Bu Imas dengan tergopoh-gopoh meletakan selang yang dipegangnya untuk menyiram bunga-bunga yang ada di halaman rumahnya lalu menutup kran air. Senyum melebar di kedua bibir Bu Imas melihat kedatangan anak menantunya bersama cucu kesayangannya. Kedatangan mereka yang tidak di sangka-sangka oleh Bu Imas.
"Asalamuallaikum... " Pak Husein dan Bu Salamah mengucap salam seraya meraih tangan mertuanya itu dan mwncium punggung tangannya Bu Imas. Hal yang sama di lakukan oleh Bu Salamah dan Andini.
"Waalaikumsalam... Ayo masuk-masuk." Bu Imas membukakan pintu sembari menggandeng pundak Andini.
"Jadi begitu Bu. Kami memutuskan supaya Andini tinggal bersama Ibu sampai lulus nanti. Supaya kita semua sedikit tenang." Ucap Pak Husein setelah menjelaskan perihal kenapa mereka menitipkan Andini. "Ibu tidak keberatan kan?" Lanjut Pak Husein sembari menatap wajah mertuanya itu.
Bu Imas tersenyum lebar seraya menatap Andini dan Salamah secara bergantian. "Tentu saja Ibu sama sekali tidak keberatan." Jawab Bu Imas sembari mengalihkan pandangannya kepada Pak Husein. "Ibu malah senang jika Andini tinggal disini. Ibu tidak akan sendirian lagi." Senyum Bu Imas semakin melebar terlihat jelas di raut wajahnya betapa bahagianya dia dengan keputusan menantunya itu.
Pak Husein ikut tersenyum senang mendengar penuturan Bu Imas. "Din, kamu jangan lupa dengan semua pesan Pipih selama kamu bersama Oma." Ucap Pak Husein seraya menatap wajah Andini.
"Jangan sampai kamu menyusahkan Oma ya." Tak luput Bu Salamah menimpali kata-kata suaminya. Andini pun hanya tersenyum sembari menganggukan kepalanya.
"Din, beresin semua barang-barang bawaan kamu ke kamar ya." Ucap Bu Imas sembari mengelus rambut panjang cucunya itu.
Andini pun bergegas keluar menuju mobil dolak yang terparkir di depan rumah Bu Imas, dengan cepat Andini menurunkan semua barang-barangnya beserta oleh-oleh dari Bu Salamah untuk Omanya. Setelah semua barang-barang dibawa masuk. Andini meletakan semua oleh-oleh untuk Omanya di atas meja dapur kemudian Andini membereskan pakaiannya ke dalam lemari yang ada di dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Bu Imas.
"Alhamdulillah terimakasih ya Allah." Entah berapa kali Andini mengucapkan kalimat itu sembari terus tersenyum penuh kebahagiaan. Sungguh tidak menyangka jika kedua orangtuanya akan menyuruhnya tinggal bersama Bu Imas sampai lulus sekolah nanti. Mengingat begitu ketatnya Pak Husein dan Bu Salamah dalam membimbing dan mengawasi Andini agar tidak bergaul dengan cara yang salah.
Kehadiran keluarga Andini di hari itu sungguh telah membuat Bu Imas kembali merasakan kehangatan keluarga yang telah lama hilang dalam rumahnya. Hanya kunjungan Andini setiap harinya selepas pulang sekolah yang selalu memberikannya sedikit kebahagiaan dalam sisa umurnya itu. Mulai malam ini setelah pulang sekolah Andini akan selalu berada dirumahnya bukan hanya sekedar mampir dan memberikan pelukan kemudian berlalu meninggalkam Bu Imas sendirian.
Bertahun-tahun Bu Imas sendirian dalam sepinya setelah kepergian suaminya yang telah lebih dulu menghadap yang kuasa. Sedangkan ke lima anaknya sibuk dengan urusan kehidupan keluarganya masing-masing. Ke empat anaknya tinggal jauh di pusat kota dan hanya sesekali mengunjunginya dalam setiap tahunnya. Hanya Salamah anak ketiganya yang masih tinggal dekat dengannya hanya terhalang dua perkampungan. Dan Andinilah yang hampir setiap hari datang kerumahnya semenjak masih sekolah di sekolah dasar.
"Sudah malam Sal. Sebaiknya kita pulang sekarang." Ucap Pak Husein seraya melirik jam dinding yang telah menujukan jam sembilan malam. Bu Salamah mengangguk enggan untuk meninggalkan rumah Ibunya itu.
"Apa tidak sebaiknya kalian pulang besok pagi saja" Sahut Bu Imas menatap wajah menantunya itu dan berharap Husein dan Salamah mau menginap dirumahnya walau hanya satu malam.
Bu Salamah menatap wajah suaminya seolah meminta ijin. "Baiklah Bu, kami pulang besok pagi." Ucap Pak Husein. Dia mengerti kalau isterinya masih ingin berlama-lama bersama Ibunya. Bu Salamah tersenyum menatap wajah suaminya, terlihat binar bahagia dimatanya Bu Salamah. Bagaimanapun Bu Salamah masih enggan meninggalkan puterinya selain dia juga masih merindukan Ibu Imas yang sudah mulai terlihat kerutan-kerutan menua diwajahnya.
Sementara itu Andini yang terlentang diatas kasur dikamar barunya masih tersenyum-senyum sendiri. Kebahagiaan yang tidak pernah disangka-sangka sebelumnya. "Aku sebentar lagi memakai seragam putih abu." Ucapnya lirih sembari menggoyang-goyangkan jari-jari kakinya.
"Jalan sepuluh menit... Naik angkot duapuluh menit.. Setengah jam... Masuk jam tujuh lima belas..." Berarti aku bisa berangkat jam setengah tujuh..." Ucap Andini pada dirinya sendiri sembari menggerak-gerakan jari tangannya menghitung waktu perjalanan menuju sekolah barunya hanya ditempuh dalam waktu tigapuluh menit. Jika Andini berangkat dari rumah orangtuanya harus berjalan kaki terlebih dulu selama satu jam untuk sampai kerumah Omanya. Kemudian berjalan kaki dari rumah Bu Imas ke terminal selama sepuluh menit. Perbedaan jarak yang cukup lumayan sangat jauh yang harus di tempuh Andini setiap harinya.
"Sekarang aku ga akan kecapean lagi." Andini membalikan badannya menghadap dinding kamar sembari tersenyum. Binar bahagia diwajahnya semakin memancarkan aura cantik Andini yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis remaja.
Emmhhh... Andini menggeliat malas ketika ada yang menyentuh bahunya dan sedikit mengoyang-goyang badannya. "Din.. Dini... Bangun sudah pagi. Waktunya sholat ayo bangun." Terdengar suara Bu Salamah yang sedang berusaha membangunkan Andini yang masih terlihat malas.
Hari sudah menunjukan jam lima pagi tetapi Andini masih terlihat lelap dalam tidurnya dengan balutan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya. Sehingga terpaksa Bu Salamah harus membangunkannya.
Andini beranjak dari kasur menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya lalu melaksanakan sholat subuh yang hampir telat. Sementara Bu Imas dan Salamah sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Pak Husein terlihat membersihkan rumput-rumput liar di semua sudut halaman rumah mertuanya.
"Sal... Andini akan baik-baik saja selama bersama Ibu. Kamu jangan terlalu mengkhawatirkannya. Andini itu anak yang baik." Tutur Bu Imas sembari menata semua makanan di atas meja makan.
"Iya Bu. Ibu jangan sampai membiarkan Andini terlalu sering keluar rumah. Sala tidak ingin Andini sampai salah bergaul." Sahut Bu Salamah sembari menuangkan teh hangat kedalam gelas yang sudah tersedia di atas meja makan.
Bu Imas hanya membalasnya dengan sebuah senyuman sembari menyentuh bahu anaknya itu.
"Maaf Dini kesiangan jadi ga bantuin Mimih sama Oma." Tiba-tiba Andini telah berdiri di pintu dapur sembari menatap semua makanan yang sudah tertata rapi di atas meja.
Bu Imas tersenyum seraya melirik cucunya itu. "Sudah tidak apa-apa. Panggil Pipihmu ajak sarapan sini." Sahut Bu Imas.
Andini pun bergegas menuju halaman depan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments