Ustad Ihsan menggangguk pelan. Mengiyakan setiap permintaan Bulan.
"Apapun keinginamu Bulan. Ada satu syarat, dan itu harus kamu penuhi selama berada di Pesantren," ucap Ustad Ihsan pelan.
Bulan menatap lekat Ustad Ihsan, lalu tertawa sinis.
"Masih mau bikin perjanjian. Lebih baik puasa," ketus Bulan.
"Apa kamu tidak mau menedengar ucapanku dulu? Apa prmintaanku?" tanya Ustad Ihsan pelan.
Bulan dengan tegas menggelengkan kepalanya.
"Kenapa sih, Abi dan Umi, harus menitipkan Bulan pada Pak Ustad!! Masih banyak teman lain yang lebih baik. Anda itu sudah tua!!" ucap Bulan dengan sinis.
Bulan msih tidak percaya dengan perjodohan yang tidak masuk akal ini.
"Lho, Kok dibilang tua sih. Masih banyak yang mau ini. Usatdzah Hilya pun masih menungguku untuk di persuntung menjadi permaisuri," ucap Ustad Ihsan menggoda dan terkekeh sendiri.
Bulan mendegus dan menatap ke arah Ustad Ustad penuh ketidaksukaan.
"Sombong!!" lirih Bulan dengan ketus. Bulan memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Aku tidak sombong. Ini kenyataan, aa perlu bukti?" tanya Ustad Ihsan sambil menatap lekat kedua mata Bulan yang duduk berhadapan dengannya.
"Gak perlu. Ini mau pulang gak? Nanti Pak Kiyai malah marah. Jam ijin sebentar lagi selesai," ucap Bulan mengingatkan.
Spontan Ustad Ihsan menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Lalu menatap ke arah BUlan yang juga menatap Ustad Ihsan.
"Sekolah yang bener. Mesantren yang bener. Kasihan Abi dan Umi yang sudah berusaha membuatmu menajdi lebih baik. Kesuksesan kamu ada ditanganmu sendiri Bulan. Satu hal lagi, jangan dijadikan beban tentang perjodohan ini. Kalaupun kita berjodoh, perjodohan ini akan terlaksana, tapi kalau kita tidak berjodoh maka semua itu tidak akan terjadi," ucap Ustad Ihsan pelan menasehati.
Bulan terdiam, kata-kata Ustad Ihsan memang benar, tapi kenapa ucapannya mengisyaratkan sebuah perpisahan.
"Ustad Ihsan mau pergi? Bukankah setiap hari kita akan bertemu di Pesantren? Ustad Ihsan akan tetap menjadi guru Bulan di kleas, bukan?" tanya Bulan pelan dengan rasa penasaran.
Beberapa bulan ini, kebersamaannya dengan Ustad Ihsan sebagai pembimbing sekaligus guru di Pesantren maupun sekolahnya membuat suasana hatinya memang sering bahagia bercampur gemas. Ustad Ihsan yang baikk dan suka melucu ditambah lagi perhatiannya yang memprioritaaskan Bula dibandingkan santriwati lainnya mungkin saja setelah ini Bulan akan merasa kehilangan sosok Ustad Ihsan.
Ustad Ihsan mengangguk pelan dan menunduk setelah pertanyaan yang diajukan Bulan sangat tepat dan mengena. Kepindahannya memang sangat tiba-tiba sekali. Kyai Mansyur, pagi tadi menghubungi Ustad Ihsan, medadak mendapat kabar untuk melakukan pertukaran pelajar di Mesir. Pilihan Kyai Mansyur ada pada Ustad Ihsan yang memang mumpuni untuk melaksanakan tugas ini selama tiga tahun ke depan.
Aku harus pergi ke Mesir untuk waktu yang lama. Makanya pesanku tadi. Perjodohan ini jangan dijadikan beban, kalau jodoh pasti bertemu, kalau tidak berjodoh maka kita tidak akan pernah bertemu lagi, klaupun bertemu kita akan bersama pasangan kita masing-masing. Kamu masih muda dan masih banyak kesempatan untuk belajar dan menggapai semua cita-citamu Bulan," ucap Ustad Ihsan menasehati Bulan.
Mendengar penjelasan Ustd Ihsan, mendadak raut wajah Bulan berubah. Ada sesuatu yang tiba-tiba hilang seketika dari hatinya. Ada ruang yang tiba-tiba hampa dan kosong, seolah terasa dingin menusuk. Gumpalan air mata Bulan sudah menumpuk di pelupuk mata.
"Kamu mennagis?" tanya Ustad Ihsan pelan saat menatap Bulan yang tiba-tiba terdiam dengan waah sendu dan mata memerah seperti ingin menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments