"Salam kenal semua, saya Ihsan." ucap Ihsan pelan dan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Salam kenal Kakak Ihsan, Saya Bintang dan ini Kakak Saya Bulan. Bantu kami selama disini." ucap Bintang pelan.
"Ya Bintang. Ayok Pak silahkan lewat sini untuk menuju Saung." ucap Ihsan dengan sopan.
Ihsan Hasanuddin adalah seorang anak muda dari keluarga kaya raya. Orang tuanya adalah donatur tetap di Pondok Pesantren Al Ikhlas ini. Ihsan Hasanuddin adalah pewaris tunggal yang lebih memilih hidup di Pondok Pesantren Al Ikhlas. Usianya tahun ini tepat dua puluh empat tahun. Tapi wajah baby face nya menyihir seakan usianya lima tahun lebih muda dari pada usianya.
Ihsan adalah guru agama di Pondok Pesantren Al Ikhlas ini. Masih Single dan belum memiliki kekasih. Tapi, siang ini seolah semesta menguji keimanannya dengan pertemuannya dengan seorang gadis cantik bernama Bulan Az-Zahra.
"Ini Pak Rendy Saung Pak Kyai. Sebentar saya panggilkan. Silahkan duduk dulu." ucap Ihsan pelan.
Rendy dan keluarganya duduk di tukar bambu khas kota G. Disana sudah ada kendi berisi air putih dan teko berisi teh panas dan beberapa toples berisi makanan ringan untuk cemilan.
Ihsan masuk ke dalam Saung Kyai dan memanggil Kyai Mansyur untuk segera keluar karena tamu yang ditunggunya sudah datang.
"Assalamualaikum Pak Kyai. Keluarga Pak Rendy sudah ada di depan." ucap Ihsan pelan.
"Waalaikumsalam baiklah. Panggil Umi dibelakang untuk menemui tamu." ucap Pak Kyai kepada Ihsan.
"Baik Pak Kyai." ucap Ihsan dengan sopan.
Ihsan segera ke belakang dan menemui Umi Siti untuk menyampaikan pesan Pak Kyai.
"Assalamualaikum Umi ... Pak Kyai meminta agar Umi segera menemui tamu didepan." ucap Ihsan pelan.
"Waalaikumsalam ... Ihsan ... Baiklah Umi segera ke luar. Bantu Umi bawakan makanan ini, nanti Ihsan sekalian makan bersama dengan kami." ucap Umi Susan lembut.
"Baik Umi." jawab Ihsan pelan.
Umi Siti dan Ihsan pun ke luar teras Saung dengan membawa makanan untuk makan siang. Umi Siti sudah menyiapkan Nasi Putih, Ayam Goreng, tahu dan tempe goreng lalapan dan tidak lupa petey dan sambal goreng.
Ihsan meletakkan dan merapikan makanan tersebut diatas tikar bambu dan meletakkan beberapa tumpukan piring. Gerakannya terhenti saat Bulan pun menatap ke arah Ihsan.
Ihsan pun segera menundukkan wajahnya. Malu karena tatapan gadis itu membuat hatinya berdesir dan bergetar tidak karuan.
"Assalamualaikum gimana Rendy ... makin gagah aja nih." ucap Kyai Mansyur berjabat tangan dan memeluk sahabatnya.
"Waalaikumsalam Kyai Mansyur... Alhamdulillah masih gagah. Biar harim ana gak kabur. Hahaha ..." jawab Rendy asal dan tertawa lepas.
"Antum bisa aja. Ana sudah siapkan makan besar. Kita makan dulu, baru kita ngobrol. Ayo makan dulu." ucap Kyai Mansyur menawarkan kepada para tamunya.
Semua pun makan siang bersama di teras Saung. Kehangatan keluarga Kyai Mansyur dengan Rendy sudah terlihat karena mereka bersahabat sejak lama. Obrolan santai hingga obrolan serius pun menemani makan siang yang nikmat itu.
Umi Siti pun berbincang sendiri dengan Sofi. Sedangkan Bintang lebih mengakrabkan diri dengan Ihsan. Bulan duduk disebelah Bintang. Mereka pun fokus berbincang tentang Pondok Pesantren Al Ikhlas.
Ihsan diam-diam mengamati Bulan yang sedang makan menggunakan tangannya. Pandangannya tidak luput dari perhatian Bintang.
"Bulan ... Dilihatin Kak Ihsan tuh." ucap Bintang setengah berbisik.
"Apaan sih. Ini kulit ayam buat kamu." ucap Bulan sambil menyodorkan kulit ayam tepat didepan mulut Bintang.
"Malu Bulan." ucap Bintang berbisik.
"Malu apaan sih. Kita saudara Bintang." ucap Bulan pelan sambil menyuapi kulit ayam kepada Bintang.
Bintang paling doyan dengan kulit ayam, sedangkan Bulan paling tidak suka dengan kulit ayam dan sudah menjadi kebiasaan kalau kulit ayam milik Bulan akan selalu diberikan kepada Bintang.
Bintang pun nampak malu dan cemas. Lalu menundukkan kepala.
"Kenapa Bintang? Itu kan saudara kembar kamu." ucap Ihsan pelan. Ihsan paham sekali melihat Bintang yang berubah sikap karena Bulan menyuapinya di depan umum.
"Kak Ihsan, jangan bilang kalau kami saudara kembar. Cukup Kak Ihsan yang tahu hal ini." ucap Bintang pelan dengan sedikit memohon.
"Memang ada apa?" tanya Ihsan sedikit heran.
"Itu permintaan Bulan. Bulan itu mau belajar mandiri. Jadi Bintang hanya mau memantau saja." ucap Bintang pelan.
"Saya gak paham dengan maksud Bintang." ucap Ihsan yang masih fokus dengan makan siangnya.
"Nanti akan saya ceritakan Kak Ihsan." ucap Bintang dengan sopan.
"Bintang, itu ustad Ihsan namanya, beliau guru di Pondok." ucap Aby Rendy pelan.
Bintang dan Bulan pun menoleh ke arah Ustad Ihsan yang tersenyum kepada calon santrinya. Bulan menatap ke arah Ihsan tanpa berkedip. Bintang pun menyenggol tangan Bulan.
"Afwan Pak Ustad Ihsan." ucap Bintang pelan dan menunduk.
"Tidak apa-apa Bintang." ucap Ihsan pelan.
Seusai makan siang dan berbincang. Pak Kyai Mansyur memberikan amanah kepada Ustad Ihsan untuk mengajak Bulan dan Bintang berkeliling Pondok Pesantren, agar mereka berdua bisa lebih mengenal tempat ini dengan baik dan beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan dan teman-teman barunya.
Ustad Ihsan, Bulan dan Bintang pamit untuk segera berkeliling Pondok Pesantren dan bersiap untuk mempelajari hal hal baru yang mungkin akan sangat berbeda dengan kehidupan mereka selama ini.
"Pak Ustad Ihsan sudah lama mengajar disini?" tanya Bintang dengan sopan memecah keheningan diantara ketiganya.
Bulan berjalan dibelakang Bintang, sedangkan Bintang berjalan bersisian dengan Ustad Ihsan.
"Saya dari MTs disini." ucap Ustad Ihsan singkat. Pandangannya tetap lurus ke depan ke arah pelataran Pondok Pesantren Al Ikhlas.
"Dalam satu bulan, kita boleh pulang?" tanya Bintang kemudian dengan sopan.
"Aturan Pondok Pesantren, masa percobaan enam bulan tidak boleh dijenguk dan tidak boleh pulang. Setelah enam bulan baru boleh pulang setiap liburan sekolah. Satu bulan sekali boleh dijenguk oleh orang tua." ucap Ustad Ihsan menjelaskan detail.
Bulan menyimak percakapan antara ustad Ihsan dan adiknya itu. Matanya jengah, dan hatinya mulai kesal karena aturan itu.
"Terus kita disini kayak dipenjara!! Gak bisa kemana-mana." celetuk Bulan dengan kesal.
Ustad Ihsan pun berhenti dan menatap Bulan dengan tatapan seolah mengerti keadaan Bulan. Bintang pun ikut berhenti dan menoleh ke belakang menatap netra kakaknya yang dipenuhi rasa kesal.
"Cukup Bulan. Ini yang terbaik buat kita. Jangan campur adukkan Pesantren dan urusan bar barmu yang gak jelas itu. Makanya bisa ngaji biar ngerti cinta sama Allah dan Rasulnya." ucap Bintang tegas.
Kini giliran Ustad Ihsan yang takjub dengan kata-kata Bintang yang bisa memberikan pesan tersembunyi. Usianya memang masih kecil baru saja menginjak 14 tahun namun pemikiran dan akhlaknya sudah cukup mumpuni.
"Sudah Bintang. Mungkin Bulan butuh adaptasi dengan hal ini. Bulan, bisa mengaji?" tanya Ustad Ihsan pelan.
Bulan langsung menunduk. Isak tangisnya terdengar lirih sekali. Sejak kecil Bulan selalu di manja hingga salah pergaulan seperti ini.
"Bulan itu belum bisa baca Al-Qur'an Ustad Ihsan. Baca Iqro aja belum tuntas." ucap Bintang lantang.
Bulan pun mendongakkan kepalanya dan menatap tajam ke arah Bintang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments