Pandangan mereka beradu dan saling memandang. Sorot mata yang berbeda penuh cinta, kasih sayang dan ketulusan.
"Saya hanya ingin menyenangkan hati kedua orang tua saya, untuk Aby dan untuk Umi. Mereka ingin saya seperti Bintang yang selalu bisa diandalkan, tapi saya selalu gagal." ucap Bulan lirih, namun tetap bisa terdengar oleh Ustad Ihsan.
"Kamu pasti bisa Bulan. Saya yakin, kamu bisa menjadi diri kamu sendiri, menjadi Bulan yang berbeda dari sebelumnya setelah berada disini." ucap Ustad Ihsan memberikan semangat.
Bulan hanya menggelengkan kepalanya karena tidak yakin. Kedua tangannya menutup wajahnya.
"Siapa yang akan membantuku, tidak ada Bintang. Kalau harus meminta bantuan dengan teman sekamarku itu tidak mungkin. Ustadzah Hilya pun sepertinya kurang suka kepadaku." ucap Bulan pelan.
Ustad Ihsan menganggukan kepalanya pelan. Jujur ia sangat paham kegalauan santri baru yang mau beradaptasi di lingkungan barunya. Ada ketakutan tersendiri, ada perasaan tidak nyaman, karena mereka disini ada paksaan, bukan niatan yang timbul dari dalam hatinya sendiri.
"Bagaimana kalau aku yang akan membantumu langsung, nanti aku akan bicara pada Pak Kyai Mansyur untuk memberikan waktu kepadamu." ucap Ustad Ihsan memberikan saran.
Bulan menegakkan duduknya dan melepaskan kedua tangan itu dari wajahnya.
"Bantuan seperti apa Pak Ustad, maaf Bulan tidak mengerti." ucap Bulan pelan.
"Ya, tentang apa saja. Semuanya bisa kamu tanyakan kepada saya, termasuk setor hafalan. Bagaimana? Bukankah kamu ingin belajar dan memperbaiki diri kamu agar lebih baik lagi. Bisa menjadi anak yang dibanggakan oleh orang tua kamu. Oleh Aby Rendy dan Umi Sofi? Betul kan?" ucap Ustad Ihsan pelan dan menatap kedua mata Bulan.
"Iya ... Tapi kan ..." ucapan Bulan terhenti. Wajahnya menunduk lagi.
"Tapi apa? Ayo ceritakan masalahmu kepada saya. Apa yang terjadi?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Ustad Ihsan kan laki-laki sedangkan Bulan itu perempuan." ucap Bulan pelan dengan kepolosannya.
"Astaghfirullah ... Jadi itu masalahnya. Nanti kita belajar di tempat Pak Kyai Mansyur biar tidak terjadi fitnah. Kamu dan Bintang akan saya bantu agar kalian bisa menjadi murid teladan disini." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Benarkah Pak Ustad." teriak Bulan dengan senang. Kedua matanya sangat berbinar saat Ustad Ihsan memberikan waktu khusus kepadanya untuk mengajarinya.
"Iya. Saya serius. Tapi ingat, kamu juga harus serius belajarnya dan tidak setengah-setengah." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Iya Pak Ustad. Terima kasih sudah mau membantu Bulan, dan terima kasih sudah mengobati luka Bulan." ucap Bulan pelan sambil melihat jarinya.
"Bulan .... !!! Kamu saya cari ternyata ada disini malah duduk manis. Ehhh ... maaf ada Ustad Ihsan." ucap Ustadzah Hilya.
"Ada apa Usatdzah Hilya? Bulan ini baru sehari disini, seharusnya dibimbing jangan malah di hukum seperti ini." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Maaf Ustad Ihsan. Bukankah. kita harus profesional dan tidak memihak. Takutnya nanti, akan ada teman temannya yang sirik dan tidak suka. Ini semu demi kebaikan Bulan." ucap Ustadzah Hilya.
"Tapi, lihatlah? Tidak semua orang itu sama. Kita harus membimbingnya sesuai takarannya, sifatnya, latar belakangnya bukan seperti ini." ucap Ustad Ihsan pelan sambil menunjuk ke arah jari Bulan yang terluka.
"Maafkan saya, Ustad Ihsan. Bulan, maafkan saya ya." ucap Ustadzah Hilya pelan dan tulus meminta maaf.
"Iya Ustadzah Hilya, tidak apa-apa. Saya setelah ini harus apa?" tanya Bulan pelan dan memandang ke arah Ustad Ihsan dan Ustadzah Hilya secara bergantian.
"Kamu ikut saya Bulan. Akan saya ajarkan kamu sesuatu. Ustadzah Hilya saya pinjam Bulan sebentar." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Baiklah Ustad Ihsan, silahkan." ucap Ustadzah Hilya pelan.
Ustad Ihsan berjalan di depan dan Bulan mengikuti di belakang Ustad Ihsan. Keduanya berjalan dan memasuki pelataran Masjid Ponpes. Ustad Ihsan menyuruh Bulan untuk berwudhu terlebih dahulu dan menggunakan mukenanya.
Satu Al-Qur'an diberikan kepada Bulan. Lalu Ustad Ihsan menitah membuka Al-Qur'an dan membaca salah satu surat yaitu Surat Al Takatsur.
"Baca Surat itu dengan baik dan benar, saya ingin mendengar." ucap Ustad Ihsan pelan.
Bulan menganggukan kepalanya tanda mengerti. Lalu membuka Al-Qur'an dan mulai membaca surah yang di inginkan oleh Ustad Ihsan hingga selesai.
Ustad Ihsan mendengarkan dengan seksama, cara Bulan mengaji, dan luar biasa hebat. Suaranya nyaring dan indah, semua diucapkan dengan benar dan tepat pas dengan pengaturan nafas panjang dan pendeknya. Ustad Ihsan dibuat kagum dengan Bulan.
"Gimana Pak Ustad?" tanya Bulan pelan.
"Oke sudah baik. Bulan depan akan ada lomba mengaji, sepertinya kamu bisa diikut sertakan, kira-kira bagaimana? Kamu mau?" ucap Ustad Ihsan pelan.
"Saya takut gagal Ustad. Saya takut sekali." ucap Bulan pelan.
"Saya akan membantu kamu, mengajarimu setiap hari. Kamu harus berani Bulan. Ini kesempatan yang baik untuk menunjukkan siapa diri kamu. Kamu silahkan mengaji dahulu, saya mau sholat dulu." ucap Ustad Ihsan pelan.
Pukul setengah empat dini hari. Bulan membaca Al-Qur'an, sambil menunggu Ustad Ihsan selesai sholat. Sekitar dua puluh menit kemudian, Ustad Ihsan menghampiri Bulan.
"Aku mendengarnya, lantunan ayat-ayat suci itu cukup indah." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Terima kasih Ustad Ihsan atas pujiannya. Kalau boleh tahu, Ustad Ihsan, sholat apa?" tanya Bulan pelan.
"Istikharah Bulan." ucap Ustad Ihsan sambil tersenyum.
"Istikharah? Hemm ... katanya lagi ta'aruf sama ustadzah Hilya ya?" tanya Bulan dengan polosnya.
Wajah Ustad Ihsan mendadak berubah. Pertanyaan Bulan sungguh sangat mengejutkan bagi dirinya.
"Ta'aruf? Sama Ustadzah Hilya? Astaghfirullah ... gak bener itu. Saya sudah dijodohkan dengan seseorang, dan saya menerimanya. Wanita itu cantik sekali, sedang menyelesaikan studinya di salah satu pondok pesantren." ucap Ustad Ihsan pelan menjelaskan.
"Ohh ya. Wahhh bisa jadi gosip baru nih." ucap Bulan setengah berteriak.
"Gosip baru?? maksudnya apa?" tanya Ustad Ihsan kepada Bulan.
Bulan hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Bulan hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Tidak apa-apa Ustad Ihsan. Sebenarnya ..." ucap Bulan pelan.
"Kenapa?! Saya dan Ustadzah Hilya itu tidak ada apa-apa. Hubungan kami hanya sebatas tim kerja, tidak ada yang lain." ucap Ustad Ihsan menjelaskan.
"lho itu kan urusan Ustad Ihsan. Mau ada hubungan atau tidak dengan Ustadzah Hilya, apa urusannya dengan saya??" ucap Bulan dengan sedikit ketus.
"Saya hanya memberi tahu saja. Tidak ada alasan lain. Biar kalian para santri labil tidak salah paham." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Apa?! Para Santri labil?? Pak Ustad Ihsan, saya ini baru juga masuk MTs, wajar dong kalau kita labil." ucap Bulan yang tidak mau kalah.
"Cukup Bulan. Lanjutkan mengaji hingga waktu shubuh. Saya tidak mau membicarakan hal lain yang tidak penting." ucap Ustad Ihsan tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments