Bab 17

"Ya, ampun Bian. Kita mau ketemu klien di mana lagi perasaan sudah semua jadwal siang sampai sore ini sudah diselesaikan."

"Urusan selain pekerjaan Bas, lo fokus aja tuh liat mobil sama jalanannya. Awas sampai nabrak."

"Bian, Bian. Susah ya, kalau lo lagi bad mood."

Bastian hanya mendesah kesal dibalik kemudinya.

Sementara Abian masih saja berkutat dengan perasaannya. Abian tidak mengerti kenapa dirinya harus marah ataukah dirinya harus senang bertemu dengan Bella kembali.

Ia masih tidak bisa melupakan ciuman itu. Mimpi malamnya selalu buruk dan berakhir ia yang harus menuntaskan hasratnya dengan cara lain.

Abian lantas ingat jika tadi Bella memberikan nomor telponnya. Abian mengambil ponsel miliknya di dalam saku celananya

Jemarinya lincah menekan beberapa huruf di aplikasi bertukar pesan miliknya.

To Bella : 'Bella, ini Abian. Hubungi nomor ini menyangkut informasi yang pengen kamu tau. Tetapi aku hanya menjawabnya saat kita bertemu tatap muka langsung.'

Setelah mengirim pesan itu Abian menarik segaris senyum tipis di sudut bibirnya.

Bella bagaimanapun lo tidak akan bisa lari dari gue. Batin Abian.

Hari ini Abian memutuskan pulang lebih cepat, selain karena tidak mood, Abian juga harus kembali jadi supir karena kalah dari taruhannya dengan Cecil.

Salah, Abian menganggap taruhan yang dilakukannya bersama adiknya itu hanya main-main. Bella berbeda dari wanita lain. Menarik dan ia satu-satunya yang bisa tetap memancing rasa penasaran Abian.

"Kak Bian, mana kartu kredit lo. Gue mau check out album K-pop gue nih."

Astaga, Cecil memang tidak pernah berubah. Padahal Abian baru saja menginjakkan kakinya di rumah. Tapi si tuan puteri ini sudah merengek padanya.

"Cil, gue duduk juga belum," ucap Abian ketus.

"Dari tadi juga duduk memang lo di mobil berdiri, sudah kaya naik bus aja," tawa Cecil.

"Dasar tuan puteri, manja. Gue sumpahin lo jomblo."

Cecil menatap tajam Abian. "Ih, lo gue sumpahin nggak jadi nikah."

"Amin," ucap Abian dengan wajah jenakanya.

"Mih, Kak Bian enggak jadi nikah tuh."

Abian yang kesal langsung saja membekap mulut adiknya itu yang suka mengadu

"Em, M―maih," ucap Cecil tak jelas.

"Aw!"

Abian melepaskan tangannya yang ada di mulut Cecil, sambil memegang jari telunjuknya yang memerah tercetak bekas cetakkan gigi Cecil.

"Aduh, perempuan apaan sih lo, suka gigit-gigit. Vampir lo," Abian mendengus kesal sambil mengelap jarinya yang basah.

"Kualat lo sama gue yang lebih tua," ucap Abian lagi.

"Ih, kualat mah sama orangtua. Sedangkan lo menang umur tua aja dibanding gue."

"Lagi, kalo udah kalah akuin dong― fair play," ucap Cecil memalingkan tatapannya dan melipat kedua tangannya di bawah dadanya.

"Jangan senang dulu ini taruhan enggak ada batas waktu. Selama gue belum menyerah ya gue belum kalah," Abian menyeringai.

Dan Cecil mematung setelah perkataan Abian itu. Tentu saja karena Abian memang benar dan salahnya karena tidak teliti saat membuat kesepakatan dengan Abian.

"Awas ya!"

Pekikkan Cecil yang masih terdengar telinga Abian walaupun Abian telah berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

Tak berselang lama, ponsel Abian bergetar tanda notifikasi pesan masuk.

Wajah Abian tersenyum tipis akhirnya yang ditunggu datang juga. Batinnya.

Pesan dari Bella. “Kalau kamu sibuk, aku cari narasumber lain saja. Terima kasih atas tawarannya."

Setelah membaca pesan itu Abian mendengus kesal, bibirnya menyeringai licik.

"Oke, kalau mau main-main. Kita lihat sampai dimana," monolog Abian

Abian hendak meletakkan ponselnya dan pergi untuk membasuh tubuhnya namun, niatannya itu terhenti setelah getaran ponsel yang tak terputus, di layar ponselnya Abian bisa melihat nama Amel terpampang.

Abian kemudian menekan tombol hijau. "Ya, kenapa Mel," jawab Abian menempelkan ponselnya pada telinganya.

"Aku, sibuk. Di kantor lagi banyak pekerjaan," jawab Abian lagi."

"Masih cukup waktu. Kalau enggak kamu urus sama mamih atau cecil," ucap Abian sambil menekan pelipisnya.

"Jangan buat aku emosi, aku sudah lebih dari cukup bertanggung jawab. Aku juga harus kerja dan cari uang. Aku capek, lebih baik jaga dan pikirkan kesehatanmu. Nanti aku hubungi lagi."

Abian langsung memutuskan panggilan itu dan menaruh ponselnya begitu saja di nakas. Mata Abian memejam, pikirannya penat.

Ia tak tau apa keputusannya ini benar. Tetapi Abian tidak bisa bohong jika hatinya merasa berat menerima keputusan ini. Andai saja keadaan tidak menjebaknya. Jauh di dalam hatinya Abian merindukan gadisnya.

Gadis yang menjadi pacar singkatnya semasa sekolah menengah atas. Meski ia dulu dijuluki playboy tetapi hanya pada gadis itu Abian bisa memastikan perasaannya yang ia berikan untuk gadis itu benar-benar tulus.

Sialnya, nama gadis itu sama dengan Bella senior Cecil yang tempo hari ia temui di Legit Coffee. Lokasi dan orang yang sama juga.

Abian tidak mengerti semua kebetulan ini. Tetapi Bella mantan pacarnya itu punya berbagai julukan buruk seperti si cupu, kutu buku, gadis desa dan Betty Lavea. Namun dimata Abian Bella adalah gadis dengan hati yang murni, yang selalu bisa memahaminya.

Sedangkan Bella teman Jodhi dan senior Cecil adalah sosok wanita yang jelas berbeda. Selain penampilan, Bella teman Jodhi punya sikap yang dingin padanya. Sangat bertolak belakang.

"Bella, aku benar-benar rindu. Dan aku masih punya penjelasan untuk meluruskan kesalahpahaman tentang hubungan kita. Aku harap tiga bulan lagi Tuhan akan mempertemukan kita," ucap Abian lirih

***

"Bel, Lo enggak apa-apa," ucap Jodhi memegang bahu Bella lembut.

"I'm Fine Jod," jawab Bella memamerkan senyum tipisnya.

"Gue beneran enggak tau kalo bos Bastian itu Abian. Soalnya semenjak lulus sekolah menengah atas, Abian langsung lanjutin kuliahnya di Singapore. Dia datang kalau ada reuni atau pesta salah satu teman sekolah kita aja," ucap Jodhi menjelaskan.

"Bel, gue enggak tau apa ini adalah hal yang perlu gue kasih tau tentang Abian sama lo."

"Apa Jod, cerita aja mau itu penting atau enggak."

Jodhi menghembuskan nafasnya dalam, padahal ia sudah dilarang Abian untuk bercerita ini tetapi ia benar-benar tidak dapat menyimpannya lagi.

Jodhi tau ada sesuatu yang mendasari pertemuan Abian dan Bella kembali, bukankah alam selalu menunjukan jika takdir tidak dapat dipisahkan.

Dan mungkin memang takdir yang menginginkan Abian dan Bella menyelesaikan permasalahan yang masih tertinggal ini.

"Jadi begini, sebenarnya Bel waktu Abian tiba-tiba gandeng Amel sebagai pacarnya itu semua bukan kemauan dia."

Dahi Bella mengkerut. "Maksudnya apa, gue enggak ngerti Jod," ucap Bella.

"Lo tau kan, Amel itu pemilik yayasan sekolah kita."

"Iya gue tau, terus apa hubungannya."

Jodhi menatap bola mata Bella lekat. "Abian dapat ancaman. Dia tuah udah lebih dari lima kali keluar masuk sekolah Bel dan yang terakhir ini adalah rekor terlama Abian menetap di satu sekolah." Jodhi nampak kembali menghembuskan nafasnya.

"Amel itu suka setengah mati sama Abian, tapi Abian tanggapannya biasa aja."

"Duh Jod, langsung keinti aja deh."

Bagaimana Jodhi menjelaskannya ia juga bingung harus memulai dari mana karena masalah Abian, Amel dan Bella sesungguhnya sangat rumit.

"Intinya Abian dapat ancaman dari Amel dan permintaan buat jadi pacarnya. Kalo Abian nggak mau Abian bakal di keluarin dari sekolah dan kalo itu sampai terjadi Abian harus ikut sekolah paket atau tunda sekolah satu tahun karena enggak ada lagi sekolah yang mau terima dia."

"Abian itu enggak seperti yang lo bayangkan Bel, banyak sisi dari Abian yang belum lo tau. Gue mau bantu lo kalau memang lo ingin tau. Gue selama ini diam karena gue gak mau memperparah trauma lo," ucap Jodhi lagi.

Bella tak tau ia bahkan tidak bisa mencerna setiap perkataan Jodhi padanya tentang Abian.

"Jod, jangan kasih tau Alisa tentang ini semua. Gue harus berpikir dulu tentang semua ini," jawab Bella lemah.

"Bel, gue tau ini berat. Tetapi lo harus lepasin semua beban ini. Apa lo percaya kalau kita jatuh meski berdarah dan kulit kita sobek itu nggak terasa sakit, tapi setelah beberapa waktu luka itu jadi terasa sakit. Dan lo harus obati luka itu agar enggak nyebar penyakit baru di tubuh lo. Proses penyembuhan lama dan sakit tapi setelah itu berlalu luka lo sembuh. Meski ada bekas setidaknya lo masih sehat." Jodhi kemudian memegang kedua bahu Bella lembut.

"Sama seperti hati lo yang luka Bel, harus diobati meski perih lo harus bisa sembuh-in itu dan kembali sehat, bagaimanapun lo dan Abian masih punya masa depan yang panjang."

Jodhi benar, terlalu banyak hal yang Bella abaikan, ia sampai tidak mau tau alasan yang sebenarnya. Meski Abian tak pernah menjelaskannya harusnya Bella mencari jawabannya buka hanya terus meratap dan menyalahkan Abian atas kesedihannya.

Sekarang dibanding balas dendam harusnya ia fokus mengobati lukanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!