Jodoh Di Pesantren
Pagi ini sungguh cerah, mentari pagi sudah menyorot masuk ke dalam celah jendela kamar Bulan dan Bintang yang terletak bersebelahan. Tahun ini adalah tahun kelulusan mereka di Sekolah Dasar Favorit di Kota K.
Satu bulan yang lalu, saat mengikuti pengajian di Masjid dekat rumahnya, Bintang menemukan brosur sekolah sambil mondok, begitu tulisan yang tertera disana.
Bintang Pratama adalah anak dari pasangan Rendy dan Sofi. Memiliki sikap alim, Sholeh dan dewasa. Sikap ini sangat berbanding terbalik dengan sikap kakak kembarnya bernama Bulan Az-Zahra, sikap tomboy dan keras kepala cenderung mau menang sendiri.
Dua anak yang notabene kembar tapi memilki sifat yang berbeda bahkan bertolak belakang. Walaupun begitu, mereka berdua saling menyayangi dan saling menjaga satu sama lain.
Brosur itu dibawa pulang dan dipelajari oleh Bintang hingga akhirnya Bintang pun memantapkan hatinya untuk masuk ke Pesantren untuk menjadi seorang Hafiz.
Brosur itu pun diberikan kepada Abinya untuk dibaca dan ditimbang timbang keputusannya. Sebenarnya berat bagi Rendy dan Sofi untuk melepaskan kedua anaknya bersekolah jauh di beda kota, namun demi kebaikan berdua maka itu harus dilakukan agar mereka menjadi dewasa, mandiri dan bijaksana.
Sedangkan Bulan yang mendengar informasi itupun menjadi kecewa dan marah, karena Bulan sudah berjanji dengan teman seperjuangannya untuk sekolah di SMP Negeri Favorit di Kota K.
Perdebatan pun selalu terjadi setiap hari. Bosan sudah pasti mendegar anak perempuannya selalu merengek tidak jelas untuk tetap menyekolahkannya di kota ini.
Lelah sudah sangat lelah untuk membujuk anak perempuannya agar bisa menjadi wanita muslimah seperti Uminya.
Bulan terus saja merajuk dan merayu Umi Sofi untuk membujuk Abi agar berubah pikiran untuk tidak menyekolahkannya di Pesantren nun jauh disana.
Malam ini adalah malam terakhir Bulan berada di kamarnya. Setelah siang tadi menghabiskan waktu untuk nongkrong di kafe dan berbelanja di Mall.
Anak jaman sekarang usia tiga belas tahun saja sudah bisa nongkrong di kafe. Dengan menggunakan pakaian kesukaan rok pendek berbahan jeans dan kaos oblong pres body.
Bulan pulang sudah hampir jam sepuluh malam. Abi Rendy pun menjadi murka melihat kedatangan Bulan yang semakin lama semakin tidak aturan.
Karena kesal dan marah, Bulan pun masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu kamarnya dengan sangat keras.
"Mas ... Jangan terlalu keras. Bulan itu perempuan?!" ucap Sofi lembut dan mengusap bahu Rendy dengan lembut. Berharap emosinya pun turun dan stabil kembali.
"Hufftt ... Mau jadi apa anak itu nanti Fi. Lihat pakaiannya, Bulan itu baru lulus SD namun sudah bergaya seperti anak dewasa. Itu gak pantas Fi." ucap Rendy tegas. Rahangnya mulai mengeras menahan amarahnya.
Rendy hanya bisa menghela napas panjang lalu menghembuskan napasnya dengan perlahan.
"Kamu tidur dulu Mas. Besok kan kita harus mengantarkan anak-anak ke Pondok. Aku mau ke kamar Bulan untuk mencari tahu kenapa anak itu gak mau sekolah di Pondok." ucap Sofi pelan.
"Ya Fi. Kamu benar, mungkin dengan kamu Bulan bisa lebih terbuka." ucap Rendy pelan.
Rendy pun masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Sofi masuk ke kamar Bulan. Tiga koper berukuran sedang sudah dipersiapkan Sofi sejak siang tadi.
Bulan tampak sedang tidur dengan posisi tengkurap dan sesekali masih sesegukan menangis. Sofi pun menghampiri Bulan dan mengusap punggung anak itu, lalu membelai rambut hitam terurai panjang yang menutupi wajah Bulan.
"Disaat suatu keputusan tidak sesuai dengan keinginan hati kamu, maka belajarlah menerima dengan ikhlas walau dengan duka lara. Tapi disaat apa yang kamu inginkan itu tercapai, maka belajarlah untuk rendah diri sehingga kamu akan lebih menikmati rasa syukur itu. Umi yakin Bulan pasti bisa melewati ini semua." ucap Sofi dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Bulan pun membalikkan tubuhnya hingga terlentang. Kedua matanya sudah bengkak dan sembab akibat menangis hebat sejak tadi.
"Kalau Bulan gagal atau Bulan gak betah gimana Umi?" ucap Bulan serak dan terbata bata.
"Belum dicoba udah bilang gagal, belum dijalani udah bilang gak betah. Mana Bulan yang tomboy dan gak takut dengan apapun." ucap Sofi pelan lalu mengecup kening Bulan dengan lembut.
Bulan tampak terdiam menatap Uminya yang semakin lama semakin cantik dan anggun.
"Umi ... Bulan kan gak bisa pakai kerudung seperti Umi." ucap Bulan dengan polos.
Umi Sofi pun terkekeh pelan mendengar penuturan Bulan yang teramat polos dan jujur.
"Umi sudah belikan hijab yang instant dan tinggal dipakai saja. Umi tahu gimana perasaan kamu, Bulan." ucap Umi Sofi ramah.
"Terima kasih Umi. Bulan sayang sama Umi." ucap Bulan pelan. Ucapan dan pikirannya tidak sepadan.
Bulan masih saja mencari cara agar ia bisa menggagalkan rencana Abi untuk memasukkan keduanya ke pesantren.
Waktu terus bergulir hingga pagi pun datang, Bulan masih saja menangis semalaman sejak ditinggal Uminya untuk beristirahat malam.
Begitulah Abi Rendy, bila mengambil keputusan maka harus dituruti. Tidak ada pilihan bagi Bulan untuk tidak menuruti keinginan Abinya itu.
Bintang saudara kembarnya pun ikut menenangkan Bulan, bahkan memberikan ketenangan bahwa semuanya akan baik-baik saja selama disana. Bintang akan selalu siap membantu Bulan dalam keadaan apapun.
Perjalanan sekitar empat jam.pun ditempuh dengan suasana hening dan senyap hingga terasa amat sangat lama. Bulan terus saja diam dan merajuk agar Abi memutar balik mobilnya dan mengurungkan niatnya membawa kedua anaknya ke pondok pesantren.
Selama dalam perjalanan Umi Sofi pun terus saja menasehati kedua buah hatinya dengan lembut. Terlebih untuk Bulan agar bisa menjaga sikap dan sopan santun selama di Pondok Pesantren.
Bintang pun mengganggukkan kepalanya tanda mengerti dan semua yang diamanahkan oleh Umi akan dijalankan dengan baik.
Perjalanan empat jam menuju tempat dimana Pondok itu berada. Ya, Pondok Pesantren Al Ikhlas dibawah asuhan Kyai Mansyur. Terletak di pelosok pedesaan di kota G.
Mobil sudah masuk ke halaman Pondok Pesantren Al Ikhlas. Aby Rendy, Umi Sofi, Bukan dan Bintang pun segera turun.
Ada seorang laki-laki menghampiri Aby Rendy dan berbincang.
"Assalamualaikum .. Apakah anda Pak Rendy? Pak Kyai sudah menunggu di Saung sebelah sana." ucap lelaki itu dengan sopan. Usianya sekitar dua puluh tahunan dan menggunakan baju Koko lengkap dengan peci.
"Waalaikumsalam ... Baik. Bisa antar saya ke Saung untuk bertemu Kyai Mansyur? Nama Anda siapa?" tanya Rendy pelan dan berjabat tangan dengan anak muda itu.
"Maaf saya asisten Pak Kyai Mansyur, nama saya Ihsan Hasanuddin panggil saja Ihsan. Saya bertanggungjawab atas Ponpes ini bila Pak Kyai Mansyur tidak ada." ucap Ihsan dengan sopan.
"Baiklah Nak Ihsan. Ini Sofi istri saya, dan ini kedua anak saya yang akan mondok disini. Itu Bulan dan ini Bintang." ucap Rendy mengenalkan seluruh anggota keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments