Bab 8

Hari senin ini terasa amat berat bagi Bella bukan karena ia harus berkutat dengan melakukan kegiatan kampus atau kegiatan lainnya.

Tepat jam delapan pagi tadi Alisa sudah mengetuk pintu kamarnya dengan semangat, suara alarm di ponselnya saja kalah nyaring dari suara yang Alisa buat. Wajah Alisa sangat berbinar senang dengan sabar menunggu Bella mempersiapkan diri.

Akhirnya hari itu datang, selama tiga hari tiga malam ia akan berada di Bandung. Rencananya teman-teman Jodhi yang ada di Jakarta akan berkumpul di rumahnya terlebih dahulu.

Perjalanan mereka menuju Bandung akan melakukan semacam touring bersama.

"Kenapa harus di Bandung sih, Sa. Puncak ‘kan juga bisa kalo cuma cari suasana sama udara sejuk." Keluh Bella.

Mereka sudah menuju titik kumpul yaitu di rumah Jodhi.

"Duh, nggak seru di puncak lagi pula siapa yang mau nyari udara pegunungan," jawab Alisa mengerutkan keningnya.

"Jangan bilang lo bawa baju panjang dan tebal-teba.. Please deh Bel, otak lo pinter tapi kok Lo jadi telmi (telat mikir) gini sih. Lo benar-benar gak buka paper bag yang gue kasih waktu kita belanja bareng." Alisa kini memandang dengan wajah yang terlihat nyalang.

Mendengar ucapan Alisa itu Bella mengangguk meski dirinya bingung apa yang tengah dimaksud Alisa.

"Duh, Bel.. Aduh kalo kayak gini malah jadi kacau." Alisa sudah memegangi pelipisnya.

Tak lama kemudian Alisa memberikan satu koper kecil di hadapan Bella.

"Koper buat apa," tanya Bella. Wajahnya bingung.

"Buat lo lah! untung gue udah persiapan. Tapi, lo bawa baju yang gue kasih tempo hari kita ke mall ‘kan."

"Oh.. jadi itu baju isinya," jawab Bella santai.

Alisa langsung mengambil koper Bella dan benar saja Bella bahkan membawa paper bag itu dalam keadaan yang masih tersegel rapi.

"Duh, bener-bener yah. Nanti gue kabarin Pak Deni suruh bawa tas lo ke rumah lagi. Udah gue siapin keperluan yang harus dipakai pokoknya," paksa Alisa sedikit nada menyalak.

Bella meneguk ludah nya kasar, saat sedang marah begini Alisa itu benar-benar punya tampang yang seram dan super judes. Padahal tadi ia hampir saja berceloteh ingin pulang dan berakhir tidak jadi ikut dengan berbagai alasan lain. Misalnya sakit perut atau asam lambungnya kambuh.

Jika seperti ini Bella hanya bisa pasrah mengikuti alur. Biarlah takdir akan membawanya sampai di mana.

"Sa, memang kenapa pula gue harus pakai baju dari lo," jawab Bella

Alisa menatap nyalang ke arah Bella, kenapa temannya ini mendadak bodoh. Raut wajahnya terbaca jelas oleh Bella.

"Kita mau ke pantai, lo mau mati kepanasan!“ hardik Alisa.

Ah, dan sekarang Bella baru paham.

Memang salahnya tidak mengecek pemberian Alisa tempo lalu karena terlalu sibuk mencari alasan untuk berkelit ditambah dengan tugas deadline yang menguras otak dan salahkan Bella juga sampai lupa bertanya tempat tujuan yang sebenarnya.

Astaga kenapa ia menjadi sangat ceroboh karena rasa cemas dan takut bercampur menjadi satu

(Bella pikiran lo aja sudah kacau lalu apa hati lo juga perlu bersiap untuk kacau lagi.) Monolognya dalam hati.

Dan setelah percakapan itu Bella hanya terdiam memandangi ke arah luar. Alisa yang menyadari hal tersebut lalu menggenggam tangan Bella lembut. Ia memang marah tetapi bukan marah yang meledak tak terkendali.

"Nggak usah banyak mikir gitu 'kan bisa sekalian nyamperin Arga. Seneng dikit dong. Muka lo itu dari tadi lesu banget. Mana semangat liburannya," ucapan Alisa.

Yang hanya dibalas senyum tipis Bella.

Iya, setidaknya Bella masih bisa berharap dengan kehadiran Arga.

Helaan nafas terdengar panjang. Sebelum Bella melirik paperbag dan tas yang sudah dipersiapkan Alisa sebelumnya. Semua baju bahkan sampai pakaian dalam telah Alisa persiapkan matang, temannya ini benar-benar hafal ukuran tubuhnya.

"Sa, makasih ya. Kalo lo ingetin tadi pas di rumah jadi nggak perlu repot gini," ucap Bella setelah Alisa selesai mengangkat kopernya menuju mobil Jodhi.

"Nggak masalah, Awas nggak dipake terutama yang di paper bag." Wajah Alisa terlihat menyalak. Tapi Bella hanya terkekeh melihatnya sebab ia tau temannya itu hanya memasang wajah sok galak untuk merajuk padanya.

Bella membuka paperbag yang sejak tadi menjadi hal yang paling sering disebut seakan hal terpenting bagi Alisa, alisnya bertaut. Tangannya memijat pelipisnya yang entah mengapa mendadak pening setelah mengetahui maksud temannya itu. "Memangnya harus pakai itu?"

"Ini beach party ,Bel semua orang disana juga akan pakai pakaian yang seperti itu, mungkin lebih terbuka. Beberapa teman Jodhi sampai sengaja membawa teman wanitanya untuk―" Alisa memutar bola matanya malas sebab temannya ini terlalu polos untuk hal berhubungan dengan lawan jenis.

"Yah, lo ngerti lah.. Tapi tenang aja gue disana bakal satu kamar sama lo." Alisa berharap Bella mengerti hal tersebut.

Biarpun Alisa dan Jodhi sudah pernah melakukannya tetap saja Alisa selalu merasa bertanggung jawab dalam membawa Bella tidak mungkin meninggalkannya begitu saja.

Alisa tau Bella itu punya trauma dalam membangun hubungan relasi antara lawan jenis. Arga yang sekarang tengah dekat dengannya saja sudah bisa dibilang mempunyai kemajuan yang cukup besar dalam melakukan skinship seperti pegangan tangan, pelukan atau sekedar kecupan kecil tanpa membuat Bella takut kembali untuk disentuh

Dan Alisa tau mengorek masa lalu Bella itu memang hal yang sulit dilakukan.

"Aku nggak masalah kalo private party tapi ini ada teman SMA― " Bella menggigit ujung bibirnya.

"Dan terutama Abian gitu," sahut Alisa cepat sebab ia tahu apa yang sedang dipikirkan temannya itu. Alisa mendekat menatap mata coklat Bella yang terlihat kehilangan arah.

Helaan nafas terdengar di telinga keduanya. Bella dan Alisa sejenak pergi ke arah halaman belakang rumah Jodhi sedikit menjauh dari keramain.

Mendudukan dirinya di sebuah bangku taman, keduanya saling menatap dan Bella hanya diam terpaku. "Kita udah pernah bahas ini berulang kali. Please, kali ini lakukan untuk diri lo dan kalau memang punya perasaan lebih dengan Arga biarkan ia juga tahu masa lalu lo. Itu bukan aib dan bukan hal yang memalukan, Bel."

Bella menggigit sudut bibirnya, gerakan jarinya menjadi gelisah. "G―gue takut, Sa." jawab Bella seperti anak kecil.

Alisa memeluk tubuh temannya yang semenjak tadi tertunduk lesu. "Bisa mulai pelan pelan. Gue bakal terus di samping lo, bahkan kalau nggak dilakuin sekarang lo mau menghindar sampai kapan. Jangan buat penyakit lo tambah parah. Harus lawan Bel."

Bella mencengkram ujung baju milik Alisa. Menenggelamkan wajahnya dalam pundak sempit milik temannya itu. Bella masih mengunci mulutnya rapat. Alisa hanya mampu mengusap lembut kepala Bella serta membelai helaian rambut milik temannya itu. Berharap Bella punya ketenangan untuk menghadapi ketakutan terbesarnya itu.

***

Semenjak pergi dari rumah Jodhi sampai di perjalanan Bella terlihat lebih pendiam dari biasanya. Pandangannya lebih banyak melihat kearah luar kaca jendela. Bahkan sesekali Bella terlihat tertidur di kursi belakang.

Alisa yang melihat hal tersebut mencoba membuat Bella lebih nyaman, sesekali ia rela bertingkah konyol menjadi seorang badut atau menjadi bahan candaan agar temannya itu bisa sedikit tersenyum.

"Bel, jadi ke toko kue dulu 'kan?" Memegang pundak temannya itu.

"Iya, kalo kita udah sampai villa nya aja."

Alisa menatap wajah Bella sejenak. "Bel, lo percaya sama gue, kan?"

Suara Alisa yang lembut membuat Bella menoleh ke arahnya, ia tau temannya tengah mencoba menguatkannya. "Iya, maaf. Gue tadi cuma diam dan tidur selama perjalanan," ucap Bella merasa tak enak dengan sikapnya.

"Eh, enggak masalah yang penting pas party nanti lo harus senyum dan nggak pasang muka lelah lagi. Iya, kan sayang." Mata Alisa melirik kerah Jodhi yang sekarang menjadi supir mereka.

"Iya dong. Kita harus happy. Lagi ada Arga juga Bel." Jodhi menunjukan deretan giginya. Melihat hal tersebut Bella hanya dapat tersenyum menimpali perkataan Jodhi.

"Oh, iya berapa orang yang bakal datang, Jod?"

Jodhi sejenak mengingat temannya yang rencananya akan datang. Sebenarnya tidak ada undangan resmi hanya ucapan mulut ke mulut antar teman dekatnya saja. Jadi jika ditanya seperti itu Jodhi juga bingung menjawabnya.

"Yang pasti ada sekitar dua sampai tiga puluh orang tapi yang menginap paling cuma setengahnya aja kok Bel."

Jawaban Jodhi tersebut membuat Bella sedikitnya lega, ia tau ini hanya sekedar pesta kecil kemungkinan yang ia tahu Jodhi hanya memiliki beberapa teman dekat semasa sekolah sebab Jodhi itu juga teman satu sekolah dengannya. Jodhi itu punya tiga sekawan Jodhi, Marsel dan Abian

"Kenapa memang, Bel," tanya Jodhi lagi.

"Nggak masalah kok." Menunjukan senyum manis yang menyungging.

Dan setelahnya hanya ada obrolan antara kedua sang kekasih itu yang saling melempar candaan. Bella hanya terus mengingat ucapan temannya itu, ia juga jadi teringat Arga. Astaga, Bella sampai lupa jika sebelumnya ia sempat mendapat bujukan bertemu di pesta Jodhi segera ia mengirimkan pesan pada Arga yang berisi, aku tunggu di pesta Jodhi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!