Solusi Untuk Andini

"Rasanya aku malas pulang kerumah."

Andini berjalan gontay disamping Rima yang tak lepas selalu menggandeng tangannya seakan tidak mau jauh dari sisi Andini.

"Kasihan sekali kamu Din..."

Gumam Rima dalam hati sembari terus berjalan disamping Andini dan tidak melepas gandengannya. Rima sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu yang terlihat lesu seolah kehilangan semangat.

"Aku ngerti, tapi bagaimapun kamu harus pulang."

Rima melirik wajah Andini seraya tersenyum memberi semangat pada sahabatnya itu

"Menurut aku mulai sekarang kamu harus bisa menghadapi situasi ini. Jika kamu memang tetap ga mau dijodohin, aku rasa orangtua kamu ga bisa memaksa terus Din."

Andini menghela nafas begitu dalam dan menghembuskannya sangat panjang, tatapannya beralih ke wajah sahabatnya. Rima menarik tangan Andini agar lebih minggir ketepi jalan dan mencari tempat yang teduh untuk mereka berdua.

"Tuh sebelah sana ada tempat teduh dibawah pohon rindang itu yuuk Din, kita bisa sambil duduk-duduk ngobrolnya disana."

Rima menujuk sebuah pohon besar yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Andini mengangguk sambil mengikuti langkah sahabatnya itu menuju pohon yang Rima tunjuk.

"Ga ada lagi main kabur-kaburan Din, soalnya... Mau sampai kapan."

Rima kembali memulai pembicaraan sambil menyenderkan punggungnya ke pohon besar itu.

Helaan nafas yang hanya Rima dengar di samping telinganya. Rima kembali melirik Andini yang menatap kosong ke arah lalu lalang kendaraan yang ada di depan mereka.

"Coba aja kamu fikir Din, kalau kamu kabur lagi dari rumah. Apa itu bisa menyelesaikan masalah..."

Rima menatap wajah sahabatnya itu yang terlihat masih sedih. Andini masih tidak bergeming dan hanya menatap kendaraan yang lewat seolah sedang menghitungnya satu persatu.

"Engga kan Din, masalah perjodohan itu akan tetep ada sejauh manapun kamu menghindar."

"Iya Rim kamu bener."

Andini mengangguk seraya menundukan kepalanya menatap rumput hijau yang mereka duduki. Andini mencabut satu persatu rerumputan yang tertindih sepatunya.

"Tapi aku sedih aja gitu Rim, tiap kali ada cowok kerumah."

"Itu pasti, tapi mulai sekarang anggap aja cowok yang dateng kerumah kamu itu temen baru yang lagi bertamu."

Rima menatap Andini yang sekarang tengah memperhatikan wajahnya.

"It's simple kan Din, jadi kamu ga akan terbebani lagi, ga akan sedih-sedih lagi kalau abis ada cowok ke rumah. Kamupun bisa fokus sekolah."

Lanjut Rima seraya tersenyum berusaha untuk menguatkan sahabatnya yang sedang duduk di hadapannya itu. Berharap semua yang dikatakannya itu bisa menjadi sebuah dukungan agar sahabatnya bisa kembali ceria.

Andini menatap tajam ke arah wajah Rima sambil manggut-manggut, sesekali Andini mengatupkan kedua bibirnya dan sedikit memajukannya kedepan seraya mengernyitkan keningnya yang terlihat jelas begitu putih. Rambutnya yang tertiup angin semakin menampakan wajah cantik Andini sepenuhnya.

"Boleh juga tuh Rim." Andini tersenyum lebar seraya memegang bahu sahabat terbaiknya itu.

"Kok aku baru tahu ya Rim"

"Baru tahu apa.." sahut Rima berbalik menatap Andini dengan penasaran apa yang dimaksud oleh sahabatnya itu.

"Ya aku kok kenapa baru tahu... Kalau Rima Melati itu ternyata pinter juga."

Andini menepuk bahu Rima sembari tertawa lebar. Rima pun ikut tertawa melihat Andini yang terkekeh-kekeh dengan ucapannya sendiri.

"Lah kamu sih telmi soal aku." Disela tawanya Rima membalas ejekan sahabatnya itu. Mereka pun tertawa cekikikan sembari kembali menyenderkan kedua punggungnya ke batang pohon yang rindang dan menjulang tinggi.

Persahabatan yang mereka jalin bagaikan sebuah benang yang akan selalu melengkapi jarum untuk menjahit baju yang robek. Dan persahabatan yang tidak akan termakan oleh waktu dan akan selalu di kenang sebagai sebuah jalinan hubungan terindah disepanjang perjalanan hidup mereka.

"Din..."

"Hemm..."

Andini tersenyum menatap keatas langit yang begitu biru sembari memperhatikan awan putih yang melayang tertiup angin.

"Jadi nanti kamu ga sedih-sedih lagi ya kalau ngebicarain soal...."

Rima menghentikan ucapannya seraya melirik Andini.

"Perjodohan..."

Sahut Andini datar sembari terus memperhatikan awan-awan putih yang melayang bergantian.

"He emh." sahut Rima sembari memperhatikan sebuah angkutan umum yang berhenti di depan mereka.

"Seperti yang kamu bilang tadi Rim... Jadi ngapain aku baper soal perjodohan ini. Anggap temen baru yang lagi bertamu. Simple, right."

Senyum Andini semakin melebar, hatinya yang sejak pagi diselimuti rasa sedih sekarang sirna seketika apalagi setelah Andini memperhatikan langit biru bersama awan-awan putih yang begitu indah. Pemandangan yang selalu membuat hati Andini bahagia.

"Rim... Rim..." Suara Andini dan dewi bersamaan memanggil Rima yang sejak tadi tidak menyahut perkataan Andini.

"Ternyata kamu Dew." Rima melirik ke arah Dewi yang berjalan mendekat ke arahnya.

Andini terperanjat kaget dari duduknya seraya berdiri dan membalikan badannya ke arah datangnya suara yang tak lain yang memanggil Rima itu adalah kakak sepupunya.

"Iya tadi dari angkot aku melihat kalian sedang duduk asik berdua disini, jadi aku turun sekalian pengen curhat."

Dewi mendekat kearah Andini lalu duduk ditengah-tengah mereka memisahkan jarak antara Rima dan Andini.

"Rim..."

Dewi melirik ke arah Rima yang sudah kembali duduk menyender ke batang pohon. Disusul Andini.

"Rim... Aku mau minta tolong nih sama kamu."

Dewi senyum-senyum malu sembari kembali melirik Rima yang sedang menatapnya.

"Minta tolong apa." Sahut Rima datar.

Sementara itu Andini tetap asik dengan dawai ditangannya sembari terus memperhatikan langit biru yang semakin cerah.

"Aku akan menunggumu..." Kata-kata Rangga selalu terngiang ditelinga Andini seakan menjadi momok yang menakutkan yang terus menghantui fikiran Andini.

"Aku harus gimana jika si Rangga datang lagi kerumah." Gumam Andini pada dirinya sendiri.

"Rima bilang anggap aja temen baru, ya sih tapi ga semudah itu juga."

Andini terus meracau di dalam hatinya sendiri tanpa memperdulikan Dewi yang sedang berbincang dengan Rima sahabatnya.

"Aku ajak kompromi aja gitu ya si Rangga. Temenen aja gitu sebenernya kita tapi depan Mimih dan Pipih seolah aku nerima Si Rangga."

"Ah.. Gimana kalau si Rangga ga mau."

Andini melempar-lempar rumput yang telah dicabutinya sejak.

Sesekali Rima melirik ke arah Andini yang kini menatap kosong kedepan sembari terus melempar-lempar rumput.

"Kenapa harus aku Dew. Aku ga mau ah."

Rima menjawab Dewi dengan ketus tetapi matanya terus memperhatikan tingkah Andini.

"Mulai deh Din kamu tuh melamun mulu." Dewi bergumam dalam hatinya.

"Please lah Rim, sekali ini saja aku minta tolong kamu."

Dewi menangkupkan kedua tangannya di dada memohon agar Dewi mau membantunya.

"Kalau soal itu kamu sebaiknya sendiri aja Dew. Ga usah pakai jasa orang segala. Apalagi aku ga mau ah."

Rima meninggikan suaranya sembari menatap tajam wajah Dewi yang terlihat memelas.

"Cuma nolong gitu doang ga susah Rim."

"Bukan masalah susah atau gampangnya Dewi, Masalahnya aku ga mau." Jawab Rina ketus.

"Nolong temen itu kan baik ya Din..."

Dewi menepuk bahu Andini yang spontan terperanjat kaget seketika membuyarkan semua lamunanmya.

"Nolong temen itu kan baik ya..."

Dewi tersenyum mengulang kalimatnya tak lepas sembari menatap Andini yang terlihat masih bingung.

"Oh iya... Tentu.. Tentu saja baik."

"Kalau gitu kamu aja ya Din yang nolong aku. Mau kaan..."

Dewi setengah merengek memegang bahu adik sepupunya itu.

"Apalagi kamu kan sodara aku. Bukan hanya sekedar temen."

Dewi tersenyum mendekat Andini sambil mengedipkan matanya dan menyenggolkan bahunya ke bahu Andini.

"Oh iya boleh."

"Tapi Diin..."

Rima memotong ucapan Andini setengah membentak sembari mengedip-ngedipkan kedua matanya. Andini masih bingung dengan tingkah Rima dan Dewi.

"Kasih tau Andini ya Rim, aku minta tolong itu..."

Dewi berlari meninggalkan mereka berdua setelah menyelipkan sebuah amplop bunga-bunga warna merah.

Andini melongo melihat kakak sepupunya telah berlari jauh dan melambaikan tangannya. Sementara Rima cemberut sembari melipat kedua tangannya di atas dada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!