"Langsung ke lantai dua, udah ada orangnya." Cecil berlalu membuka pintu mobil yang baru saja terparkir. Setelah menyampaikan pesan yang baru saja ia terima.
Abian mengikuti langkah Cecil memasuki ruangan yang didominasi dengan nuansa retro yang amat kental. Menaiki anak tangga menuju lantai dua. Bisa dilihat banyak terdapat meja yang diset untuk tiga sampai enam orang.
Di beberapa sudut terdapat tanaman dan lukisan yang menambah kesan unik pada tempat ini. Pantas saja tempat ini selalu ramai. Abian dapat menangkapnya hanya sekali lihat saja.
Abian berada di belakang Cecil, tubuhnya tenggelam sebagian ditutupi tubuh Cecil yang memang memiliki postur tubuh yang cukup tinggi. Setelah adiknya melambaikan tangan Abian merasa detak jantungnya berhenti. Entah apa yang ia merasakan aliran darahnya tiba-tiba memompa semakin cepat.
"Hi Kak, maaf Cecil telat." Cecil menggeser tubuhnya mendudukan diri.
"Enggak, aku baru sampai kok," jawab Bella diiringi seutas senyum.
Abian sempat mematung sejenak menatap wanita yang ada dihadapannya. Hingga suara cempreng Cecil menyadarkannya kembali.
"Duduk," celetuknya sambil menarik pergelangan tangan Abian.
Benar, Abian akui adiknya tidak mungkin salah atau keliru dengan ucapanya tempo hari. Dihadapannya saat ini memang berdiri wanita cantik. Ralat sangat cantik.
Wajahnya polos dan anggun. Saat tersenyum tadi ia benar-benar sangat cantik, seperti seolah selebriti. Abian hampir terpanah pada senyum menawan itu belum lagi lesung pipi manisnya yang menyembul.
"Oh, iya kenalin Kak." Dengan cepat Cecil menyikut lengan Abian
"Abian, Kakaknya Cecil."
Sebuah deklarasi yang sengaja Abian buat agar Bella tidak berspekulasi aneh. Dan eh, sejak kapan ia jadi peduli akan spekulasi tentang statusnya dari orang lain.
"Bella," jawab Bella singkat bahkan hanya memunculkan senyum tipis yang entah mengapa berbeda sekali saat menyambut adiknya tadi. Atau itu hanya perasaan Abian saja
"Oh, iya Kak Bella sebenarnya tujuan aku kesini tuh mau tanya keadaan mobil Kakak gimana." Cecil sengaja mengatakan langsung tujuannya karena suasana yang terasa sedikit canggung sehabis sesi perkenalan tadi.
"Sudah baik Cecil, kamu nggak usah khawatir. Dan aku bukan menolak niat baik-mu untuk bertanggung jawab hanya saja aku juga merasa menjadi pihak yang salah jadi kita sama-sama dirugikan. Mobil kamu udah baik?"
Mendengar ucapan Bella yang santai tapi tegas membuat Abian yakin jika Bella orang yang cukup pandai.
"Iya udah baik, Kak Bella juga udah bilang gitu sih tempo hari tapi Kak Abian enggak ngerti ia pikir aku lari dari tanggung jawab dan kebetulan mobil yang menabrak itu punya Kak Abian." Panjang lebar Cecil menceritakan hal tersebut.
"Kak Bella, Please setidaknya mau yah aku traktir makan."
Setelah mendengar permintaan itu Bella sempat berfikir sejenak. Mengamati wajah Cecil memintanya dengan tulus.
"Oke," jawab Bella menampakan senyumnya. Kemudian Cecil langsung beranjak dari kursi untuk memesan makanan dan minuman yang kebetulan hanya bisa dilakukan di depan meja kasir.
Sebelum melangkah Cecil sejenak berhenti. "Kak Bella, mau makan dan minum apa?"
Sementara Abian yang sedari tadi hanya menjadi obat nyamuk diantara keduanya buka suara. "Kok, gue nggak ditawari Cil."
Mendengar permintaan Kakaknya Cecil hanya memutar bola matanya malas. "Tenang gue udah hafal makan lo."
Abian hanya mengacungkan ibu jarinya. Sementara Bella bingung sebab ia juga tak hafal menu di resto disini jika diberi pertanyaan untuk memilih.
"Yang di rekomendasiin aja tapi jangan pedes sama ada timun atau kacang karena aku enggak bisa makan itu. Minumnya vanilla frappuccino aja yah."
Cecil mencatat apa yang dikatakan Bella tadi di ponselnya. Lain dengan Abian yang sibuk dengan pemikirannya. Kepergian Cecil meninggalkan Bella berdua bersama Abian membuat suasana menjadi hening kembali.
"Ini bukan pertama kalinya Cecil nabrak mobil orang, dia benar-benar payah soal nyetir."
Namun Bella tetap diam dengan wajah datarnya yang terkesan dingin. Tatapan terarah pada pemandangan diluar jendela sedikitpun tidak melirik kearah Abian. Bibir tipis yang merona itu bahkan tak menimpali perkataan Abian.
Mencoba menghilangkan rasa kikuknya Abian mengusap tengkuknya. Mencari topik pembicaraan lain bagaimanapun ia harus menang.
"Baru pertama kali juga korban Cecil nggak minta tanggung jawab, takutnya Cecil malah tambah nekat terus nyetir dan membahayakan dirinya terlebih orang lain." Terdengar nada khawatir disana.
Padahal setiap kali Cecil berbuat ulah karena menyetir, Abian pasti akan memarahi adiknya itu sampai kadang berakhir dengan tangisan.
Pada akhirnya mami-nya yang akan menengahinya. Cecil itu memang bebal sulit sekali diberi tahu. Dan untuk khawatir, Abian memang tak sepenuhnya berbohong atau melebihkan. Abian memang khawatir adiknya terluka.
Pernyataan Abian membuat Bella mau tidak mau mengeluarkan suaranya. "Cecil sudah dewasa, pasti belajar dari kesalahannya, hanya perlu mengarahkan dan pengawasan ekstra." Mencoba bersikap netral Bella tak ingin menyudutkan kedua kakak beradik itu.
"Em, Abian." Tutur Bella.
Sesaat mendengar suara Bella memanggil namanya senyum Abian otomatis muncul, ia senang mendengarnya.
"Iyah, kenapa Bel?"
"Kalo Cecil tanya bilang gue ke toilet."
"Oke," jawab Abian singkat sebab Bella sama sekali tak menunggu jawabannya setelah menitipkan pesan untuk Cecil.
Dan baru kali ini Abian merasa dicuekin seorang wanita, biasanya mereka dengan senang hati menemaninya ngobrol, menatapnya dengan mata yang berbinar kagum belum lagi senyum yang selalu menghias ketika saling bicaranya. Abian itu lelaki yang cukup populer dikalangan wanita tapi mengapa Bella sangat berbeda dari wanita yang biasa ia temui.
Abian penasaran. Sungguh,
Jiwa lelakinya merasa tidak rela saat ada wanita yang mampu bersikap dingin padanya. Terlebih Bella dalam kategori wanita cantik.
Menyibakkan rambutnya kebelakang Abian tiba tiba dikagetkan dengan seorang wanita seksi yang duduk di hadapannya. "Hai," sapa wanita itu melambaikan tangan.
Sekilas Abian memandang memperhatikan penampilan wanita itu. "Gue," tunjuknya pada diri sendiri
Suara barito yang mengalun membuat siapapun meleleh saat mendengarnya
"Em, boleh kenalan," ucapnya genit.
Wanita itu mencondongkan diri, membusungkan dadanya sehingga Abian bisa melihat dengan jelas bagian yang menonjol bulat itu sebab wanita itu memakai kaos sangat ketat yang mencetak jelas lekuk tubuhnya.
"Aku Arletta." Mengulurkan tangannya.
Abian menjabat tangan Arletta. "Abian," jawabnya singkat.
Sungguh Abian ingin mengumpat, pandanganya tentu tertuju pada benda menonjol itu terus yang sialannya membuat ia meneguk ludahnya kasar. Bagaimanapun Abian juga lelaki normal tertarik pada wanita cantik dan bertubuh bagus.
"Abian, kapan-kapan kita hang out bareng yah."
Abian hanya tersenyum miring. "Tadi katanya cuma kenalan, kok sekarang malah ajakin hangout?"
Arletta tersenyum manis. "Kan biar tambah kenal."
Tangan Abian terulur mengambil ponsel namun belum genap tangannya membuka kunci layar Bella datang.
Mimik wajah Bella seketika berubah menegang setelah melihat wanita di hadapannya.
Abian yang menyadari adanya kejanggalan itu lalu berdiri mendekat, merangkul pinggang ramping Bella. Baru saja ingin protes tapi dengan cepat Abian mengarahkan wajahnya . Abian mencium pipi mulus Bella. Membuatnya tersentak kaget. Ingin mendorong tubuh Abian tapi malah posisinya semakin menempel.
“Sayang, kamu lama banget datangnya.”
"Maaf sayang, aku kelaman yah," ucap Bella manja menatap wajah Abian dan tangan mungilnya mengusap lembut rahang tegas milik Abian. Seperti seorang artis profesional Bella mengatur kembali mimik wajah-nya.
Sungguh jantung Abian tak karuan melihat tatapan dan suara Bella yang mengalun manja. Seratus delapan puluh derajat berbeda dari sosok Bella yang baru beberapa waktu ia kenal tadi.
Abian semakin erat memeluk pinggang Bella hingga kedua jarak mereka semakin menipis. Abian hampir gila mencium aroma parfum manis milik Bella.
Lalu menarik bangku di dekatnya mempersilahkan Bella duduk.
Sementara Arletta yang melihat hal tersebut memutar bola matanya malas. Muak tentu saja. "Duh Bel. Lo gak usah sok nggak kenal gitu. Jangan merajalela gini deh, lo selalu merusak keadaan." Arletta seperti sengaja menjeda ucapannya, sejenak menatap remeh. "****," tekan Arletta. Pada kata **** yang artinya pelacur.
Seketika Abian tersentak mendengar hal tersebut tangannya terkepal. Mulutnya sudah siap membalas perkataan Arletta yang kelewat kurang ajar.
"Lebih baik pergi dari sini, enggak elit buat keributan ditempat umum," jawaban Bella ketus. Abian kembali tersadar jika kedua wanita di hadapannya ini memang memiliki hubungan yang tidak baik. Bukan hanya dugaan semata.
Setelah kepergian Arletta, Bella kembali menjadi dirinya yang pendiam dan dingin. Abian hanya mampu menghela napas berharap Cecil segera kembali untuk dapat mengatasi kecanggungan ini. Lagi pula kenapa ia tadi sok pahlawan. Habislah, Abian harus kalah dari Cecil dan kembali menjadi Abang taksi online sampai waktu yang ditentukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments