didekatkan, maka mereka akan saling menolak. Namun begitu kutub berbeda didekatkan, mereka akan tarik menarik.
Begitulah pemikiran Farid terhadap Ola. Dia merasa tertarik dengan kehidupan perempuan itu. Namun saat berdekatan, Farid menolak untuk perduli terhadap Ola. Dia tidak mau memikirkan perempuan lain selain Anindita. Namun kali ini berbeda, pikirannya mampu terbelah menjadi dua.
"Gila! Kenapa saya ini?!" gumam Farid, karena lelah memikirkan Ola.
"Siapa pula perempuan itu! Saya gak perlu sejauh itu mikirin dia!" gumam nya lagi.
Farid tidak menyadari, sejak tadi senior dan juniornya itu memperhatikannya. Karena saat ini yang tengah piket bukan hanya Farid seorang.
"Woi Rid! Kau ini kenapa bicara sendiri?" tegur Serma Erik, sang senior.
"Siap salah!" ucap Farid karena tersentak.
"Santailah santai.. Cerita, kau ini kenapa? Sejak tadi datang, kau sudah seperti orang linglung!"
Farid menghela nafasnya, dia pun mulai menceritakan apa yang dia pikirkan pada sang senior. Karena memang pada Serma Erik, Farid selalu menceritakan semua masalahnya.
"Saya rasa, kau ini jatuh cinta tanpa kau sadari.."
"Yang benar aja, Bang! Cinta saya hanya untuk Anin.. Abang tau itu lah!" sanggah Farid.
"Ya sudah terserah kau lah.. Mau percaya atau tidak! Tapi hati kau tidak bisa menolak, bahwa kepala kau ini terus memikirkan perempuan itu. Siapa tadi namanya?" tanya Erik dengan logat khas medannya.
"Sabrina Ola Daneen.." jawab Farid.
"Nah nah kan! Kau saja sampai hafal begitu namanya! Sudahlah mengaku sajalah.."
"Entahlah Bang! Sudah lupakan aja.. Abang mau saya buatkan kopi tak?" tanya Farid.
"Buatlah! Tambahkan sedikit krimer biar mantap!" titah Erik dan Farid pun menganggukkan kepalanya.
Selama membuat kopi, pikiran Farid kembali tertuju pada ucapan Erik yang mengatakan jika ia jatuh cinta terhadap Ola.
"Gak mungkin! Cintaku hanya untuk Anindita.. Dia yang membersamai usahaku dari nol.. Sampai konveksi itu besar seperti sekarang ini. Dia yang selalu ada disaat aku butuhkan dia.." gumam Farid.
Dia pun kembali dan membawakan dua cangkir kopi, Erik pun tengah mendapatkan panggilan dari sang Komandan.
"Siap laksanakan, Dan! Nanti akan saya sampaikan pada Sertu Farid!" itulah kata penutup yang Farid dengar.
Usai menutup telepon, Erik pun menghampiri Farid.
"Besok kau dan saya ditugaskan Komandan untuk mengantar putra kesayangannya itu ke Semarang! Kau akan mendampinginya untuk berkonsultasi dengan dokter di 'Oemah Sehat Jiwa'. Karena kata Komandan, anak itu tenang saat kau dampingi!" ucap Erik.
"Siap Bang!"
'Kenapa harus disaat yang bersamaan?' batin Farid.
"Hei bocah tua! Kau mau buat saya mati kah? Ini garam yang kau masukan, bukan gula! Gila kali kau ini.. Otak kau ini dimana?" kesal Erik. "Sikap salah 30 menit!"
"Siap laksanakan!"
Farid pun segera mengambil sikap salah. Sambil menggerutu pada dirinya sendiri.
'Gila kau Farid! Bisa-bisanya kau salah masukan garam kedalam kopi! Semua ini gara-gara perempuan itu!'
Terdengar suara cekikikan dari para junior yang menemaninya piket saat itu. Farid pun mendengus kesal. Usai 30 menit, dia bangkit lalu minum segelas air putih.
"Hei kalian! Yang tadi menertawakan saya, push up 50x!" titahnya pada para juniornya itu.
"Siap laksanakan!" ucap tiga orang itu serempak.
Erik hanya terkekeh melihat tingkah Farid. "Makanya jangan terus kau pikirkan perempuan itu! Karena mereka bisa menjadi racun sekaligus obat! Itulah yang istri saya katakan!"
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!