Bab 5

"Kak, lo jadi jemput gue 'kan nanti siang?" pekik Cecil.

Sungguh sebenarnya Abian benar-benar sebal mendengar hal itu. Tapi mau bagaimana lagi mau mengelak dengan seribu alasan juga Abian tetap kalah.

"Iya bawel banget sih!" Celetuk Abian kesal

"Ih, awas kalo sampe telat lo bakal kehilangan kesempatan." Cecil memicingkan tatapannya.

Abian hanya mengangguk meng-iya-kan perkataan Cecil sebab adiknya itu memang akan selalu menuntut jawab jika tidak ada respon dari pernyataan-nya.

Lagi-lagi lampu merah, Abian menginjak remnya sedikit terlambat jujur saja ia sebenarnya tadi ingin sedikit melanggar rambu lalu lintas sebab kepalang tanggung sekitar sepuluh meter lagi sampai tempat tujuannya. "Ya udah keluar gih, gue buru-buru." ucap Abian seketika menepikan mobilnya di bahu jalan.

Cecil memberengut. "Anterin kek sampe parkiran atau halte fakultas!"

Abian memejamkan matanya sambil menatap tajam kearah adik-nya. "Cepet! Nanti gue malah di klaksonin orang." Mengetatkan rahangnya.

Sambil meraih tasnya dan membuka seatbelt dengan tergesa Cecil keluar begitu saja tanpa pamit. Tambahan sedikit bantingan pintu mobil yang cukup kencang. Abian tau, Cecil itu paling malas jika harus berjalan dari depan kampus sampai fakultasnya yang memang berjarak cukup jauh. Sungguh Cecil tidak melebihkan hal ini sebab kampusnya memang terkenal sangat luas.

Tetapi Abian juga tidak bisa mengorbankan pekerjaannya hanya karena harus mengantar Cecil sampai kampusnya. Jika saja Cecil anak berumur lima tahun Abian mungkin akan memikirkan hal itu.

Abian hanya merutuk kecil dan doa yang bisa Cecil ucapkan agar dirinya cepat diberi supir oleh mami-nya. Jika berharap adiknya itu bisa menyetir dengan baik Cecil rasa itu hal yang terlalu jauh dicapai dalam waktu singkat. Abian sadar sadar diri, adiknya itu sama sekali tak memiliki bakat tentang mengemudi.

Jika ungkapan itu memang benar buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, maka satu satunya hal yang mendukung pada ungkapan itu adalah buah turunan gen mami-nya yang juga tidak bisa menyetir, bahkan menyetir sepeda saja mami-nya tidak mampu. Bersyukur setidaknya Cecil masih bisa menyombongkan diri untuk berkendara menggunakan sepeda dibandingkan dengan maminya.

Setelah mengantar Cecil ke kampus, Abian harus segera memutar arah menuju tempat meeting dengan klien-nya. Dan itu juga yang membuat Abian sedikit tersulut emosi mengurusi kerepotannya menjadi supir Cecil akhir-akhir ini.

Selagi membelah kemacetan ibu kota Abian termenung sejenak mengetukkan jarinya pada gagang stir. "Secantik apa yah, sampai Cecil aja mau mengakuinya?" Batin Abian

Bukan tanpa sebab Abian teringat dengan ucapan adiknya jika pemilik mobil yang ia tabrak bersedia untuk bertemunya hari ini.

Sesampainya disebuah toko kue, roti dan restoran di kawasan Senayan, Abian merapikan penampilannya membawa tas jinjing yang berisi laptop dan berkas-berkas penting yang ia perlukan.

Langkahnya tegas, aura wibawanya nampak menguar walaupun Abian terbilang berpakaian cukup casual tapi kesan profesional tetap hadir berkat paduan kemeja putih yang sengaja dibuka satu kancingnya serta kedua lengan baju panjangnya yang sengaja digulung sampai dibawah siku, celana chinos hitam dan sepatu sneakers putih menjadi pelengkap penampilan sempurnanya.

Tiga puluh menit rapat berlangsung cukup lancar. Walaupun ini bukan projek pertamanya tetap saja Abian masih sempat dilanda gugup.

"Nanti keputusan finalnya akan dikabari lagi ya, Mas Abian." ucap wanita paruh baya yang masih tetap cantik dengan wajah berserinya.

"Baik Bu, saya tunggu kabar baiknya." Seketika Abian undur pamit, beranjak dari kursinya.

"Mas Abian―” ucapan wanita paruh baya itu memberi instruksi kepada salah satu stafnya. Seolah mengerti salah satu staf itu memberikan satu bungkusan besar yang berisi beberapa kotak yang tersusun rapi di dalamnya. "Ini bawa sekalian, dicoba." Lanjutnya, begitu ramah diiringi dengan senyum manis yang sejak tadi selalu mengembang.

"Ah, nggak usah repot-repot, Bu." Tolak halus Abian sebab selama ini klien-nya jarang sekali yang memberikan buah tangan untuknya.

"Rezeki jangan ditolak, tolong diterima dengan senang hati."

Merasa tak enak, Abian menerima bungkusan tersebut. Segera ia pamit pulang lebih tepatnya pulang ke kantornya.

Beruntung tempat meeting-nya tidak terlalu jauh dari kantornya, jadi Abian tidak perlu repot-repot bertarung melawan kemacetan lagi.

"Wah ada acara apa nih, Pak?" Sapa salah seorang satpam begitu Abian sampai di depan pintu utama.

Abian hanya menyungingkan senyum, menunjukan deretan giginya rapihnya. "Ambil aja nanti di pantry Pak. Ini dapet dari klien buknan ada acara." Jelas Abian.

Segera setelahnya Abian melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam kantor. Memulai lagi berkutat dengan laptop dan berkas-berkas yang sudah menumpuk di meja kerjanya namun sebelum itu ia terlebih dahulu memasuki ruang visual dan editor.

"Bas, kayanya untuk punya bu Misya ada sedikit perubahan di visualisasi branding-nya. Coba deh cari tau dulu tentang tuh perusahaan− kayaknya dia punya filosofi otentik banget yang mesti dimasukin."

Bastian sudah paham maksud teman sekaligus bos-nya itu, mencatat segala masukan dengan teliti. Permintaan klien sebisa mungkin harus dipenuhi. Persaingan di Ibu Kota itu gila. Mereka harus pandai menarik minat dan mendapat review yang bagus menjadi acuan.

"Tumben lo sampe bawain makanan ke sini?" Cetusnya setelah melirik tangan Abian yang membawa bungkusan kecil.

"Iya, suruh Bu Misya. Nyobain biar kena mikirin konsep iklannya."

Bastian langsung saja menyambar bungkusan kecil yang dibawa Abian, kebetulan tadi pagi ia belum sempat sarapan karena harus mengurus beberapa video yang harus dikerjakan dan di presentasikan hari ini. "Sering-sering dapet klien gini aja, Bi."

"Iya-ya pikiran lo enggak jauh dari makan." Mendengus malas, sementara Bastian hanya tersenyum sambil melahap potongan roti yang tersaji dalam hitungan menit.

Tidak lama Abian menutup kembali ruangan tersebut. Melirik sekilas jam di lengan kanan-nya. Pukul sebelas siang dan masih tersisa empat jam lagi sebelum berubah kembali pada rutinitasnya menjadi abang-abang taksi online.

Sesuai janji siang ini selepas pekerjannya di kantor Abian seperti biasa ia beralih profesi menjadi supir

Empat puluh menit ia habiskan dalam perjalanan yang hampir setiap saat macet. Abian jadi teringat percakapannya tempo hari.

Kemarin di mobil..

“Lo harus dapat nomor teleponnya catet,” ucap Cecil.

“Hah, enggak ada yang lebih susah? Kayak ngajak date gitu?“ Tantang Abian.

Wajah Cecil terlihat kesal. “Nantangin, oke. Kalo lo sampe nge-date gue sebulan eh, selamanya nggak akan minta antar jemput lo.“

“Oke siap-siap kalah yah,” tutur Abian santai.

***

Jika mengingat kembali percakapan itu, Abian masih terbayang wajah Cecil yang lucu menanggapi ke-isengan-nya, sebenarnya Abian hanya sekedar penasaran waktu itu yang sedang dirasakan. Tetapi saat ini, jujur saja ia sama sekali tak menaruh ekspektasi apapun pada pertemuan ini. Yakin seratus persen wanita yang disebut Cecil ‘primadona’ itu akan terpesona padanya.

Gue udah di parkiran. Pesan Abian pada Cecil.

Pesan singkat yang Abian kirimkan pada Cecil setibanya di area parkir tempat biasa ia menjemput "Si Tuan Putri." Tak lama Cecil mengetuk kaca mobil Abian dan masuk begitu pintunya terbuka.

"Ke Legit Coffee ya." Celetuk Cecil selagi sibuk dengan ponselnya.

Abian yang mendengar hal tersebut hanya mendengus kesal memangnya ia itu sopir taksi online begitu masuk langsung main suruh mau kemana-kemana gitu. Sekalian aja tadi Abian berceletuk “Sesuai aplikasi yah, Mbak!“

Sabar, Abian. Sabar. Monolognya.

Mencoba bersabar dengan tingkah Cecil karena bayangannya sebentar lagi ia akan terbebas dari derita ini.

"Kenapa nggak di kampus aja, ribet!"

Cecil yang mendengar hal tersebut lalu menatap tajam kearah kakaknya. "Udah nggak usah banyak protes mending, lo siapin kartu kredit."

Abian mengerutkan dahinya. "Kenapa jadi kartu kredit gue, kan lo juga punya."

Cecil tersenyum meledek mencondongkan tubuhnya ke arah Abian. Kedua telapak tangannya berada diantara kedua mulutnya seperti seseorang dengan gestur berbisik. "Udah siapin mental bakal kalah dari gue."

Abian menyungingkan senyum yang terkesan meremehkan. "Permainan belum dimulai, udah deklarasi kemenangan yang belum pasti."

Cecil hanya menganggukan kepalanya dan menatap dengan smirknya. "Ya ... will see."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!