"Assalamuallaikum..." Andini membuka pintu rumah Omanya dengan terburu-buru.
"Waalaikumsalam..." sahut Oma dan Rima dari dalam ruang tengah.
Rima sudah menunggu sahabatnya untuk berangkat ke sekolah bersama. Rima tersenyum ketika melihat Andini masuk sembari menghambur ke hadapan Ibu Imas dan meraih tangannya serta mencium punggung tangan Omanya yang sedang duduk dihadapan Rima.
"Omaku yang paling ku sayang semoga selalu sehat." Andini memeluk tubuh wanita tua yang selalu tersenyum menyambut kedatangan Andini.
"Terimakasih cucuku." Ibu Imas membalas hangat pelukan Andini.
Tak lama kemudian Andini mengurai pelukan Ibu Imas, lalu meraih tangan Rima mengajaknya berdiri.
"Yuk, berangkat sekarang Rim. Upacara nih jangan sampai ketinggalan."
Rima beranjak dari kursi dan meraih tas punggungnya yang dia letakan di meja.
"Oma Rima pamit." seraya meraih tangan Ibu Imas dan mencium punggung tangannya. Disusul oleh Andini.
Setelah berpamitan mereka pun keluar dari ruang tengah. Ibu Imas mengantar mereka sampai teras rumah dan menatap kepergian Rima dan Andini sampai keduanya hilang dari pandangan.
...♡♡♡••••••♡♡♡...
Setiap hari senin seluruh murid Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 mengikuti upacara bendera. Tidak ada satu muridpun yang menoleh kanan kiri. Mereka dengan seksama mengikuti seluruh rangkaian upacara bendera dengan khidmat.
"Din.." Rima menghentikan langkahnya disamping kaca kelas mereka, Rima menatap wajah Andini seolah rindu dengan sahabatnya itu setelah dua hari mereka tidak bertemu.
"Hem.." Andini balik menatap Rima.
"Nanti siang pulang sekolah aku ga bisa bareng kamu lagi ya." Rima menatap kedua bola sahabatnya dengan wajah sedikit sedih.
Andini terlihat kecewa kemudian mengangguk kecil. "Padahal banyak hal yang ingin ku ceritain sama kamu Rim." Gumamnya dalam hati.
Andini melangkah menuju kelas sembari tetap menggandeng tangan sahabatnya itu. Andini merasa aneh dengan sikap Rima yang akhir-akhir ini sering tidak mau pulang bareng dengannya.
Andini merasa sahabatnya itu sengaja mau menjauhinya. "Tapi kenapa... Padahal tadi pagi semua baik-baik aja. Ga ada yang aneh dengan Rima."
"Kalau saja tadi ga terburu-buru takut kesiangan. Aku ceritain semua tadi pagi." Andini terus meracau dalam hatinya yang masih heran dengan perubahan sahabatnya itu.
"Maafin aku Din.." ucap Rima dalam hati sembari menoleh ke arah Andini yang sedang menatap ke arah papan tulis.
TENG... TENG.. TENG..
Bel berbunyi tanda tiba waktunya semua murid istirahat. Semua teman-teman Andini berlari berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju kantin, ada juga beberapa orang yang berebut masuk ke toilet yang berasa di sebrang kelas.
Tidak biasanya Andini tidak beranjak dari tempat duduknya. Ketika Rima mengajaknya ke kantin Andini menggeleng.
"Kalau gitu mau di beliin apa?" Rima berdiri disamping Andini yang sedang sibuk memutar-mutar mistar di atas meja.
"Aku ga laper Rim. Kamu aja, aku nunggu disini aja." Andini menatap Rima sembari tersenyum.
Rima mengerti apa yang Andini pikirkan, tapi dia tidak menghiraukan kegelisahan sahabatnya itu. Rima membalas senyum sahabatnya itu lalu pergi meninggalkan Andini duduk sendiri.
"Tuh kan bener..." Ucap Andini lirih setelah melihat Rima keluar dari dalam kelas mereka.
"Salahku apa ya sampe Rima berubah begitu..." Andini menunduk sedih sembari mengingat-ngingat kebersamaannya bersama Rima dalam seminggu terakhir ini. "Ga ada yang salah." tegasnya kembali kepada dirinya sendiri.
Andini masih terdiam memikirkan apa penyebab Rima berubah seperti itu. Sekeras apapun Andini berfikir tetap tidak menemukan jawaban atas apa yang sedang di fikirkannya.
"Din jangan ngelamun."
Andini setengah loncat dari kursi ketika tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Andini menoleh kesamping kananya, Rima tengah berdiri tersenyum sembari memegangi pundaknya.
"Rima Melatiii..."
"Iya Andini Husein, udah tahu ini aku ada malah di absen."
Rima duduk di samping sahabatnya berpura-pura dia tidak mengerti tentang apa yang di fikirkan Andini. Rima menyodorkan dua buah bakwan dan dua buah pisang goreng kehadapan sahabatnya itu.
"Makan dong... Aku sengaja beli ini buat kamu juga Andini Husein." goda Rima sambil menyentuhkan bahunya ke bahu Andini.
"Aku ga lapar Rim. Kamu aja makan." Andini menatap bakwan udang makanan kesukaannya.
"Kalau kamu ga makan, nanti aku pindah duduk aja ke belakang." Rima cemberut menatap wajah Andini.
"Kok..." Andini balik menatap Rima dan semakin yakin ada sesuatu yang dia tidak tahu apa penyebabnya Rima memang berubah.
"La iya aku ga mau duduk sebangku sama sahabatku yang udah berubah. Diajak ke kantin ga mau. Diajak makan ga mau." cerocos Rima sambil berdiri.
"Ga salah." sahut Andini dalam hati sembari memegang tangan sahabatnya yang hampir pindah duduk ke belakangnya.
"Oke iya, aku makan tapi kamu tetep duduk disini." Andini menarik tangan Rima agar tidak meninggalkan tempat duduknya.
"Nah gitu dooong..." Rima tersenyum. " Ini baru sahabat aku." lanjut Rima seraya duduk kembali di samping Andini yang terlihat makin keheranan dengan sikap Rima.
Keduanya terdiam sambil menikmati gorengan yang ada di depan mereka.
"Din.. Nanti siang kita pulang sekolah bareng lagi ya." Teriak kakak sepupunya Andini yang sudah berdiri di pintu kelas.
Andini mengangguk sembari menyuapkan sisa bakwan udang yang dipegangnya. Rima tersenyum menatap Dewi yang langsung berlalu begitu saja.
...♡♡♡••••••♡♡♡...
Andini terus berjalan perlahan menyeimbangi langkah Dewi yang menurut Andini begitu lelet. Entah berapa puluh kali Andini meminta Dewi agar mempercepat langkahnya. Tapi tetap saja lambat.
Sesekali Andini menendang batu-batu kecil yang ada di hadapannya. Masih terlihat rasa kesal di wajah Andini atas perubahan Rima. Dan itu yang terus berada dalam fikirannya. Sementara itu Dewi terus mengoceh sembari senyum-senyum bahagia, Dewi tidak menyadari selama berjalan hampir sepuluh menit, Andini tidak menghiraukannya bahkan satu katapun tidak di dengar oleh Andini.
"Nah itu dia Din." Dewi mencolek-colek tangan Andini. " Din!" pekik Dewi pelan.
"Hem." Andini menoleh kaget ke arah Dewi yang tiba-tiba memukul bahunya.
"Itu dia Din." Dewi menunjuk ke arah angkutan umum yang ada di depannya.
"Angkot." Sahut Dini menatap angkutan umum yang di tunjuk kakak sepupunya itu.
"Bukan angkotnya Andiniii..." Dewi memegang tangan Andini setengah berbisik "Reyhan tuh lagi bayar" Dewi menganggat dagunya menujuk ke arah sopir angkutan umum yang lagi mengambil uang dari tangan Reyhan.
"Terus kenapa dengan Reyhan." Andini kembali berjalan acuh tak acuh menanggapi kakak sepupunya.
"Aku deg-degan tau Din." Dewi memegang dada kanannya sembari terus menatap Reyhan yang mulai berjalan menjauh di depannya.
Dewi mendadak mempercepat langkahnya seolah tidak mau kehilangan jejak Reyhan yang sudah sedikit menjauh dari mereka.
"Kenapa ga dari tadi aja begini jalannya, bikin kesel aja." Andini menggerutu mengikuti langkah kakak sepupunya.
"Rey... Tunggu." Dewi sedikit berteriak pada Reyhan
Reyhan menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang. "Dewi.. Andini." Gumam Reyhan sembari tersenyum senang melihat kedua wanita itu yang semakin mendekat ke arahnya.
"Rey.. Kamu di panggil-panggil dari tadi sama aku ih." Dewi mendekat menebar senyum bahagia.
Kedua matanya melebar melihat Reyhan yang menganggukan kepalanya dan menyambutnya dengan senyuman.
"Pulang bareng yuuuk." Dewi menatap Reyhan penuh harap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments