Part 20 Sebuah Teka-Teki

“Jangan mendekat!” bentakku. Pria itu terus maju mendekatiku. Kedua kakiku rasanya lemas sekali.

“Bukankah kau ingin tahu siapa diriku? Hhhaha kau akan tewas di tanganku,” ujar pria itu, sambil berlari kecil ke arahku. Ketika tubuhnya melayang di udara, dia bertransformasi menjadi sesosok serigala yang menyeramkan.

“Jangan-“

Teriakanku terlambat. Cakarnya yang tajam mendarat di dadaku yang akhirnya bersimbah darah.

“Akkhhhhhh!" Aku tersentak dari tidur. Jantungku berdebar hebat. Mataku membelalak lebar merasakan semua adegan menegangkan dari mimpiku tadi.

Pandangan mataku kini kosong. Aku berusaha mengendalikan ketakutanku. Napasku terengah-engah seperti selesai lomba berlari jarak jauh. Seluruh telapak tangan dan kakiku terasa sangat dingin.

Karna kejadian menyeramkan pagi tadi, aku menjadi bermimpi buruk. Semua mimpi itu terasa sangat nyata. Bahkan aku benar-benar berpikir, bahwa diriku telah tiada bersimbah darah. “Ah! Kepalaku, pusing sekali,” gerutuku, sambil mencengkeram kuat jidatku yang berdenyut-denyut karna terbangun dengan tiba-tiba. “Hah, kuharap tidak ada yang mendengar jeritanku tadi.”

Mataku melirik jam weker. Waktu menunjukkan pukul 00.08 malam. Aku hanya bisa menghembuskan napas berat berkali-kali. Kenapa hal-hal menyeramkan selalu menimpa diriku? Apa aku ini memang terkena kutukan jahat? Sebaiknya besok pagi aku segera kembali ke Amerika.

Kurebahkan lagi tubuh ini, karna merasakan sakit kepala yang lumayan menyiksa. Kutatap langit-langit kamarku yang tampak gelap gulita. Terlihat menyeramkan. Rasanya sama saat diriku tengah berada di dalam hutan.

Sebenarnya rahasia apa yang disembunyikan oleh nenek? Dia tak sengaja mengucapkan kata rogue. Aku sungguh penasaran dengan rogue itu. Apakah dia sejenis hewan? Atau nama suatu tempat? Jika mencari di internet, kira-kira akan muncul informasinya tidak, ya?

“Ah dimana ponselku?” Aku meraba-raba di tempat tidurku. Siapa tahu aku meletakkannya di bawah bantal. Tapi ternyata tidak ada.

Aku bangun dari posisi tidurku dan menyalakan lampu agar mudah mencari ponselku itu. Di atas meja maupun lacinya juga tidak ada. Astaga! Aku ingat. Diriku menyimpannya di dalam lemari pakaian. Hah, kenapa aku menjadi sangat pelupa?

Setelah mengambil ponsel dari dalam lemari, aku kembali duduk di tepi tempat tidurku. Begitu ponselku aku nyalakan, layarnya langsung memunculkan notifikasi yang membuatku malas melihatnya. 150 panggilan tak terjawab dan 80 pesan dari Jason. Tidak hanya itu.

Saat kunyalakan data internet, berbagai macam pesan dari sosial mediaku muncul. Semuanya berasal dari Jason.

Aku mengirimi pesan singkat pada Jason bahwa akan pulang ke Amerika dalam waktu yang dekat. Itu akan membuatnya berhenti menghubungiku.

Sebelumnya aku memesan tiket online pesawat terlebih dahulu, barulah aku melakukan pencarian ke internet tentang rogue ini. Tapi aku tak menemukan apa pun tentang hal ini.

Aku tak menemukan satu pun petunjuk tentang rogue ini. Karna tak ada informasinya di internet. Yang kutemukan hanya arti dari rogue adalah anak nakal. Tapi, kenapa nenek mengatakan aku bau rogue? Apa maksud nenek, aku ini anak yang seperti itu?

Jika di internet tidak memunculkan informasinya, apa mungkin dia itu sejenis makhluk immortal? Sedangkan sebelum nenek memarahiku, aku hanya bertemu 2 werewolf yang terlihat mengerikan. Hanya saja, salah satu werewolf berbulu abu-abu dominan putih itu bertubuh besar dan rada berisi.

Sangat berbeda dengan serigala berbulu hitam legam itu. Wajahnya sangat mengerikan. Tubuhnya memang tinggi, tapi dia terlihat lebih kurus. Melihatnya sama seperti kucing jalanan yang tak pernah dirawat.

Tiba-tiba saja, perutku berbunyi. Rupanya cacing di dalamnya sudah kelaparan. Lagi pula dari pagi hingga tengah malam ini, aku belum memakan apa pun. Lebih baik aku turun dan mengambil susu juga beberapa camilan.

Kubuka pintu dengan pelan. Agar tak membuat Richard bangun dan memergokiku yang berniat turun ke bawah mencari makanan. Setelah pintu terbuka, mataku melirik ke kanan dan kiri. Begitu kurasa aman, aku segera turun ke bawah dan mendatangi lemari es.

Kuambil dua kotak susu siap minum, dan beberapa makanan ringan. Aku bergegas kembali ke atas. Beruntung semua berjalan lancar. Diriku segera menutup pintu kamar dan berjalan ke arah meja belajar.

Kuambil satu novel kesukaanku. Aku mulai membacanya sambil meneguk susu dan memakan camilan terus-menerus.

Setelah menghabiskan semua dan merasa kenyang, diriku menutup novel yang sudah kubaca. Sampah makanan dan minuman kubuang di keranjang kecil dekat meja belajarku.

Aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Selesai melakukan semua itu, aku menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur. Kutarik selimut dan mulai memejamkan mata.

“Tok, tok, tok, tok, tok.”

“Emmh, siapa yang mengetuk pintu dengan sangat kasar?!” aku meracau tak jelas saat mendengar suara yang membuatku terganggu. Kesadaranku hilang timbul saat itu.

“Ainsley! Bangunlah! Ini sudah pagi! Dasar Malas!” teriakan itu membuatku bangun dari tidur, tapi mataku masih saja terpejam. Aku tahu itu suara Richard.

“Hei Teng1k! Apa kau Gil4! Ini masih terlalu pagi!” teriakku, sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuhku.

“Hei Bod0h! Buka matamu itu! Ini sudah jam 8 pagi! Buka pintunya Ainsley!” teriak Richard, sambil terus mengetuk pintu dengan kasar.

Mendengar ucapan Richard, mataku langsung terbuka lebar. Kusibakkan selimut dengan kasar. kemudian bangun dan langsung mencomot jam weker yang berada di atas meja. Waktu menunjukkan pukul 08.05 pagi. Aku melongo melihat semua ini.

“Ainsley! Kenapa kau diam saja! Buka pintunya! Kau mengambil susu kotak milikku, kan?! Pasti kau juga yang memakan semua camilanku! Hei Kakak Sepupu! Kembalikan semuanya!” teriak Richard.

Astaga! Apa yang harus kukatakan padanya sekarang? Aku telah memakan habis semuanya karna terlalu lapar. Hah! Malunya diriku. Harga diriku jatuh di hadapannya. Aku hanya bisa mencengkeram jidatku yang berdenyut-denyut merasakan ulahku sendiri.

“Hei, hei! Berisik sekali kau ini! Iya aku yang memakannya! Akan kubelikan lagi apa yang sudah kumakan! Kau dengar itu? Pergi sana! Jangan merusak pintu kamarku!” bentakku.

“Itu kurang! Belikan aku lebih banyak! Jika tidak aku akan membalasmu lebih parah dari sebelumnya!” teriak Richard.

“Richard, Ainsley! Apa yang kalian ributkan di atas!” Gawat, itu suara nenek. Jika aku terus meladeni bocah teng1k ini, aku bisa mendapat masalah lagi. Aku tak ingin bertemu dengannya dulu.

“Baik, baik! Aku akan membelikanmu lebih banyak dari yang aku makan. Puas?!”

“Hhaahahah sangat puas. Terima kasih Ainsley!” teriak Richard.

“Hah, uangku ... dasar bedeb4h! Dia sengaja memerasku. Uang jajanku habis olehnya ...” gerutuku pelan. Aku harus pulang hari ini. Diriku tak tahan lagi bila harus berurusan lebih lama dengan Richard.

Aku langsung memasukkan semua pakaianku dan barang-barang yang kubawa ke dalam tas ransel. Selesai dengan semua itu, aku langsung turun ke bawah untuk berpamitan. Akhirnya harus berhadapan dengan nenek juga.

Rupanya bibi dan nenek sedang menonton televisi di ruang keluarga. Aku segera turun untuk berpamitan.

“Ainsley? Kau mau ke mana?” tanya bibi. Raut wajahnya menjadi berbeda setelah melihatku membawa tas ransel.

“Aku ingin berpamitan dengan kalian semua. Maaf jika selama ini aku berbuat nakal. Ada hal mendadak di kampus jadi aku harus segera pulang.”

“Ainsley, Nenek tak bermaksud menyinggungmu, Nak. Tolong jangan pulang dulu,” ujar nenek. Ekspresinya seperti orang yang bersalah. Aku tak tega sebenarnya. Tapi diriku memang harus pergi.

“Ini bukan masalah itu, Nek. Tapi aku memang harus kembali ke Amerika. Kumohon mengertilah.”

“Baiklah jika seperti itu. Aku ingin berbicara denganmu saja ayo ke ruang belajarku,” jelas nenek.

“Baik, Nek. Tapi waktuku tak banyak. Jam 10.30 aku harus berada di bandara.” Apa yang akan dikatakan oleh nenek? Membuat penasaran saja.

Begitu kami berdua masuk ke dalam ruang belajar, nenek langsung menutup pintu ruangan ini. Kemudian dia duduk di kursi kesayangannya.

“Ainsley jika kau ingin tahu rahasia keluargamu ini, pulanglah ke rumah satu hari sebelum malam bulan purnama. Aku akan menjelaskannya padamu.”

“Kenapa tidak hari ini saja?”

“Belum saatnya. Tunggu hingga hari itu tiba. Baru aku akan memberitahumu. Sekarang berangkatlah, perjalanan ke bandara cukup jauh.”

“Baik, Nek. Aku pulang sekarang. Jaga dirimu baik-baik.”

“Kau juga Ainsley.”

Setelah kami berdua keluar dari ruang belajar, aku memberikan beberapa uang kepada bibi. Karna aku sudah berjanji pada Richard.

“Bibi, uang ganti camilan Richard aku titipkan padamu saja.”

“Tak perlu Ainsley. Kau lebih membutuhkannya. Lagi pula beraninya dia memeras dirimu,” ujar bibi.

“Tak apa, Bibi. Aku sudah berjanji padanya.”

“Baiklah aku terima. Ainsley, aku tekah menyiapkan hadiah untukmu di Amerika. Setelah barangnya datang kau bisa mengabariku,” jelas bibi.

“Tapi, Bi-“

“Jangan menolak. Jika tidak aku akan merasa gagal dalam menjagamu di depan mendiang kakakku," ujar bibi, memotong ucapanku dengan cepat. Dia memulai dramanya lagi.

“Hah, baiklah, Bi. Aku pergi dulu. Sampai jumpa.”

Begitu keluar dari rumah, aku sedikit berjalan ke depan, untuk menaiki taksi. Akhirnya aku akan kembali pada kehidupanku yang menyedihkan lagi. Kuharap saat kembali bekerja, diriku tak bertemu dengan Jennifer terlebih dulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!