"Assalamuallaikum..." Rima dan Andini mengucap salam hampir bersamaan.
"Waalaikumsalam..." Terdengar suara Ibu Imas samar-samar membalas salam dari kejauhan.
Ibu Imas yang berada di halaman belakang sedang mengangkat jemuran, bergegas menuju ruang depan untuk membukakan pintu untuk cucunya yang sudah empat hari Dia khawatirkan.
Begitu pintu terbuka. "Omaaaaa." teriak Andini seraya merangkul tubuh wanita paruh baya itu.
"Dini kangen Oma." Pelukan Dini makin erat saat merasakan elusan hangat tangan Omanya di pucuk kepalanya.
"Oma juga kangen sayang." sahut Ibu Imas sambil memeluk erat tubuh mungil cucu kesayangannya itu sambil melirik Rima dan melempar senyum pada sahabat cucunya itu.
"Oma." angguk Rima membalas senyum Ibu Imas.
Andini melepas pelukannya ketika mendengar suara Rima. Andini hampir lupa telah mengajak sahabatnya untuk masuk. Dia membalikan badannya tersenyum pada Rima dan meraih tangan sahabatnya itu agar mendekat.
Rima meraih tangan Ibu Imas dan mencium punggung tangannya yang sudah terlihat sedikit keriput.
"Oma sehat." tanya Rima
"Alhamdulillah Nak Rima, Oma sehat. Bagaimana dengan Nak Rima... Mama sama Papanya juga apa kabar?" sahut Ibu Imas balik bertanya pada Rima.
"Alhamdulillah Oma semuanya pada sehat"
"Syukurlah." Ibu Imas kembali menebar senyum sebagai bukti atas keramahan Ibu Imas.
"Ya sudah yuuk masuk." Ajak Ibu Imas kepada mereka berdua.
Ibu Imas masuk kedalam di ikuti Andini dan Rima yang saling melempar senyum satu sama lain.
Terlebih Rima, Dia merasa lega ternyata benar apa yang di katakan Andini kalau Oma sahabatnya itu tidak akan memarahinya.
"Kalian duduk dulu." Ibu Imas menunjuk sofa kecil di ruang tengah yang menghadap ke lemari televisi ukuran 16".
Rima dan Andini pun menghempaskan tubuhnya bersamaan ke atas sofa yang di tunjuk Ibu Imas.
"Ini minum." tiba-tiba Ibu Imas sudah menyodorkan baki berisi dua gelas susu dan meletakannya diatas meja yang ada di hadapan Andini dan Rima.
"Makasih Oma. Padahal ga udah repot-repot." Rima menatap wajah Ibu Imas yang tak lepas selalu tersungging senyum di bibirnya dan selalu menujukan keramahan diwajahnya.
Itulah keluarga Andini, mulai dari Oma dan Opanya hingga kedua orangtuanya pun terkenal baik dan ramah pada semua orang. Apalagi mereka merupakan keluarga yang cukup dikenal.
"Tidak apa-apa Nak. Oma ga merasa direpotkan." Pungkas Ibu Imas sambil tersenyum bahagia.
"Iya Oma tapi lain kali suruh saja Rima kedapur untuk bikin sendiri." Rima menyahut dan membalas senyuman Oma sahabatnya itu.
Itulah Rima, sebagai gadis belia yang begitu santun dan penuh pengertian. Senyum yang melebar di wajahnya yang sedikit oval dengan rambut bergelombang sebawah bahu. Semakin menonjolkan wajah manisnya dengan kulit yang sedikit gelap dibandingkan dengan Andini yang memiliki kulit kuning langsat.
Ibu Imas hanya membalas Rima dengan anggukan dan senyuman. Ibu Imas membalikan badannya melangkah menuju dapur sambil membawa baki.
Di dapur Ibu Imas kembali sibuk mempersiapkan makan siang untuk mereka bertiga.
Nasi dan lauk pauk sudah tertata rapi diatas meja makan yang terletak di ruang dapur. Berhadapan dengan tungku yang masih sedikit ada kayu bakar yang menyala.
Sementara itu kedua gadis belia masih duduk di atas sofa sambil menonton televisi.
"Dini.. Rima... Sini ke dapur." Panggil Oma setengah meninggikan suaranya.
Andini dan Rima beranjak dari tempat duduknya dan menghambur berlari ke dapur setelah mendengar Ibu Imas memanggil nama mereka.
"Iya Oma... " Suara Andini dan Rima bersamaan menyahut pangilan Ibu Imas.
"Sini duduk. Kita makan dulu, kalian pasti sudah lapar."
"Iya Oma. Dini udah lapar banget ini." sahut Andini.
"Apalagi ada sayur asem buatan Oma pasti uueeenak..." Puji Andini sambil melirik sayur asem diatas meja makan sambil tersenyum.
Sementara itu Rima sedikit malu-malu untuk duduk dikursi yang sudah disediakan Ibu Imas.
Mengetahui hal itu Ibu Imas mengelus punggung Rima.
"Ayo Nak Rima tidak usah sungkan. Bukankah selama beberapa hari ini cucu Oma merepotkan Nak Rima."
Rima tersenyum lalu duduk di samping Andini.
"Nak Rima juga sudah Oma anggap cucu sama seperti Andini. Jadi jangan sungkan ya sama Oma. Oma senang melihat persahabatan kalian."
Ucapan Ibu Imas membuat Rima tersenyum senang. Dan Rima meraih piring yang sudah di isikan nasi oleh Ibu Imas.
Ini bukan kali pertama Rima berkunjung ke rumah oma sahabatnya itu. Sudah tidak terhitung entah keberapa kalinya.
Tapi Rima selalu menunjukan rasa sungkannya karena Dia begitu menghormati Ibu Imas sebagai sosok seorang nenek yang penyayang dan penuh pengertian. Bahkan Ibu Imas sering mengatakan kalau Rima juga dianggap cucunya sendiri.
Sambil mengambil piring satunya lagi buat Andini. Ibu Imas melanjutkan kata-katanya.
"Nak Rima. Oma sangat berterimakasih karena selama beberapa hari ini, Nak Rima beserta keluarga sudah menerima cucu Oma untuk tinggal disana."
"Iya Oma.." sahut Rima lirih.
"Nanti sampaikan ya terimakasihnya Oma, ke Mamah dan Papahnya Nak Rima. Suatu hari nanti Oma pasti berkunjung ke rumah Nak Rima.
"Baik Oma. Pasti Rima sampaikan ke Mama Papa." Jawab Rima tersenyum sambil menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
"Gimana cucu Oma selama tinggal disana."
"Maksud Oma." jawab Rima seraya menoleh wajah Oma, kemudian menoleh wajah Andini yang ada di sampingnya.
"Maksud Oma, Apa Dini nakal selama di rumah Rima? Mau bantu-bantu pekerjaan Nak Rima atau hanya duduk diam." lanjut Oma sambil fokus menyuapkan sendok ke dalam mulutnya.
" Oooh... Itu Oma." Sahut Rima sambil mengunyah.
Setelah menelan makanannya Rima melanjutkan kata-katanya. Dia tahu Oma sahabatnya itu menunggu penjelasan darinya.
"Dini ga nakal Oma kan sudah besar." lanjut Rima sambil tersenyum melirik Andini yang masih acuh tak acuh dengan pembicaraan mereka.
"Dini selalu bantuin Rima kok Oma, setiap pagi sebelum berangkat Dini yang cuci piring. Rima nyapu semua ruangan." Kalimat Rima terhenti karena sudah tidak sabar ingin melahap sayur asem yang sudah siap santap diatas sendok yang Rima pegang.
"Sepulang sekolah, kita makan siang Oma. Istirahat sebentar. Lalu Dini kembali yang cuci piring. Rima mengepel deh. Sorenya kita belajar terus mengaji. Setelah sholat Isya kita nonton televisi Oma. Soalnya ada sinetron kesayangan kita. Ga mau terlewat."
Panjang lebar Rima menjelaskan sambil tersenyum ketika menyampaikan pada kalau mereka tidak mau melewati sinetron kesayangan setiap malamnya.
Oma tersenyum sambil manggut-manggut mendengar penjelasan sahabat cucunya itu.
Sementara Andini masih tetap diam tidak sedikitpun nimbrung pembicaran Rima bersama Omanya. Andini seolah fokus makan, melahap semua hidangan yang ada di piringnya sampai habis tak tersisa.
Rima dan Oma hanya sesekali melirik Andini.
"Syukurlah kalau cucu oma mengerti selama tinggal di rumah Nak Rima." sahut Ibu Imas sambil berdiri membawa piringnya ketempat cuci piring.
Ibu Imas langsung mencuci piring dan gelas bekas makan dan minumnya sendiri lalu meletakkannya ke rak pengering. Ibu Imas tidak menghiraukan Rima yang melarang Ibu Imas mencuci piringnya sendiri. Karena nanti akan mencucikannya untuk Oma sahabatnya itu.
"Sudah tidak apa-apa. Oma sudah biasa. Biar nanti kalian juga cuci piring dan gelas masing-masing ya."
"Baik Oma." Sahut Rima.
Andini hanya tersenyum melirik sahabatnya itu yang sedang menghabiskan makanan di mulutnya.
Andini tahu betul kebiasaan dirumah Omanya yang sudah menerapkan sejak lama. Jika setelah makan harus mencuci langsung alat makan yang dipakai oleh masing-masing anggota keluarga.
Maka dari itu, dapurnya selalu tertata rapi dan tidak pernah ada cucian perabotan yang numpuk.
Kebiasaan inipun diterapkan dirumahnya Andini semenjak Andini masih kecil.
Berbeda dengan kebiasaan di rumah Rima. Jika anggota keluarga tidak pernah mencuci piring sehabis makan. Maka tugas Rimalah untuk mencuci piring, untuk membantu meringankan pekerjaan Ibunya.
Akan tetapi ketika Andini tinggal di rumah Rima, Andini tidak merasa kaku saat harus membantu Rima mencuci piring. Karena sepulang dari sekolah Andini pun mempunyai tugas mencuci semua piring bekas makan para pekerja perkebunan Pipihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments