Beberapa waktu kemudian ...
Desas desus tentang perjodohan Bulan dan Ustad Ihsan pun sedikit mencuat. Pasalnya mereka menjadi buah bibir saat kepulangan mereka secara bersama ke Pondok Pesantren pada malam itu.
"Bulan ... Katanya kamu ada hubungan sama Ustad Ihsan? Gosip itu bener gak sih? Sampai -sampai Ustadzah Hilya mendatangi Ustad Ihsan dan meminta kejelasannya," tanya Sifa kemudian.
Bulan yang sedang menikmati makan malam di ruang makan pun hanya diam dan tetap mengunyah nasi di dalam mulutnya. Beberapa waktu berada di Pesantren ini, Bulan mulai terbiasa dengan yang namanya kesederhanaan. Mulai dari makanan yang tak pernah bisa memilih, jajanan yang hanya bisa di beli di koperasi Pesantren membuat Bulan makin tidak bersemangat berada di Pesantren.
Seperti malam ini, menu makan malam mereka hanya nasi dengan sayur kangkung dan tahu serta tempe.
"Bulan ... Kok diem saja sih. Kita satu kobong, masa iya malah mendengar gosip ini dari orang lain. Jadi gimana? Ustad Abigail atau Ustad Ihsan yang sedang mendekati kamu?" tanya Fatima makin mencari fakta kebenarannya. Gosip itu sudah santer baik di MTs maupun di Pondok Pesantren.
"Yah ... Gosip murahan di denger. Kita itu sekarang mending fokus buat ujian akhir di bandingkan mendengar gosip yang gak ada buktinya," ucap Bulan mengklarifikasi ucapannya.
"Kamu yakin? Semua gosip itu gak ada kebenarannya. Ustadzah Hilya itu makin terlihat tidak suka pada kita lho, Lan," ucap Annisa ikut menyambung obrolan mereka.
Bulan hanya menarik napas dalam dan di hembuskan pelan melalui hidungnya.
"Kalian pernah lihat gak, Ustad Ihsan menghampiri Bulan untuk urusan tertentu? Kan gak pernah. Lgi pula, Ustad Ihsan itu sedang sibuk untuk kepindahannya ke Mesir," jelas Bulan yang terbawa hanyut dalam obrolan bersama teman -temna satu kobongnya dan malah membuka sendiri pembicaraan tentang Ustad Ihsan.
"Apa?" tanya keempat temannya secara serempak.
"Ustad Ihsan yang ganteeng mau pindah? Kamu yakin sama ucapan kamu, Lan? Kok kamu tahu sih? Kita -kita ini kudet sama berita di Pesantren," keluh Aisyah kesal. Perasaan mereka selalu menegikuti rangkaian kegiatan di Pesantren dnegan baik. Tapi kenapa gosip sesederhana ini saja, mereka tak mendengar.
"Wah ... Kalau Ustad Ihsan pergi, hilang satu Ustad jomblo yang ganteng idaman kita," ucap Fatima mulai mendesah sedih.
Bulan menatap satu per satu teman satu kobongnya yang sudah selesai makan malam. Kini giliran Bulan yang keki sendiri. Tentu, berita yang tak di ketahui banyak orang ini makin menyudutkan Bulan bahwa ia ada hubungan khusus denagn Ustad ganteng idaman santriwati di Pesantren Al -Ikhlas.
Bulan bangkit berdiir dan meletakkan piring bekas makannya di wastafel dan langsung di cuci bersih. Lalu berjalan keluar ruang makan meninggalkan semua temannya yang terpana dnegan ucapan Bulan sambil berbisik lirih saat Bulan tidak ada di sana lagi.
"Kalian yakin sama ucapan Bulan? Jangan-jangan berita tentang kedekatannya dengan Ustad Ihsan itu benar adanya," tanya Sifa masih bingung.
Keempat sahabat itu langsung bergegas berlari mengejar Bulan yang sudah siap menuju Masjid besar di tengah Pesantren untuk mengaji bersama di sana. Kegiatan rutin itu sudah mulai biasa Bulan lakukan dengan baik tanpa makruh. Bulan selalu ingat kata -kata Ustad Ihsan yang selalu memotivasinya di awal Bulan masuk ke dala Pesantren, saat itu Bulan memberontak dan menolak tegas.
"Bulan ...." panggil Ustad Ihsan tiba -tiba yang keluar dari sebuah ruangan di area kobong Santriwati. Ustad Ihsan membawa Al -Quran miliknya dan kain sorban yang melingkar di pundaknya.
"Ustad Ihsan ... Ada apa?" jawab Bulan memelankan langkah kakinya dan berhenti tepat di depan Ustad Ihsan. Bulan sudah membawa mukena dan sajadah serta Al -Quran di tangannya.
"Lusa aku berangkat ke Mesir. Keberangkatan di percepat," ucap Ustad Ihsan mentaap Bulan yang terlihat terkejut dnegn ucapan Ustad Ihsan baru saja.
Tatapan Bulan lekat ke arah Ustad Ihsan yang juga menatap Bulan dnegan lekat.
"Secepat itu? Katanya masih satu bulan lagi?" tanya Bulan begitu saja. Hanya pertanyaan itu yang saat ini ada di kepalanya.
Ustad Ihsan mengulum senyum. Ada hal yang membuatnya rindu nanti jika sudah berada di Mesir. Ada hati yang harus di jaga, ada cinta yang harus di pupuk, ada amanah yang harus di tepati janjinya.
Bulan menunduk menunggu jawaban Ustad Ihsan yang tak kunjung menjawab pertanyaanya hingga Bulan mengangkat wajahnya untuk menanyakan kembali pertanyaannya.
"Penasaran ya?" tanay ustad Ihsan yang melihat Bulan kembali mengangkat wajahnya.
"Gak ... Pede banget. Bulan kan cuma nanya, kok secepat ini. Mau berangkat besok juga, apa peduli Bulan?" tanya Bulan ketus.
Ustad Ihsan menggigit bibirnya. Gadis yang di jodohkannya memang sering asal bicara tapi antara kalam dan hatinya suka tidak sinkron. Lidah menolak tapi hati menerima. Sesuatu yang bertyolak belakang.
"Oke. Permisi," ucap Ustad Ihsan yang berlalu begitu saja dari hadapan Bulan. Bulan cukup tersentak, ia tahu, perlakuannya tadi terlalu berlebihan. Mungkin Ustad Ihsan hanya ingin memberitahukan Bulan tentang keberangkatannya, agar Bulan tidak kaget bila sewaktu -waktu ia tidak lagi melihat sosok Ustad Ihsan.
Keempat temannya yang smepat mengejar Bulan pun menghentikan langkahnya saat mereka tahu, Bulandan Ustad Ihsan sedang bicara di koridor menuju Masjid Besar. Mereka berempat saling berpandangan dan saling saling mengendikkan bahunya. Mereka penasaran tentang apa yang terjadi sebenarnya antara Bulan dan Ustad Ihsan.
Bulan kembali berjalan menuju Masjid Besar. Hatinya mulai tertata dnegan baik. Bulan berusaha menyikapi dnegan satu tarikan napas, agar ia tak merasakan getaran aneh yang saat ini membuatnya resah sendiri. Degub jantungnya pun mulai berdetak keras. Ada rasa takut berlebihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments