Different World
Namaku Ainsley Aaric. Mahasiswi di universitas terkenal Amerika. Seorang gadis yang selalu dihina sebagai kutu buku aneh selama hidupnya. Yah, aku mendapat julukan itu sejak lama. Sebenarnya aku tak tahu, motif apa yang membuatku menjadi bahan ejekan mereka. Tapi ya ... kau tahu? Aku selalu berpikir bahwa mereka mungkin iri padaku. Hahaha, kenapa aku menjadi sangat percaya diri seperti ini? Hah, sudahlah.
Kembali lagi ke topik kutu buku. Setelah melihat hasilnya sekarang, kurasa aku berhak tertawa atas ejekan mereka yang iri padaku. Pasalnya aku kini menikmati hasil dari kerja kerasku dulu. Aku telah merasakan beasiswa di universitas yang menjadi incaran para pelajar, untuk meneruskan pendidikannya. Jika ditanya tentang tujuan apa aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan semua itu, jawaban pastinya tentu saja untuk mengurangi biaya sekolah.
Kau tahu? Bisa dititik ini bukanlah perkara yang mudah. Aku harus meninggalkan kampung halaman dan jauh dari keluarga yang menyayangiku. Tapi mengingat kejadian buruk di masa lalu, adakalanya aku merasa lega telah menjauh dari desa mungil itu.
Untuk keadaanku sekarang, seringkali aku merasa terpuruk karena beberapa hal. Rasanya sungguh menyiksa, ketika kau tahu dirimu hidup sendiri di negara orang, dan dihadapkan pada suatu masalah yang membuatmu pening untuk mencari jalan keluar. Tapi untungnya ketenangan sesekali hinggap di hatiku. And yeah ... itu cukup membantu untuk merilekskan pikiran ini.
Aku akan menceritakan sedikit kisah pilu hidupku ini pada kalian. Dimulai dari meninggalnya orang tuaku saat aku berusia 5 tahun. Yah, siapa sangka? Ketika melakukan perjalanan bisnis ke Amerika, Tuhan malah merenggut nyawa ayah dan ibuku.
Dugaan saat itu mobil dalam kecepatan yang tinggi. Remnya mengalami kerusakan yang parah. Dan beberapa hal pada mesinnya telah diubah, bahkan tidak sesuai dengan standar aman.
Jika kau berpikir kejadian yang menimpa orang tuaku itu murni kecelakaan biasa, jawabanmu salah besar. Hanya saja, kasus mereka tak pernah terpecahkan. Pihak kepolisian juga tak bisa mengungkap fakta sebenarnya. Aku menduga masalah ini pasti berkaitan dengan bisnis ayah.
Kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Karena aku telah menyelidiki semua hal yang sangat mencurigakan bagiku. Bayangkan saja, dalam waktu lima hari perusahaan ayahku langsung jatuh ke tangan Arnold William. Padahal setelah melihat latar belakangnya, pria ini adalah orang yang paling membenci kedua orang tuaku.
Well, itulah alasanku bisa sampai sejauh ini. Aku ingin mengambil kembali apa yang menjadi milik orang tuaku. Jika benar kejadian itu adalah sebuah konspirasi, aku tak akan tinggal diam. Perbuatan keji harus segera diakhiri. Dan akan kupastikan, orang yang terlibat di dalamnya, akan mendapatkan balasan setimpal.
Baiklah, ayo kembali pada kehidupanku saat ini. Aku tinggal di sebuah apartemen, yang telah di beli oleh pihak universitas. Tempat ini dirombak menjadi asrama kedua bagi para mahasiswanya. Jika di benakmu muncul pertanyaan kenapa tidak direnovasi saja menjadi apartemen mewah atau sejenisnya? Artinya kebingungan yang kau rasakan, sama sepertiku pada awal-awal bersekolah di sini.
Dan jawaban yang kutemukan adalah, kampusku sudah mengelola dua apartemen yang sangat mewah. Inilah sebabnya pihak universitas hanya membuat gedung yang hampir bangkrut itu, menjadi sebuah asrama. Meskipun begitu, fasilitas yang diberikan sudah sangat memadai.
Di sini aku hanya menempati kamar ini sendiri. Aku tidak punya teman satu kamar? Yah, itulah kenyataannya. Penyebabnya cukup unik menurutku. Sebagian besar mahasiswi di sini menjauhiku. Sebenarnya aku sangat bersyukur karena tak perlu berbagi kamar dengan orang lain. Tapi alasan mereka membenciku sangat tidak masuk akal.
Aku bahkan tak mengenal orang-orang yang menjauhiku. Aku hanya mendengar alasan mereka mengucilkanku karena rumor buruk ayah dan ibu. Jadi ya ... mimpi saja aku bisa mendapat teman satu kamar. Terkadang aku merasa kehidupan di dunia ini sangat tak adil. Kebaikan lebih mudah dilupakan, daripada rumor yang sudah menyebar ke mana-mana.
Baiklah, mari kita lupakan masalah itu sejenak, karena tugas rumahku telah menanti. Kau tahu? Aku adalah tipe orang yang selalu menyusun buku sesuai dengan jadwal. Hanya saja, seusai pembelajaran selesai, terkadang aku meletakkannya tak sesuai posisi awal. Alhasil semuanya acak-acakan sekarang.
Acapkali diriku dibuat kesal karena hal ini. Saking banyaknya jurnal yang tersimpan, aku menjadi lupa di mana meletakkannya. Aku sering kesulitan mencari buku yang benar-benar kubutuhkan saat itu juga.
Tiba-tiba saja ponselku berdering ketika aku membersihkan buku-buku lama yang berdebu. Begitu mengangkatnya, hanya isak tangis dari nenek yang aku dengar. Sebenarnya ada apa ini? Aku benar-benar bingung. Sebelum menjawabnya, aku terdiam sejenak.
“Halo ... Nenek?” tanyaku cemas. Aku pucat memikirkan kemungkinan yang tak ingin kudengar.
“Ainsley ... kakekmu ... dia ...“ ucapan nenek terhenti. Dia tak melanjutkannya lagi. Ia hanya menangis terisak-isak. Ketidakmampuannya untuk memberikan berita itu padaku, membuat dadaku semakin terasa sesak.
“Kakek kenapa, Nek? Tolong katakan yang benar. Jangan membuatku berpikiran yang tidak-tidak,” pintaku, agar nenek melanjutkan ucapannya. Perasaanku menjadi tidak enak mendengar semua ini. Tapi aku tidak boleh berpikiran negatif terlebih dulu.
“Kakekmu ... sudah tiada,” tutur nenek. Aku terhuyung ke belakang dan menabrak sisi ranjang. Derit besi penyangganya berbunyi, begitu aku terduduk lemas di atas busa pengantar tidurku ini.
“Aku ... tunggu aku di sana. Jika berhasil mendapatkan izin, aku akan mengabarimu lewat pesan teks,” ujarku pada nenek. Tanpa basa basi lagi, aku mematikan teleponnya. Tubuhku mematung cukup lama di atas ranjang. Pandanganku menjadi kosong, seperti orang linglung.
Kenapa semuanya menimpa diriku? Mengapa harus orang-orang yang kusayangi? Bagaimana bisa takdir begitu kejam padaku? Aku ingin menangis. Tapi kesedihan yang bercampur amarah ini, membuat air mataku tak bisa keluar.
Pikiranku sudah memerintahkan untuk segera bangun dan berdiri dengan tegak. Tapi Rasa pedih ini terlanjur menjalar di sekujur tubuh dan membuat kakiku terasa membeku. Cukup lama membuat suasana hatiku membaik seperti semula. Sesekali embusan napas yang berat keluar dari mulut kecilku.
Setelah mampu berdiri, aku berjalan keluar dari kamar dengan lemas. Beruntung masih ada jam kuliah sore di kampus. Kuharap rektor sombong itu masih berada di kantornya.
Bagaimanapun juga, aku adalah mahasiswa yang masuk karena beasiswa. Bagi orang-orang sepertiku ini, sulit untuk meminta ijin jika ada acara yang tidak bisa kami tinggalkan. Semoga aku mendapat pengecualian karena acara berkabung.
Setelah menemui dan menjelaskan alasan kepulanganku pada rektor, aku diperbolehkan pulang. Walaupun hanya 3 hari, bagiku sudah cukup baik. Aku langsung mengabari nenek karena berhasil mendapatkan izin.
Sesampainya di asrama, aku mengemasi pakaian secukupnya, dan langsung membeli tiket pulang ke Inggris. Aku memilih menggunakan taksi daripada bus untuk mempersingkat waktu. Perasaanku campur aduk kali ini.
Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Menatap ke luar jendela dengan pandangan yang kosong. Kejadian serupa juga terjadi ketika aku menaiki pesawat. Aku merasa seperti ruangan hampa. Pikiranku melayang ke mana-mana.
Mataku melihat jauh ke bawah dari jendela. Semuanya terasa seperti mimpi bagiku. Untungnya, suara batuk orang di sampingku membuat kesadaran ini kembali
Sialnya, jantungku berdebar hebat karena gelegar suara itu. Aku meraup seluruh wajahku dengan kedua tangan ini. Seperti sebuah keharusan, embusan napas yang berat keluar begitu saja ketika otakku dihantam kenyataan pahit. Uniknya orang di sampingku ini malah melirikku dengan tatapan sinis. Sungguh membuatku kesal.
Seharusnya jika malu mengucapkan kata maaf, jangan menatapku dengan mata seperti itu. Untung saja dia orang tua, jika tidak aku akan memelototinya kembali. Mentang-mentang lebih berumur, ia menjadi semena-mena pada yang lebih muda.
"Huh". Kini aku berpaling menatap jendela yang penuh titik-titik kecil warna-warni. Perjalanan ini sangat lama dan membuatku lelah. Seharusnya aku menikmati pemandangan indah yang terpampang di sepanjang penerbangan. Tapi mataku memilih untuk terpejam. Meskipun begitu, aku malah masuk ke dunia mimpi dan bertemu dengan seorang pangeran tampan.
Apa dia akan menciumku? Perasaan mendebarkan ini sungguh terasa nyata. Bibirku telah manyun bersiap menerima kecupannya. Tapi ... suaranya tidak seperti seorang laki-laki jantan.
“Nona? Bangunlah. Kita telah sampai di tempat tujuan."
“Ahhhhh!” teriakan ini memekikkan telingaku sendiri karena kaget. Ternyata suara itu milik seorang pramugari cantik. Pantas saja terdengar aneh di mimpiku tadi. “Maaf-maaf, aku ... sungguh tidak bermaksud seperti itu. Terima kasih telah membangunkanku. Permisi.”
Sungguh malunya diriku. Ingin rasanya menutupi wajahku dengan plastik keresek hitam. Kelakuan bodohku ini, lagi-lagi datang tanpa diundang. Kemungkinan besar pramugari itu mengira aku sudah tak waras.
Turun dari pesawat, aku langsung mencari taksi. Tapi nasib berkata lain, aku tak menemukannya. Dan bus pun menjadi pilihan terakhirku.
Jika menggunakan kereta, setelah turun aku harus mencari kendaraan lain lagi. Sungguh tidak efektif. Untuk menaiki bus, aku harus berjalan sekitar 500 meter dari bandara. Angkutan umum yang kugunakan ternyata telah sesak oleh para penumpang. Dengan sangat terpaksa, aku harus berteman dengan keadaan ini.
Turun dari bus, aku berjalan mendekati pintu rumah nenek. Aku sedikit kaget dengan keadaan di sekitar sini. Sudah begitu sepi? Apa artinya jasad kakek telah dikuburkan? Rupanya aku telat untuk mengikuti upacara kematian kakek.
Tok, tok, tok ....
Aku mengetuk pintu lebih pelan. Yah, aku menyadari bahwa aku ini terlalu ceroboh. Maka dari itu, sebisa mungkin aku menghindari masalah yang akan terjadi. Di sini masih dalam keadaan duka, tidak lucu jika aku mengacaukan semuanya.
“Sebentar,” ujar seseorang dari dalam rumah. Setelah pintu terbuka, hanya kesedihan yang tergambar di wajah nenek. Dia terdiam sejenak setelah melihatku.
“Nenek, aku pulang. Maaf kepulanganku ini terlambat dan tidak bisa mengikuti upacara pemakaman kakek,” ujarku, memeluk nenek. Aku menenggelamkan kepala ini di pundaknya. Akhirnya air mataku mengalir tanpa terkendali.
“Tak apa, Ainsley. Memang tak ada acara pemakaman.” Nenek mengucapkan kata-kata itu dengan pelan. Setelah pikiranku mencari opini dari ucapannya, seluruh tubuhku bergetar hebat.
“Apa maksudmu, Nek?” tanyaku tak percaya. Aku melepas pelukanku dan melotot ke arahnya. Jika semua itu hanya leluconnya saja, aku tak akan berbicara pada nenek selama diriku di sini.
“Robert ... jasadnya hilang,“ ujar nenek pelan. Dia menggenggam erat tanganku sambil menitikkan air mata.
“Bagaimana ... bagaimana bisa!” teriakku. Suaraku kian meninggi karena shock. "Mengapa itu terjadi pada kakek? Kenapa hanya diam dan menangis, Nek? Aku akan melaporkan hal ini pada polisi,” tuturku panik. Aku berusaha melepaskan genggaman nenek yang terlalu kuat.
“Tidak, Ainsley! Berhenti memberontak dan melawanku! Aku sudah melaporkannya kepada pihak kepolisian. Tapi mereka tidak menemukan apa pun yang mencurigakan. Sehingga kasus ini ditutup,” jelas nenek, menatapku tajam.
Aku diam membisu. Jatuh merosot ke tanah dengan pandangan mata yang kosong. Aku tak bisa berpikir jernih sekarang. Rasanya ingin sekali menghancurkan sesuatu agar emosiku tersalurkan. Dadaku terasa sakit dan sesak. Dengan bantuan nenek, aku dipapah untuk kembali berdiri dengan kokoh. Dia mengantarku untuk duduk di sofa ruang tamu.
“Ainsley, aku tahu kau teramat menyayangi kakekmu. Aku pun begitu. Tapi kita tak bisa memaksakan pihak mana pun untuk tetap menyelidiki kasus ini,” jelas nenek padaku. Aku hanya bisa terdiam mendengar ucapan itu. Badanku kaku, bahkan untuk menggerakkan jari-jari pun tak bisa.
Nenek pergi meninggalkanku di ruang tamu. Aku termenung lagi dalam kesendirian ini. Memikirkan nasib kakekku yang begitu mengenaskan. Bagaimana kronologi kejadiannya? Mengapa sampai jasadnya menghilang?
Apa ada sebuah konspirasi yang bertujuan membuat semua keluargaku sengsara? Kemungkinan besar, pelakunya memiliki dendam dengan kakek. Semua opini ini selalu berputar-putar di dalam otakku.
“Ainsley," panggil nenek. Dia menepuk pundakku sambil menyodorkan sebuah cangkir kecil. “Minumlah coklat panas ini. Kau bisa lebih tenang nantinya."
“Nenek, bagaimana kronologi kematian kakek? Sepertinya dia tak memiliki riwayat penyakit apa pun?” Begitu sadar dari lamunan, pertanyaan inilah yang pertama kali terucap oleh mulutku.
“Dia meninggal di hutan saat mencari kayu bakar. Sekujur tubuhnya dipenuhi bekas luka cabikan. Sebelum keluar dari sana, aku melihatnya tergeletak lemas di bawah pohon. Setelah aku kembali ke dalam hutan dengan banyak bantuan, jasad Robert menghilang.” Penjelasan nenek kali ini seperti menjurus pada penyerangan hewan buas. Tiba-tiba dia berdiri, dan berjalan menuju kamarnya sambil menggumam. “Aku lelah, Ainsley. Aku ingin beristirahat. Sebaiknya kau juga begitu."
“Baik, Nek.” Setelah nenek menutup pintu kamarnya, aku menjadi teringat satu hal. Sewaktu kecil dulu, aku pernah melihatnya di hutan dengan seekor serigala putih.
Karena masih berumur 5 tahun, dengan polosnya aku berpikir itu hanya hewan peliharaannya saja. Ketika aku bertanya pada nenek, jawabannya juga sama persis seperti yang aku pikirkan.
Apabila dugaanku benar, mustahil jika jejaknya tak ditemukan. Seharusnya ada bekas darah yang menempel di rumput. Tapi kenapa polisi tidak menemukan apa pun? Artinya ini bukan ulah hewan buas. Kemungkinan besar ini ulah manusia. Aku harus segera mencari tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
blue sea
Hai kak. Aku mampir bawa boom like sama 5 rate nih. Mampir di novel ku ya kak. "You &My Heart" dan "Star Wedding". Aku tunggu kedatangan kakak 😊. Semangat up nya ☺
2020-07-31
1
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
hai ku mampir salam hangat dari Rahasia Hati.....
2020-07-28
1
Sept September
Hi kak salken dariku
2020-07-26
1