"Hah......"
Mata Andini terbelalak. Amplop yang di selipkan Dewi disaku roknya kini sudah ada dalam genggamannya dan membuatnya sangat kesal.
"Jadi Dewi minta tolong demi surat ini."
Rima hanya mengangguk sembari balas menatap Andini yang kini memandang tajam kearahnya. Andini terlihat benar-benar kesal dan marah terhadap kakak sepupunya.
"Nah itu tadi makanya aku menolak mentah-mentah. Ga peduli dia memohon-mohon juga. Males banget!" Ucap Rima ketus.
Rima menjatuhkan badannya ke atas rumput seraya menyenderkan punggungnya ke batang pohon. Andini yang masih berdiri mematung sembari menatap amplop bunga-bunga merah yang masih dibpegangnya.
"Ya aku juga males banget mau dijadiin mak comblang sama Dewi." ucap Andini.
Andini cemberut sembari menyodorkan amplop itu ketangan Rima. Rima malah mendorong tangan Andini agar menjauhkan surat itu dari tangannya. Dorong mendorong untuk sebuah surat yang tidak di inginkan kedua sahabat itu membuat Andini juga menjatuhkan badannya di samping Rima.
"Rim.... Kamu aja ya kan kamu sering ketemu bahkan lewat tiap hari."
Andini merengek menyenderkan kepalanya dibahu Rima.
"Yee ogah aku, sejak kapan aku jadi mak comblang. Lagipula ya Din tuh surat ga akan diterima. Percaya deh sama aku." Ucap Rima dengan yakinnya.
Andini masih cemberut sembari mengibas-ngibaskan surat yang dipegangnya. Sesaat terdiam memandang ke arah Rima sembari mengernyitkan keningnya.
"Kamu yakin ini surat ga akan diterima...."
Rima mengangguk sambil tersenyum. Anggukan Rima membuat Andini menebak-nebak alasan kenapa sahabatnya itu begitu yakin akan penolakan surat kakak sepupunya itu.
"Jangan-jangan..."
Ucap Andini dalam hati sembari memandang surat yang semenjak tadi dipegangnya. Lalu Andini melirik ke arah Rima yang sejak tadi matanya tak lepas memperhatikan Andini. Kembali Andini mengalihkan pandangannya pada surat yang dia pegang kemudian memasukannya ke dalam tas gendongnya.
"Jangan-jangan dia pacarnya Rima..."
Andini kembali melirik ke arah sahabatnya itu, teringat kembali ucapan Rima yang begitu antusias ketika menceritakan laki-laki itu bahkan memujinya berkali-kali.
Hemmm...
Rima mengangkat dagunya sembari mencolek tangan sahabatnya itu yang sejak tadi diam, seketika lamunan Andini buyar dan menoleh ke arah Rima.
"Hemm.. Apa..."
"Apa yang kamu pikirin."
Sahut Rima sembari menyilangkan kakinya menghadap kearah sahabatnya itu yang masih terlihat kebingungan.
"Ga ada..."
Andini terdiam dalam kebingungannya sendiri.
"Udah yuuk ah kita pulang."
Andini beranjak dari duduknya di ikuti oleh Rima. Mereka meninggalkan tempat itu lalu menyusuri jalanan aspal yang masih ramai dengan kendaraan yang lalu lalang di sepanjang jalan yang mereka lalui.
"Rim... Kamu... "
Andini menatap wajah Rima yang sedang menatap lurus jalanan di depannya.
"Aku kenapa.."
Sahut Rima sembari menggandeng tangan sahabatnya itu kemudian mereka menyebrang jalan menuju jalan kecil kearah rumah Ibu Imas.
"Kamu pacaran ya sama si Reyhan..."
Rima terbahak-bahak mendengar pertanyaan yang di lontarkan sahabatnya itu.
"Malah ketawa... " Andini menghentikan langkahnya.
"Ya abisnya pertanyaan kamu bikin aku ketawa."
Rima terus berjalan meninggalkan Andini yang mematung di belakangnya.
"Aku serius Rimaaaa.... Kamu pacaran ya sama si Rey..."
Andini berteriak mengulangi pertanyaannya kemudian mengejar sahabatnya yang sudah berjalan menjauh di depannya. Rima tidak menjawab. Malah tertawa terpingkal-pingkal sembari memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa terlalu lama.
"Rim.. Serius napa sih kamu. Kalau kamu pacarnya si Rey. Aku ga akan kasih ni suratnya si Dewi."
Rima menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan tersenyum. "Din..." Rima memegang bahu Andini sembari menatap kedua bola mata sahabatnya itu.
"Kalaupun iya aku pacaran sama Reyhan. Tentu orang pertama yang tahu itu kamu. Ga akan aku biarkan kamu bertanya lebih dulu."
Rima melebarkan senyumnya lalu menggandeng tangan Andini mengajaknya kembali berjalan.
"Abisnya kamu begitu yakin bilang kalau Reyhan bakalan nolak surat ini."
"He emmh." Rima mengangguk
"Nah terus aku ingat kamu sempet bilang Si Rey tuh ganteng kamu juga suka." Lanjut Andini.
"He emmh." Rima kembali mengangguk.
"Nah itu!"
Andini menarik tangan Rima dan menghentikan langkahnya.
"Hanya karena aku yakin Reyhan bakal nolak si Dewi. Terus aku pernah bilang aku suka kalau si Rey itu ganteng. Bukan berarti aku sama Reyhan pacaran. Bukan berarti aku cinta sama Si Rey." Rima memegang kedua bahu Andini.
"Iya sih." Sahut Andini sembari melangkahkan kakinya.
"Tapi kamu masih suka sama Reyhan.."
"Ya suka, dia kan baik kesemua orang, sopan, pinter. Ganteng juga kan..."
Rima melirik ke arah Andini. Mereka terus berjalan menyusuri jalanan kecil. Rima tak henti-hentinya tersenyum melihat Andini yang masih dalam kebingungan.
"Din... Emang menurut kamu si Rey ga baik." lanjut Rima penasaran dengan jawaban sahabatnya itu.
"Baik." sahut Andini
"Sopan ga.."
"Tiap kali ketemu ya dia sopan. Cara bicara ke aku sama Dewi bahkan saat ketemu orang yang lebih tua dia selalu mengangguk." Jawab Andini sembari memperhatikan jalanan yang akan di injaknya.
"Ganteng kan Din."
"He emmh" Andini mengangguk lurus sementara senyum Rima melebar mendengar jawaban sahabatnya itu.
"Rim, besok aku ga akan masuk sekolah ah."
"Lah, kenapa kamu mau bolos."
Rima kaget mendengar ucapan sahabatnya itu. Tidak biasanya Andini bolos sekolah.
"Udah tiga hari ini kan kita bebas, ga belajar. Kita juga ga ada mata pelajaran yang di tes ulang. Jadi cape-cape ke sekolah juga cuma main."
"Ya ga apa-apa dong Din dirumah juga ngapain seharian diem di rumah." Sahut Rima membujuk.
"Dirumah bisa bantu-bantu Mimih."
Andini melirik sahabatnya yang terlihat memoyingkan kedua bibirnya.
"Itu bagus Din, tapi kalau ada pengumuman gimana coba. Empat hari lagi kan kelulusan Din. Suka banyak pengumuman tuh." Rima kembali membujuk.
"Iya juga sih." Andini tertunduk. "Kalau gitu besok jangan pagi-pagi banget berangkatnya ya. Jam enam pagi aku dari rumah."
Rima tidak menyahut, matanya menatap lurus kedepan jalan yang akan di laluinya.
"Rim.. Teman kamu itu sudah punya pacar belum."
"Setahu aku sih belum. Emang kenapa.." Rima menatapnya heran juga penuh rasa penasaran.
"Kamu yakin Rim..."
Rima menganggukan kepalanya seraya kembali menatap kedua bola matanya dengab hati masih bertanya-tanya.
"Aku... Suka saka dia Rim. Aku mau menembaknya di saat hari kelulusan nanti."
Hah.....
Rima ternganga mendengar ucapannya. Lalu Rima menutup bibirnya yang masih terbuka dengan kedua telapak tangannya. "Yang bener." Lanjut Rima dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Iya aku yakin. Sejak pertama melihatnya, aku suka sama dia Rim. Kamu ga keberatan kan."
"Tentu saja aku gak keberatan Rey. Kalau kamu suka sama Andini terus Andini juga nerima kamu. Aku seneng malah kalau Andini seneng."
Rima menggeleng seraya tersungging senyum lebar di bibirnya.
"Din.. Rima.. "
Andini menoleh kearah suara yang memanggilnya. Reyhan telah berjalan dekat di belakang mereka berdua.
"Eh, Reyhan.... Rima!
Andini tersenyum dan menghentikan langkahnya. Rima terkejut ketika Andini menarik tangannya secara tiba-tiba dan membuyarkan semua lamunannya.
"Apa sih Diinnn... Reyhan!
Rima kaget melihat Reyhan telah berdiri di depan mereka berdua.
"Rey, kebetulan ketemu sama kamu. Ini ada titipan surat dari dewi."
Tanpa tunggu lama Andini merogoh surat dari dalam tas gendongnya dan di sodorkan ke arah Reyhan. Reyhan tersenyum sembari menatap amplop bunga-bunga merah yang dipegang Andini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments