Bulan membawa paper bag itu ke dalam kamarnya dan diletakkan di atas kasur. Awalnya Bulan tidak tertarik sama sekali dengan isi di dalam paper bag itu. Bulan malah membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.
Matanya terus dipaksa untuk dipejamkan namun, kedua matanya belum juga terpejam. Hingga terdengar suara detak jarum jam yang sangat khas. Kedua matanya membuka dan melihat ke arah paper bag itu.
Bulan bangkit duduk dan menarik paper bag tersebut dari ujung kasur hingga mendekati dirinya dan bersandar di tempat tidur.
Paper bag itu sudah diletakkan didepannya, Bulan mengintip isi di dalamnya. Lalu perlahan membuka paper bag itu. Didalamnya ada beberapa bungkus kado berwarna warni, ada yang berwarna pink, hijau, putih dan biru. Masing-masing Kado itu berbeda-beda ukurannya, ada yang besar, kecil dan sedang.
Bulan mengambil kotak yang paling besar berwarna putih, dibukanya bungkus kotak itu dengan asal dan dibuang ke sembarang tempat. Ternyata isinya adalah sebuah gamis cantik dan sederhana namun tetap terlihat indah. Gaun berwarna merah maroon yang sangat kontras dengan kulit Bulan yang putih bersih.
Kotak kedua, berukuran sedang. Isi kotak tersebut adalah tumpukan dari beberapa batang coklat yang disatukan. Coklat dengan merk kesukaan Bulan.
Bulan menatap coklat itu dengan mata berbinar-binar, dan mengambil surat yang terselip di bagian tumpukan coklat.
Untuk : Bulan Cahayaku ....
Assalamualaikum wr. wb.
Maaf aku lancang memberikan ini semua untuk kamu. Semua ini ada maknanya bukan semata-mata aku memberikan kepada kamu. Banyak arti dibalik barang-barang ini. Gamis dan kerudung itu adalah sebuah pakaian yang tertutup dan menutup auratmu. Aku ingin kamu tetap menjaga diri kamu dengan menutup aurat hingga akhir hidupmu nanti.
Aku tahu awalnya berat, tapi lama kelamaan pasti kamu akan terbiasa. Kalau boleh jujur, kamu itu lebih cantik menggunakan hijab, dari pada rambut kamu digerai dan diperlihatkan mahkotamu itu ke semua orang.
Coklat, ini bukti bahwa aku, akan memberikan kamu hal-hal positif seperti rasa coklat yang manis ini. Rasa manis pada coklat akan memberikan mood tersendiri bagi kamu. Begitu juga hal-hal yang akan aku ajarkan, insya Allah semuanya itu akan berguna bagi kehidupan kamu kelak.
Jam Tangan, itu adalah penunjuk waktu. Aku hanya ingin mengingatkan bahwa waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, tapi waktu sangat singkat untuk kita memperbaiki diri dan belajar kebaikan. Pergunakan waktumu untuk hal-hal yang baik dan positif.
Dan yang terakhir adalah Sajadah dan Mukena, tetap Istiqomah dalam beribadah Bulan. Allah itu maha melihat dan maha kuasa. Ingat jangan sekali-kali kamu meninggalkan sholat fardhu mu.
Semoga Kamu Suka.
Selamat Tidur Aisyahku Bulan Az-Zahra ....
Bulan hanya membaca dan tersenyum kecut lalu menutup kembali surat itu dan dimasukkan ke dalam paper bag kembali. Lalu membuka kembali dua kotak yang belum di buka.
'Kamu kira aku akan luluh dengan pemberian kamu ini? Kamu salah Pak Ustad.' batin Bulan dalam hati.
Dua kotak itu sudah terbuka dengan cantiknya, yang satu berisi jam tangan yang cantik dan unik. Terlihat agak besar bentuknya saat dicoba di pergelangan tangan mungil Bulan.
Dan yang satu lagi memang berisikan sajadah dan mukena berwarna putih bersih dengan mutiara di sekitar mukena itu. Sajadah berbulu berwarna putih dengan inisial huruf dibawahnya.
Bulan merebahkan kembali tubuhnya di atas kasur empuk itu dan menatap jam tangan yang sudah terpasang di pergelangan tangannya hingga Bulan pun tertidur pulas.
DI KAMAR LAIN
"Belum tidur Bintang?" tanya Ustad Ihsan pelan kepada Bintang yang masih saja membaca buku religi.
"Belum Pak Ustad." jawab Bintang pelan.
"Jangan panggil Pak Ustad, kok kayaknya jadi kelihatan tua." ucap Ustad Ihsan pelan.
"Lalu saya harus panggil Pak Ustad itu dengan sebutan apa Pak Ustad?" tanya Bintang pelan sambil menutup bukunya.
"Panggil saja dengan sebutan Kakak atau Abang juga boleh. Kamu kan mau jadi adikku juga." jawab Ustad Ihsan sambil terkekeh.
"Siap Pak Ustad. Eh Kakak Ustad. Hadeuh Kakak Ihsan." ucap Bintang lantang sambil memberikan sikap hormat.
Mereka pun tertawa bersama, melihat kelakuan Bintang yang sedikit nyeleneh namun terlihat kaku dan aneh.
"Bintang ... Boleh Kakak tanya sesuatu?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Silahkan Kak. Mau tanya apa? Tentang Bulan?" tanya Bintang pelan.
"Tepat sekali. Apa yang tidak disukai Bulan?" tanya Ustad Ihsan lembut sambil menatap ke arah Bintang.
Bintang hanya tersenyum tipis dan mulai menjawab.
"Sebenarnya ada banyak hal Kak Ihsan. Bulan itu seorang perempuan yang penakut namun ia berhasil menutupinya dengan keberanian dan gaya premannya. Bulan itu udah sekali menangis dan satu hal lagi Bulan itu tidak suka di atur oleh orang kecuali dengan Aby dan Umi." jawab Bintang dengan singkat dan padat menjelaskan kepada Ustad Ihsan.
"Lalu, makanan yang tidak disukainya apa?" tanya Ustad Ihsan kembali.
Sejenak Bintang berpikir dan menjawab.
"Bulan itu tidak suka pedas dan tidak suka sayur. Tapi dia hobby banget sama masak, karena sering membantu Umi memasak." ucap Bintang pelan.
"Ohh Bulan itu pintar memasak?" tanya Ustad Ihsan kembali.
"Benar, dia memang manja dan gak bisa bersih-bersih tapi urusan masak memasak dia bisa diandalkan." ucap Bintang sambil tertawa.
"Hemmm Oke." ucap Ustad Ihsan singkat.
"Kak Ihsan benar sudah dijodohkan dengan Bulan? Bulan itu anaknya keras kepala dan sulit diatur. Mau masuk ke Pondok sudah mau saja, Aby dan Umi sangat bersyukur." ucap Bintang menjelaskan.
"Ya memang kita berdua sudah dijodohkan oleh Aby Rendy dan Umi Sofi." ucap Ustad Ihsan singkat.
"Pantas saja, dia tadi begitu marah dan tidak terima." ucap Bintang polos.
"Lalu bagaimana caranya agar Bulan itu tidak marah-marah lagi. Maksudnya agar mudah memaafkan gitu?" tanya Ustad Ihsan menelisik.
Bintang terdiam dan menatap ke arah Ustad Ihsan.
Bintang terdiam dan menatap ke arah Ustad Ihsan.
Ustad Ihsan menunggu jawaban Bintang dan menatap ke arah Bintang.
"Biasanya Bulan paling senang saya peluk, itu bisa meredam kekesalannya." ucap Bintang pelan.
"Hanya seperti itu?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Iya hanya seperti itu saja. Paling sogok pake coklat kesukaannya." ucap Bintang pelan sambil tertawa lepas.
"Hemmm ..." Ustad Ihsan hanya berdehem keras.
"Kak Ihsan ... Kenapa mau menerima perjodohan ini?" tanya Bintang pelan berharap jawaban Ihsan secepatnya.
"Sudah takdir." ucap Ihsan singkat.
"Ya, kalau sudah garis hidupnya begitu pasti sulit." ucap Bintang pelan sambil menatap langit-langit kamar.
"Sudah ayo tidur. Besok kita akan ke Pondok Hafiz Qur'an kan?" tanya Ustad Ihsan pelan.
"Iya Kak Ihsan. Tapi, menurut Kak Ihsan, Bulan itu cantik kan?" tanya Bintang pelan sambil menarik selimutnya dari bawah hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Ustad Ihsan menoleh ke arah Bintang. 'Pertanyaan seperti itu tentu tidak perlu dipertanyakan. Sudah tentu cantik, makanya aku mau dengan gadis kecil itu', batin Ustad Ihsan di dalam hati.
"Lebih cantik bila Istiqomah menutup auratnya." ucap Ustad Ihsan singkat, padat dan jelas, lalu mematikan lampu kamar agar Bintang bisa beristirahat.
Pagi ini suasana semakin hangat dan akrab. Dua keluarga besar berkumpul dan bertemu tanpa disengaja yang berakhir pada perjodohan kedua putra putri mereka.
Aby Rendy dan Umi Sofi yang sudah lebih dulu berada di meja taman sambil berolahraga ringan. Dari kejauhan Pak Araby juga menghampiri calon besannya itu.
Mereka duduk satu meja dan berbincang masalah apapun, dari ilmu agama, politik, kuliner hingga bisnis yang sedang mereka jalani masing-masing.
Kedua keluarga ini sudah sepakat dengan apa yang sudah dirundingkan saat makan malam kemarin. Perjodohan ini akan tetap berlangsung walaupun usia Bulan masih sangat belia. Maksud dan tujuannya Aby Rendy dan Umi Sofi agar Bulan tidak salah pergaulan.
Selain itu, agar Bulan memiliki tanggung jawab besar sebagai perempuan yang sudah memiliki jodoh. Bisa lebih mandiri dan bersikap dewasa.
"Assalamualaikum .... " sapa Ustad Ihsan dan Bintang secara bersamaan dan mengambil kursinya masing-masing.
"Waalaikumsalam ... Nak Ihsan." sapa Umi Sofi kembali.
"Iya Umi." jawab Ihsan pelan. Kedua matanya melirik ke arah kanan dan kiri mencari sosok yang ingin ditemuinya namun tak kunjung muncul juga.
"Kenapa kok kayaknya gelisah gitu?" tanya Umi Sofi pelan.
Ustad Ihsan yang ditembak seperti itu langsung memerah wajahnya dan menjawab agak gugup.
"Bukan begitu Umi. Bulan belum turun ya?" tanya Ustad Ihsan pelan namun tetap saja terlihat gugup.
"Bisa dilihat kan. Anaknya belum duduk disini. Apa mau disamper ke kamarnya?" tanya Umi Sofi dengan lembut.
"Biar Bintang aja yang panggil Bulan ke kamarnya." ucap Bintang pelan.
"Bintang ... Biar Nak Ihsan." ucap Umi Sofi dengan tegas.
Ustad Ihsan hanya menundukkan kepalanya karena malu.
"Gak perlu di samperin juga. Bulan sudah turun." ucap Bulan singkat.
Bulan berjalan mendekati Umi Sofi dan merengek untuk duduk disebelah Umi.
"Bulan, duduk disana. Jangan seperti anak kecil, malu." ucap Umi Sofi pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments