Bab 16

Sepanjang kepulangan menuju Jakarta Bella mencoba menghilangkan perasaan melankolisnya itu, setelah banyak meluangkan waktu bicara pada dirinya sendiri. Ia bertekad untuk menjalankan rencananya itu.

Bella rasa Alisa benar, ia tidak bisa terus menunggu dan memendam rasa sakit hatinya. Selain itu rasa sakit hatinya bisa menjadi penyakit yang menahun, ia juga harus bisa memulai hidup barunya tanpa bayangan Abian.

Abian, Abian dan Abian.

Bella harus waras. Dan seketika Bella mengingat tentang Arga.

"Astaga," pekik Bella.

Alisa yang tengah asik dengan ponselnya, langsung saja menoleh setelah mendengar Bella meninggikan suaranya. "Ada apa Bel?"

"Iya, ada apa," tanya Jodhi dibalik kemudinya.

"Arga, gue lupa dua hari kemarin dia nggak kelihatan sama sekali Jod."

"Oh, Arga. Nggak tau Bel belum ada kabar kemarin udah gue coba hubungi tapi enggak aktif nomornya."

Pantas saja, batin Bella.

"Mungkin lagi sibuk," celetuk Alisa seadanya.

"Mungkin aja, di toko memang lagi ribet biasa kalo mau awal bulan ngeluarin koleksi katalog baru."

"Tapi aneh aja Jod, enggak biasanya Arga sampe nomornya nggak aktif gitu."

"Iya sih Bel, nanti gue coba telpon orang rumahnya deh."

"Sudah enggak usah kangen gitu, positif aja Bel." Alisa memamerkan deretan giginya.

Bella lantas mengangguk. "Iya Sa, mudah-mudahan Arga memang lagi sibuk aja."

Namun jauh di dalam hatinya Bella tak bisa memungkiri jika hatinya cemas. Semoga saja apa yang ia takutkan tidak terjadi.

Setelah perjalanan empat jam setengah lamanya ia tuju untuk sampai Jakarta, yang seharusnya bisa dirampungkan dalam empat jam. Semua akibat kemacetan yang mengulur di ruas tol.

Mungkin semua orang sama sepertinya baru pulang menghabiskan waktu liburannya.

Dengan muka lelah, Bella masuk ke kamar. Merebahkan dirinya. Padahal kegiatan di villa tidak jauh dari yang ia lakukan di Jakarta. Tetapi mengapa sekujur badannya terasa sangat lelah.

Hari dengan cepat berganti, pagi ini Bella sudah mematut dirinya di depan cermin menggunakan pakaian casual namun tetap terlihat sopan. Rencananya pagi ini ia akan ke perpustakaan kampus untuk mencari bahan penelitian dan bertemu dengan Jodhi saat makan siang.

Karena ulah Alisa, Jodhi jadi ikut terlibat kerepotan membantunya mencari narasumber untuk bahan penelitian. Ya, semua demi selembar kertas bertuliskan ijazah.

"Bel, kemarin kamu pulang jam berapa. Mama pulang malem banget. Oh, iya Papa kemarin ke Jepara."

Bella mendudukkan bokongnya dengan tenang dan meneguk susu cair yang sudah tersedia di hadapannya, setelah menerima laporan dari mamanya itu.

"Sore Ma, jam empatan. Bella juga langsung tidur pas sampai," ucap Bella memulas senyum lebarnya.

Sementara Misya hanya menggelengkan kepalanya. "Astaga, kamu tidur atau pingsan. Memang di villa waktu liburan nggak bisa tidur."

"Ya, namanya anak muda Ma, tidurnya pasti lebih larut dari biasanya."

"Em, iya juga." Misya kemudian memberikan roti tawar yang telah diolesi selai coklat di piring anaknya itu.

"Gimana soal toko," tanya Misya.

"Baik, Ma. Bella rasa itu area resto harus diubah penataannya. Kelihatannya sedikit sumpek, jadi repot banget kalo lagi ramai. Flow order sama kasih pesanan jadi sedikit terhambat. Promo sosial medianya lebih diefektifkan lagi," ucap Bella panjang lebar menjelaskan.

Bella menggigit rotinya. "Ah, satu lagi kue lemon, pistachio, green tea hapus dari menu saja Ma, penjualannya kurang bagus disana."

"Ya, sudah nanti coba Mama pantau dulu, harus dibicarakan juga sama supervisor disana."

Misya menyeruput teh madunya. "Kamu hari ini kuliah," tanya Misya. Setelah melihat Bella yang sudah terlihat rapi.

"Iya Ma, mau ke kampus urus bahan penelitian."

"Oh ya, Mama hampir lupa, bulan depan tante Ira lahiran. Kamu usahakan datang ya. Mama harus ke Singapore bulan depan ada launching furniture baru."

Tidak heran memang Misya punya jadwal kesibukan yang padat.

"Ajak Arga aja buat nemenin," ucap Misya tersenyum.

"Ma," suara Bella merengek ditambah wajahnya yang bersemu merah.

"Ih, kenapa sih." Misya malah balik bertanya.

"Jangan ngeledek gitu, Arga juga punya kesibukan Ma, lebih baik ajak Alisa aja aku."

Misya hanya tersenyum, ia paham putrinya itu memang tidak mudah membuka hatinya dan dari awal kuliah hanya Arga yang bisa bertahan semakin mendekat dengan Putri tertuanya itu.

"Terserah kamu deh Bel, tetapi Mama seneng kamu masih dekat sama Arga."

"Kok jadi Mama yang senang," tanya Bella kebingungan.

"Siapa yang enggak senang, Arga anaknya baik dan sopan. Satu lagi tipe pekerja keras juga. Cocok buat calon mantu Mama."

Mendengar itu Bella yang sedang meneguk susunya langsung tersedak. Misya, cepat-cepat menepuk punggung anaknya itu.

"Pelan-pelan, Nak."

"Mama, kenapa bilang gitu." Bella mengusap bibirnya menggunakan punggung tangan nya.

"Siapa tau jodoh."

Bella kemudian beranjak dari kursinya. "Ya, deh Ma. Bella aminin aja. Bella berangkat yah."

"Ya, sudah. Hati-hati nyetirnya."

Bella kemudian mencium tangan mamanya dan berlalu pergi meninggalkan rumahnya.

Setelah berhasil memarkirkan mobilnya dengan aman, Bella melangkahkan kaki langsung ke dalam perpustakaan kampusnya.

Menyusuri lorong-lorong buku dengan cermat.

Hampir dua jam Bella habiskan untuk membaca dan mencatat materi yang penting di iPad-nya.

"Iya, kenapa Jod," jawab Bella dari balik ponselnya. Dengan suara yang berbisik. Untung saja ia berada di meja yang sepi, tidak banyak pengunjung.

"Oke, nanti dihubungi lagi." Bella kemudian menutup sambungan teleponnya. Ia tidak bisa berlama-lama. Bisa-bisa ia dapat teguran dari petugas karena membuat kebisingan.

Merapikan beberapa tumpukan buku yang ada di mejanya, Bella bergegas meninggalkan perpustakaan.

Sambil berjalan menuju parkiran Bella mengirim pesan pada Jodhi untuk bertemu di Legit Coffee.

Dengan langkahnya ringan Bella berjalan menuju mobilnya, sekilas ia sempat melirik jam di tangannya, menunjukkan pukul satu siang.

"Macet, I'm coming," monolog Bella. Mencoba menyemangati diri.

Tinggal di Ibu Kota memang sulit, setiap hari macet seperti rutinitas yang tidak bisa dihindari.

Melewati kemacetan satu jam lamanya membuat Bella sedikit tergesa menaiki tangga menuju tempat dimana Jodhi berada.

"Jodhi," ucap Bella melambaikan tangan.

Dengan nafas yang sedikit tersengal Bella duduk di dekat Jodhi. "Sorry, Jod … beneran macet banget."

"Santai aja Bel, Bastian juga belum sampai."

Bastian? Jadi itu temen Jodhi yang punya usaha iklan itu. Batin Bella.

"Ya, enggak masalah kalau dia belum sampai Jod. Gue yang nggak enak kalau sampai telat."

"Hhe, lo sudah pesan belum? Gue pesan tadi buat sendiri. Habis gue enggak tau lo sampai jam berapa."

"Iya, gue mau pesan dulu ke bawah. Itu teman lo mau dipesanin juga enggak. Biar sekalian," tawar Bella yang tengah mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

"Bentar deh Bel, gue chat dulu."

"Ya, sudah Jod. Gue juga lagi atur nafas dulu."

Jodhi lantas terkekeh. "Lagian siapa suruh lari kesini."

Bella hanya memamerkan deretan gigi rapinya itu, selagi membenarkan tatanan rambutnya.

Setelah sepuluh menit menunggu Jodhi masih tak kunjung bicara juga.

"Jod, udah gue pesan aja minuman sama satu camilan-nya aja dulu yah. Kalau nanti kurang bisa pesan lagi."

Jodhi kemudian meletakkan ponselnya kembali di atas meja. "Ya, deh Bel. Soalnya dari tadi enggak di baca chat gue. Tapi sebelum lo sampai katanya sih dia udah di jalan dekat sini."

"Iya, Jod. Gue pesanin aja."

Bella akhirnya berjalan turun ke bawah menuju tempat kasir untuk memesan.

Setelah selesai memesan dan membayarnya, Bella memilih pergi ke toilet terlebih dahulu sebelum kembali naik menghampiri Jodhi.

Sambil memoles kembali riasannya Bella menyemprotkan sedikit parfum pada sekitar bajunya. Agar ia nampak lebih segar.

Bella berjalan dengan perlahan, entah mengapa perasaan-nya kembali gugup seperti ingin bimbingan bersama pak Agus lagi. Batinnya.

Tetapi Bella berusaha menepis hal itu, ia harus membuat kesan pertama yang bagus agar Bastian teman Jodhi itu mau memberi informasi penting tentang penelitiannya ini.

Semakin dekat menuju meja tempat Jodhi. Jantung Bella berhenti. Tubuhnya kaku dan pandangannya menjadi kosong.

"Bel― " ucap Jodhi terjeda.

Meski dengan langkah yang sedikit gemetar, Bella kembali melangkah menuju meja Jodhi, dengan memulas senyum dan pandangannya yang ia jaga tetap lurus menghadap ke depan.

"Maaf lama Jod," ucap Bella tenang mendudukan bokongnya di dekat Jodhi.

"Bas, ini temen gue yang tempo hari minta informasi riset buat skripsinya itu," ucap Jodhi langsung pada inti pertemuan ini.

"Oh, ia Bel," ucap Bastian menjeda.

"Kenalin dulu ini Abian. Dia owner yang punya bisnis iklan ini sebenernya dia yang lebih banyak punya info dibanding gue. Kalo gue lebih ke teknik pembuatan dan eksekusi aja." Bastian menjelaskan panjang lebar.

Dan entah mengapa Bella merasa ini adalah kebetulan yang omong kosong, bagaimana bisa ia bertemu kembali di tempat ini bersama Abian lagi.

"Gue sudah kenal Bella, Bas."

"Oke lain kali kita bahas info apa yang lo butuh ya Bel. Tinggalin nomor lo aja." Abian mengeluarkan ponselnya. "Gue nggak bisa lama-lama. Ada pertemuan lagi."

Tanpa menjawab Bella menuliskan nomor teleponnya di ponsel Abian.

"Yah, Bi. Gue mau makan dulu. Tega banget langsung pergi," ucap Bastian setelah berdiri dari kursinya

"Sorry, Jod gue bukan nggak sopan."

"Iya, gue paham," ucap Jodhi.

Tanpa ada percakapan lagi, Abian dan Bastian pergi begitu saja.

Dan Bella tidak tau, apa itu hanya perasaan tau penglihatannya yang kabur. Bella bisa melihat wajah Abian yang mengeras.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!