Sesudah sampai di villa, setelah lelah snorkeling Alisa langsung menghampiri Bella yang nampak terdiam dalam posisi diatas kursi berjemur sambil memakai kaca mata hitamnya.
Ia bahkan belum menuju kamar, perasaannya terlalu mengkhawatirkan keadaan Bella. Meski dari luar terlihat baik namun Bella selalu memendam semua perasaan sedihnya sendirian dalam hatinya.
Temannya itu terlalu rapuh untuk urusan Cinta.
"Bel," ucap Alisa lembut. Tangannya terulur menyentuh lengan Bella yang ada di pinggiran kursi.
Namun Bella tetap diam tetapi Alisa tau temannya itu sama sekali tidak tidur atau memejamkan mata.
"Bel, mau pulang sekarang," tanya Alisa hati-hati.
Karena tak kunjung mendapat jawaban, akhirnya Alisa menarik kaca mata hitam yang bertengger di wajah Bella.
Bella lantas bangun dan mendudukkan dirinya. Alisa dapat melihat mata Bella yang bengkak dan sudut matanya yang masih basah. Ia tahu temannya itu pasti habis menangis seperti seorang bayi besar yang cengeng.
"Sa, nggak perlu antar gue pulang. Gue tetap disini, tapi sekarang gue harus ke toko dulu." Bella memulas senyum. Yang Alisa nilai adalah senyum paksa agar terkesan baik-baik saja.
Bella memakai sandalnya, ia ingin cepat pergi dari sana sebelum Alisa kembali mencekal tangannya.
"Bel, sorry …."
Bella hanya diam bibirnya bergetar hebat, air matanya lagi-lagi mengembang di pelupuk matanya. Jika saja Bella tak menggigit bibir bagian dalamnya sudah dipastikan ia akan langsung meneteskan air matanya.
Semenjak kembali mengingat masa lalunya hatinya menjadi lemah dan perasaannya benar-benar berantakan. Kenapa ia adalah tipe wanita yang melankolis. Harusnya ia bisa lebih kuat.
"Gue lagi yang buat suasana jadi gak asik. Harusnya gue yang minta maaf.
"Jangan bilang kaya gitu, gue ikut salah paksa lo kesini dan ninggalin lo sampai bisa ketemu Abian. Harusnya gue enggak maksa. Padahal dari awal lo udah nolak. Maafin keegoisan gue yah Bel, sebagai sahabat seharusnya gue lebih ngertiin lo," suara Alisa terdengar syarat akan penyesalan.
"Sa, jujur sebelum kesini gue udah ketemu Abian. Itu pun enggak sengaja. Gue itu pengecut Sa. Dan semalam yang lebih bikin gue enggak ngerti sama diri gue, kenapa saat Abian nggak ngenalin gue sebagai mantannya dulu hati gue terasa sakit. Ia anggap gue Bella yang baru dia kenal. Gue bodoh Sa, kenapa gue harus cengeng saat semua yang menyangkut Abian …."
Dengan perlahan Bella melepas tangan Alisa dari pergelangan tangannya. Dan Alisa tidak bisa berbuat banyak selain membiarkan Bella untuk pergi. Alisa tau dari setiap kata yang disampaikan Bella, temannya itu sedang menahan tangisannya.
Bella menghabiskan setengah jam menenangkan diri dengan berendam dan memejamkan matanya sejenak Bella bangkit setelah mendengar suara ketukan pintu yang semakin nyaring di depan kamarnya.
Perlahan ia membuka pintunya. Dan Abian, sosok yang ingin ia hindari seharian ini malah muncul di hadapannya.
"Ada apa," tanya Bella datar
"Bel, soal semalam― " Abian menjeda bicaranya sebelah tangannya memegang tengkuknya dan pandangannya jatuh kebawah.
"Oh, makasih udah anter gue sampe kamar. Maaf semalam gue mabuk, kalo ada perbuatan atau perkataan gue yang enggak pantes maklumin aja namanya juga mabuk," celoteh Bella panjang lebar dengan nada santai yang terdengar jenaka. Ia tengah berusaha sekuat tenaga mengendalikan hati dan air matanya.
"Lo baik-baik aja, kan.?"
"Tentu aja, paling cuma pusing dikit."
Bella melirik ponselnya. "Sorry,gue harus pergi."
Dengan langkah lebar Bella melewati tubuh Abian begitu saja. Di balik kaca mata hitamnya. Meski Abian tidak pernah tau sudut mata Bella sudah kembali berair berair.
Bella takut dan ia seperti hilang arah, kenapa seakan perlakuan Abian terus saja menghancurkan dirinya.
Setelah kejadian kepergian Bella, Alisa hanya bisa termenung.
"Sayang, bengong mulu. Tar kesambet setan laut," celetuk Jodhi
"Apaan sih," ucap Alisa jutek. Matanya sudah mendelik tajam.
Sabar. Sabar Jod, untung aja sayang untung aja cinta. Dalam batinnya.
"Lagi menstruasi yah kamu, galak banget."
Alisa malah menutup kedua wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Tak lama kemudian terdengar suara isakan.
Melihat hal itu Jodhi malah semakin panik. "Eh, eh. Sayang kok nangis. Aku ada salah ngomong."
Jodhi langsung mendekatkan dirinya pada Alisa. Memeluknya lembut perlahan mengusap rambut Alisa. Jika seperti ini ia harus berusaha menjadi pacar yang baik.
"Ada apa. Coba cerita sama aku," tuturnya lembut.
"Aku sedih, Bella kayanya frustasi banget," suara Alisa terdengar serak.
Jodhi merengangkan pelukannya kemudian jemarinya mengusap kedua mata dan pipi Alisa yang basah.
"Memangnya Bella kenapa? mungkin aja dia enggak enak badan. Bukannya kamu bilang gitu tadi pagi."
Jodhi hanya mengingat hal itu saat ia sarapan bersama Alisa.
"Iya kalo itu aku enggak mungkin sampe nangis. Ini tentang Abian …."
Jodhi mengerutkan keningnya. "Emang kenapa Abian. Dia bikin ulah apa sama Bella."
"Aku nggak tau, cuma feeling aja. Soalnya terakhir kali dia baik-baik aja sebelum ketemu Abian. Tapi sekarang udah kaya orang kehilangan nyawa aja. Aku yakin dia nangis selama aku tinggal," suara Alisa semakin mengecil di ujung perkataannya.
"Itu namanya proses, kamu tenang. Jangan jadi emosional gitu."
Jodhi mengusap kembali rambut Alisa dan mengecup puncak kepalanya.
"Udah nangisnya, nanti kamu tambah jelek. Mending kita makan, aku lapar banget abis snorkeling tadi."
Alisa menepuk dada Jodhi. "Ih, kamu ya masih aja bercanda disaat kaya gini."
"Kalo serius terus aku nanti cepet jadi om-om, jenggotan dan kumisan. Kamu 'kan nggak suka cowok yang kaya gitu. Aku aja suruh cukuran mulu tiap hari."
"Ya, udah ayo mending makan deh. Semoga aja entar kalo Bella udah pulang dari toko kue mamanya suasana hatinya sedikit membaik," ucap Alisa kembali bersemangat.
"Iya, chat Bella sekalian bawain tiramisu sama cookie brownie buat aku."
"Jodhi!"
Mulut Alisa sudah mencebik dan tatapannya sudah menajam. Jodhi cepat-cepat bangkit dan berlari menghindari singa betina yang sedang mengamuk. Andai saja ia di villa hanya berdua sudah pasti Jodhi akan memberikan pelajaran untuk menjinakan singa betinanya ini.
"Awas kamu ya, " pekik Alisa berlari mengejar Jodhi.
Memang keduanya adalah pasangan unik anti romantis.
***
"Bel gimana di toko," suara Alisa menyambut Bella di depan villa.
"Baik kok, Sa."
Bella lalu memberikan satu buah kantung berukuran sedang yang bisa Alisa lihat isinya adalah kue yang tadi diminta Jodhi.
"Astaga, Jodhi keterlaluan. Malu-maluin deh"
Bella tersenyum mendapati Alisa yang mengomel. "Nggak masalah Sa, itu emang aku yang kasih Jodhi gak minta kok."
Alisa kemudian memamerkan deretan giginya. "Hehe, kirain. Abis dia tuh kadang suka gitu, malu-maluin enggak tau situasi."
"Emang kamu enggak," sarkas Bella
"Ya, aku malu-maluin tapi tau situasi."
"Masuk yuk. " Ajak Alisa.
Namun Bella menghentikan langkahnya sejenak. "Bukannya, ada acara bakar-bakar di pinggir pantai."
Memang yang dikatakan Bella itu benar, pasalnya memang benar.
"Enggak, aku males ikut. Mending kita istirahat besok siang kita pulang."
"Kok, jadi berubah rencananya. Temenin Jodhi sana. Gue nyusul abis ganti baju." Bella mendorong Alisa untuk keluar kamarnya
"Sekalian kasih kuenya buat Jodhi dan yang lain."
Kemudian Bella menutup pintunya.
"Bel, kalo satu jam lagi lo enggak dateng gue balik kesini kita langsung pulang aja yah. Biar pak Deni bisa jemput pagi-pagi, " pekik Alisa dibalik pintu.
"Ya, ampun enggak usah Sa. Gue udah baik-baik aja."
Dan suasana kembali hening setelah suara langkah kaki yang menjauh. Tubuh Bella merosot dibalik pintu. Ia tak tau apa ia sejenis seseorang yang pandai bersandiwara. Sulit sekali terlihat baik-baik saja disaat hatinya rapuh
Dan ia tak boleh kalah kali ini. Bella menyadari bahwa siang tadi kedatangan Abian bukan sekedar menanyakan keadaannya melainkan untuk membahas ciuman kemarin malam.
Mungkin memang sudah saatnya ia menjalankan rencananya. Rencana untuk membalas perbuatan Abian padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments