Bulan mengalah dan melangkahkan kakinya menuju meja makan dimana semua orang masih berkumpul menunggu dirinya.
Ternyata Ustad Ihsan berada dibelakang Bulan sejak tadi, namun Bulan tidak menyadari. Semua orang melihat kedua insan tersebut dengan tersenyum.
Bulan merasakan hawa yang kurang nyaman, Bulan hanya bisa menunduk dan duduk di kursinya kembali.
"Sepertinya, ada yang sudah mencari kesempatan untuk dekat." celetuk Pak Araby sambil tertawa lepas.
"Anak muda jaman sekarang Pak Araby." jawab Aby Rendy santai.
"Maka dari itu, kalau sudah waktunya lebih baik cepat dikhitbah, takut ada fitnah. Betul kan Pak Rendy?" tanya Pak Araby pelan sambil tersenyum sempurna.
"Iya Pak Araby. Tunggu Bulan saat usia yang tepat. Biarkan dia, beradaptasi dengan dunianya sekarang." ucap Aby Rendy pelan.
"Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk bisa mengenal karakter dan kepribadian masing-masing. Apalagi mereka tinggal di Pondok Pesantren yang sama." ucap Pak Araby dengan sopan.
Raut wajah Bulan sudah memerah menahan kesal. Hatinya kacau, pikirannya juga ikut kacau karena rumit dengan permasalahan yang baru saja dihadapinya.
"Maaf Pak Araby, boleh kami berjalan-jalan disekitar hotel?" tanya Bintang dengan sopan.
"Silahkan Bintang." jawab Pak Araby pelan.
"Terima kasih Pak. Aby, Umi, Bintang dan Bulan mau berkeliling dulu. Permisi, Ayo Bulan." ucap Bintang pelan.
Bintang menggandeng tangan Bulan dengan erat. Mereka berdua sama-sama diam dan tidak bicara.
Mereka menaiki lift dan naik ke atas. Berjalan menyusuri lorong gelap, dan tiba di balkon paling atas.
Bintang berjalan di depan, dan Bulan hanya mengikuti di belakangnya. Bintang memegang pagar yang terbuat dari aluminium di atas balkon. Bulan berdiri di sisi Bintang. Baju gamisnya terlihat sedikit berantakan akibat jalan yang terlalu cepat.
"Kenapa kamu membawaku kesini Bintang?" tanya Bulan pelan.
"Aku hanya ingin bilang, rubah sifat jutekmu itu. Belajarlah menerima keadaan. Walaupun kita masih kecil dan masih labil, tidak ada salahnya belajar dewasa." ucap Bintang menasehati.
"Ini bukan masalah dewasa atau tidak Bintang. Jalan pikiran kita itu berbeda, kamu memang alim, sedangkan aku? Kamu tahu kan aku seperti apa?!" ucap Bulan tak kalah keras.
"Bulan, mengalah untuk menang. Berdamailah dengan keadaan." ucap Bintang pelan.
"Aku gak bisa Bintang. Aku kalau sudah pahit ya pahit." ucap Bulan dengan santai.
"Aku hanya setahun di Ponpes itu Bukan. Setelah itu aku ingin pindah Ponpes khusus penghafal Al-Qur'an. Aby sudah memberikan ijin untukku, dan kamu tetap di Ponpes itu." ucap Bintang pelan.
Mendengar ucapan Bintang, kedua mata Bulan pun melotot dan menatap tajam ke arah Bintang.
"Kamu gak sedang bercanda kan?" tanya Bulan pelan.
"Enggak Bulan. Aku serius. Ada kalanya seseorang mencari jati dirinya dan meninggalkan orang-orang yang kita sayangi." ucap Bintang pelan.
"Lalu aku bagaimana Bintang?" tanya Bulan lirih sambil menatap lampu-lampu indah di penjuru kota.
"Aku sayang denganmu Bulan. Tapi kamu harus berusaha sendiri tanpa aku. Apalagi sekarang ada Ustad Ihsan yang akan menjaga kamu. Ini waktunya aku juga untuk mengejar cita-citaku." ucap Bintang pelan.
Bulan hanya terdiam menatap ke segala arah.
"Aku mau dan bertahan karena ada kamu Bintang." ucap Bulan lirih.
"Belajarlah mandiri Bulan. Aku pergi bukan untuk meninggalkan kamu. Tapi, aku mencari surga untuk Aby dan Umi. Aku ingin memakaikan mahkota untuk mereka karena aku menjadi Hafiz." ucap Bintang pelan.
"Aku keluar aja dari Ponpes. Lebih baik aku tinggal bersama Aby dan Umi." ucap Bulan pelan.
"Jangan pernah kecewakan mereka Bulan. Kamu anak cikal dan perempuan, tentu Aby dan Umi menginginkan yang terbaik untuk kamu." ucap Bintang pelan.
Ustad Ihsan berjalan mendekati keduanya, semua pembicaraan itu sudah di dengar oleh Ustad Ihsan.
"Besok pagi, Bintang akan aku antar ke Ponpes khusus penghafal Al-Qur'an, agar bisa menjadi Hafiz. Kamu siap Bintang?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Astaghfirullah, Pak ustad. Siap Pak Ustad." ucap Bintang tegas.
"Alhamdulillah besok kita kesana Bintang." ucap Ustad Ihsan tegas.
Bulan menatap keduanya secara bergantian.
"Lalu aku?" tanya Bulan pelan.
"Bukankah kamu ingin bebas. Tinggalah di Pondok, disana kamu bisa bebas tapi tetap bertanggung jawab." ucap Ustad Ihsan tegas.
Bulan hanya mendengar dan mendengus dengan kesal.
"Ya baguslah kalau Pak Ustad gak ada. Itu lebih baik." ucap Bulan dengan ketus sambil menatap ke arah lampu yang berkelap-kelip.
"Jadilah dirimu sendiri Bulan tanpa ada seseorang yang membantu kamu di belakangmu. Jadi kamu bisa sukses dengan usaha dirimu sendiri." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Kalian pikir, aku tidak bisa? Kalian pikir aku manja? Aku buktikan pada kalian kalau aku juga bisa sukses tanpa kamu Bintang." ucap Bulan dengan lantang sambil berlari ke dalam hotel.
"Terima kasih Pak Ustad. Semoga saja, Bulan bisa berubah." ucap Bintang pelan.
"Kamu serius dengan ini semua, meninggalkan saudara kembarmu?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Aku punya keinginan, aku punya cita-cita. Biarkan Bulan menjadi dirinya sendiri." ucap Bintang pelan.
"Baiklah. Besok kita ke Ponpes Hafiz." ucap Ustad Ihsan sambil tersenyum.
Mereka berdua akhirnya kembali ke meja makan. Di sana sudah ada Bulan yang diam seribu bahasa. Tidak ada senyum dan tidak ada keceriaan di wajahnya.
"Sepertinya hari sudah malam, apa tidak lebih baik menginap saja disini. Kebetulan besok hari libur. Kita bisa melanjutkan obrolan kita tentang bisnis travel umroh ini?" tanya Pak Araby pelan.
"Wah ... saya jadi merepotkan." ucap Aby Rendy pelan.
"Santai saja dengan besan itu." ucap Pak Araby yang tersenyum bahagia.
Aby dan Umi memilih satu kamar, Bintang dan Ustad Ihsan berada di kamar yang sama sedangkan Bulan berada di kamar sendiri.
Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
"Siapa?" tanya Bulan dari dalam kamar.
"Assalamualaikum ini aku Ihsan." ucap Ihsan pelan.
"Waalaikumsalam ... mau apa ke kamar perempuan?!" tanya Bulan dengan ketus dari dalam kamar.
"Aku hanya ingin mengantarkan ini untukmu. Bukankah kamu tidak membawa baju ganti?" tanya Ustad Ihsan pelan.
Mendengar alasan Ustad Ihsan, pintu kamar dibuka oleh Bulan. Ustad Ihsan hanya berdiri di depan pintu kamar dan memberikan satu tentengan paper bag berukuran besar.
"Ini untukku semua?" tanya Bulan dengan wajah polos.
"Iya ... Buat kamu semua." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Makasih Pak Ustad." ucap Bulan lirih.
"Iya sama-sama. Istirahat ya Bulan." ucap Ihsan singkat dan pergi meninggalkan kamar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments