Semenjak dia kembali ke keluarga Rafaldi, sudah beberapa kali dia mengunjungi tempat ini dan sudah hapal dimana letak butik pakaian pria. Setelah turun dari mobil, dia langsung melangkah menuju salah satu cabang merek terkenal. Dia baru saa tiba didepan butik saat berpapasan dengan Reza Kanchana yang baru saja keluar. Keduanya menghentikan langkah dan saling bertatapan.
Keberadaan Reza disana mengingatkan Arimbi akan kehidupan lampaunya, dan kebencian didalam dirinya pada pria itu muncul dan hampir terlihat dari tatapan matanya yang marah. Dia bahkan mempunyai keinginan untuk maju dan mencekik pria itu lalu menanyakan kenapa pria itu menikahinya kalau dia tidak mencintainya.
Kalau malam itu bukan Reza yang menidurinya, kenapa dia harus berpura-pura bodoh dan menyebabkan kematian putrinya. Tapi, kini Arimbi berada dikehidupan yang kedua dimana semua hal-hal itu belum terjadi.
“Arimbi.” Reza mengambil beberapa langkah kedepan dan berdiri dihadapannya dan menatapnya bingung. Sebelumnya tatapan mata Arimbi selalu berbinar tiap kali dia melihat pria itu tapi kenapa kali ini Reza merasa Arimbi sedikit berbeda.
“Arimbi, kenapa kamu disini? Apa kamu sendirian?” tanya Reza sambil melihat ke sekeliling.
Dengan menekan rasa bencinya sekuat mungkin, Arimbi memperhatikan Reza yang mengedarkan padangan ke sekeliling. Arimbi tahu pria itu sedang mencari Amanda.
Senyum mencemooh muncul diwajah Arimbi saat dia bertanya pada dirinya sendiri. Dia benar-benar mencintai Amanda tapi dia berpura-pura tertarik padaku. Apa dia tidak lelah dengan semua sandiwara ini? Dia pasti buta karena tidak melihat itu dikehidupannya yang lalu.
“Aku datang sendirian untuk berbelanja,” ucapnya masa bodoh lalu melangkah melewati Reza.
“Arimbi!” tiba-tiba Reza berbalik dan mencengkeram pergelangan tangannya.
Dengan cepat Arimbi menarik tangannya dan mendengus kesal, “Sakit tau!”
Reza tak sengaja mencengkeram tangannya yang terluka. Meskipun lukanya sudah sembuh beberapa hari ini tapi bekas sayatannya masih terasa sakit saat dipegang. Merasa terkejut, Reza mengalihkan pandangannya ke pergelangan tangan Arimbi lalu menggenggam tangan itu lagi. Pria itu benar-benar mengabaikan usaha Arimbi untuk menghindarinya. Dengan ekspresi terluka dia bertanya, “Arimbi apa yang terjadi dengan tanganmu? Siapa yang melakukan ini?”
Arimbi menoleh kearahnya dan tersenyum murung, “Reza! Bukankah kamu bilang kalau kamu suka padaku? Kenapa kamu tidak tahu aku terluka? Kamu bahkan tidak menjengukku dirumah beberapa hari terakhir ini.”
Rasa cemas terlintas dimata Reza, tapi dia cepat-cepat mengendalikan diri da berbohong. “Aku sangat sibuk akhir-akhir ini jadi aku tidak bisa mengunjungimu. Jadi, katakan padaku bagaimana kamu bisa terluka? Lukamu terlihat seperti sayatan pisau.”
“Bisakah kamu melepaskanku sekarang?”
Dengan alis berkerut, Reza mengamati Arimbi. Amanda pernah mengadu pada Reza jika Arimbi telah berubah, dia kini bertingkah manja pada ornag tuanya dan bahkan menjebak Amanda namun Reza tidak mempercayai ucapan Amanda. Bagaimana mungkin seorang gadis kampung seperti Arimbi bisa menjebak Amanda dan terlihat licik? Ini bukan seperti Arimbi yang dia kenal.
Tapi kini, Reza mulai mempercayai ucapan Amanda setelah melihat sendiri sikap Arimbi yang benar-benar berubah. Cara Arimbi menatapnya tak sehangat dulu, seolah-olah dia bukanlah seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama pada Reza yang dengan keras kepalanya waktu itu Arimbi menghentikannya hanya untuk meminta nomor teleponnya. Arimbi yang ada dihadapannya sekarang ini tampak acuh dan tatapan matanya dingin!
“Ini bekas sayatan pisau! Sayatan dari pisau yang diberikan Amanda padaku!” ujar Arimbi dengan datar dan menarik tangannya.
Saat Arimbi kembali kekeluarga Rafaldi, ada sebuah belati diantara hadiah-hadiah yang diberikan Amanda. Dia mengatakan pada Arimbi waktu itu, kalau dia bisa menggunakan belati itu untuk melindungi diri. Tapi setelah dilahirkan kembali, kini Arimbi paham bahwa sebenarnya Amanda sudah memancingnya kedalam jebakan selangkah demi selangkah sejak awal dia kembali ke keluarganya.
Itulah penyebab Arimbi berakhir dengan sengsara dan bahkan mati dijalan. Belati yang sama yang dipakai oleh Reza untuk menusuknya di kehidupan yang lampau.
“Amanda memberikannya padamu untuk melindungi dirimu. Kenapa kamu malah melukai dirimu sendiri pakai belati itu? Sekarang sudah mulai berkeropeng, jadi pasti akan segera sembuh.” kata Reza tapi saat dia menyebutkan nama Amanda, nada suaranya sangat lembut tanpa dia sadari. Rasa kasihan dan khawatir yang tadi ditunjukkanya pada Arimbi kini hilang.
Semakin Arimbi mengamati pria itu, semakin dia membenci dirinya sendiri karena telah begitu buta jatuh cinta pada pria brengsek itu di kehidupannya yang lalu. Reza segera mengalihkan pembicaraan, memutar tubuhnya menatap butik itu lalu bertanya, “Arimbi, kamu bilang kamu ingin berbelanja. Ini adalah butik pakaian pria. Apa kamu berbelanja untuk ayahmu?”
“Aku rasa bukan urusanmu aku mau belanja untuk siapa! Yang pasti siapapun itu, bukan kamu!”
Jawaban Arimbi sontak membuat Reza melongo, dia sangat menyukai pakaian dari butik itu dan Arimbi selalu membelikannya sebagai hadiah untuknya. Tiap kali dia datang ke butik itu, Arimbi selalu belanja untuknya tapi kini dia bilang dia tidak akan membelikannya apapun! Jadi Arimbi belanja untuk siapa? Gumam Reza penasaran. Siapapun itu, dia merasa kejanggalan pada Arimbi.
Reza terbiasa dengan Arimbi yang memperlakukannya bak harta berharga, selalu mewujudkan keinginannya dan membelikan apa yang disukai Reza tanpa perlu dia meminta. Tapi, tiba-tiba sikap Arimbi padanya berubah sedingin es! Bahkan saat wanita itu berbelanja dia tidak berbelanja untuk Reza dan dia merasa kehilangan. “Aku kenal merek ini, ayolah Arimbi biar aku mengantarmu kedalam.” ucapnya berusaha menarik tangan Arimbi untuk masuk kedalam butik.
Arimbi menepis tangannya lalu mendongakkan dagu dan melangkah memasuki butik dengan anggun. Dia mendorong pintu masuk dan melangkah kedalam.
Diwaktu yang bersamaan.
“Hentikan mobilnya,” Emir tiba-tiba memerintah supirnya untuk menghentikan mobil. Dengan cepat supirnya menginjak rem dan menghentikan mobil di tepi jalan.
Emir menekan tombol menurunkan jendela mobil sementara tatapannya terpaku pada sosok dikejauhan yang baru saja masuk ke sebuah butik. Tepat dibelakangnya, Reza Kanchana mengikutinya.
“Hentikan mobilnya diseberang jalan sana!” perintah Emir dingin.
Supir pun melaksanakan perintahnya dan beberapa menit kemudian mobil Emir berhenti tepat di depan pintu masuk Monivong Boulevard.
“Aku ingin berbelanja,” gumamnya. Dengan cekatan para pengawalnya beraksi, mereka turun dari mobil dan memeriksa keadaan sekitar dengan hati-hati. Setelah memastikan bahwa semuanya aman, pengawal pun mengeluarkan kursi roda dan mengangkat Emir keluar dari mobil. Para pengawal membagi tugas dan melakukannya dengan seksama, mereka selesai dengan cepat.
Pengawal mendorong kursi roda Emir memasuki kawasan Monivong Boulevard. Semua orang yang berada disini sangat senang melihat kehadirannya disana. Semua pengunjung dan pemilik toko ingin melihat Emir Serkan tapi tak ada seorangpun yang berani mendekat.
Semua orang mengenal Emir meskipun mereka tidak pernah bertemu secara langsung tapi mereka melihatnya di koran-koran dan media elektronik. Pria itu salah satu orang yang bisa membuat suasan begitu heboh kemanapun dia pergi.
“Halo, Tuan Emir!”
“Bagaimana kabar anda Tuan Emir?”
Semua manajer toko yang mendengar kabar kehadiran Emir di kawasan itu segera keluar dari tokonya dan menyapa dengan senyum ramah. Mereka tak peduli meskipun pria itu tak mengenal mereka, yang penting dia tahu bahwa mereka bersikap hormat padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 501 Episodes
Comments