Seketika dia menghentikan kalimatnya, dalam hati dia mengumpat pria itu berkali-kali. Sungguh rubah yang licik! Dengan sengaja dia mengalihkan pembicaraan menunggu sampai Arimbi teralihkan lalu dia kembali ke topik awal, Arimbi benar-benar marah. Karena dia tidak menyadarinya dengan cepat, jawaban itu tanpa sadar sudah keluar dari mulutnya.
Sementara ekspresi putus asa dan tak berdaya muncul diwajah Emir. Saat dia melihat wanita itu menyeringai bodoh, Emir mengambil sebuah sendok lalu memukul kepala Arimbi beberapa kali. Meskipun merasa sakit, Arimbi hanya meringis tak berani mengeluh.
Dia hanya menggosok kepalanya yang kena pukul. Tatapan mata Arimbi terlihat hati-hati sekarang dan berusaha menebak apakah pria itu sudah selesai menghukumnya atau belum.
“Arimbi Rafaldi! Aku yakin kamu masih ingat apa hubungan kita.”
Wanita itu mengangguk, “Emir! Aku ingat kita sudah mendaftarkan pernikahan kita.” Lalu dia memasukkan tangannya ke saku hendak mengambil sertifikat pernikahannya tapi dia tak menemukannya dimanapun. Dia mencari didalam tas nya pun tak menemukannya, Arimbi mulai panik karena kehilangan surat nikahnya.
‘Ya ampun! Dimana sertifikat pernikahanku? Apa aku benar-benar menghilangkannya? Oh, Tidak! Ekspresi wajahnya berubah menggelap dan cemas, “Emir! Aku tak sengaja menghilangkan sertifikat pernikahanku!” jeritnya dengan gelisah. “Aku ingat aku terus membawanya. Aku bahkan mengganti bajuku setelah bangun. Bagaimana bisa aku menghilangkannya? Bisakah kita mengurusnya lagi?”
Emir mencibir dan mencemoohnya dengan sikap acuh tak acuh, “Kamu bahkan bisa menghilangkan barang sepenting sertifikat pernikahan. Kenapa kamu tidak sekalian saja menghilangkan dirimu, hu?”
“Aku tidak ingin menghilangkannya kok! Emir, bisakah kita memintanya lagi? Bagaimana kalau aku menyalin milikmu?” ujar Arimbi. Dia semakin gelisah dengan hilangnya sertifikat pernikahan miliknya. ‘Gawat! Ini benar-benar gawat! Aduh…..kenapa sertifikat pernikahanku bisa hilang sih?’
Sekali lagi Emir memukul kepala wanita itu dengan sendok yang sama beberapa kali membuat Arimbi melotot marah padanya karena merasa sakit.
“Apa kamu senang wanita lain mencoba merangkak keatas ranjang suamimu?” tanya Emir ketus.
Eh? Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan ini? Pikirnya. Kalau mereka menikah karena perasaan cinta, Arimbi pasti marah dan kesal. Tapi kalau mereka tidak punya perasaan sama sekali, tidak masalah. Paling-paling juga mereka akan bercerai.
“Jawab aku!” wajah Emir berubah suram.
Arimbi semakin ketakutan, dia merasa bahwa tidak mudah untuk bergaul dengan pria itu. Semua syarafnya menjadi tegang karena emosi Emir yang tidak bisa diprediksi.
“Kamu ingin aku menjawabnya?” Arimbi malah melemparkan pertanyaan. Lalu dia menundukkan wajahnya dan tatapannya mengarah ke satu tempat, tubuh Emir.
Emir menyadari arah pandangan Arimbi tapi dia hanya diam saja dan tak marah sedikitpun. Semenjak tubuh bagian bawahnya lumpuh akibat kecelakaan mobil, banyak orang mulai menyebar rumor bahwa dia terluka parah yang membuatnya mandul. Jadi wajar jika Arimbi merasa penasaran apakah Emir bisa melakukannya, jika seandainya ada perempuan yang merangkak ke atas ranjangnya.
“Tuan Emir, alat makannya sudah siap.”
Emir langsung memberikan isyarat pada pengawalnya untuk meletakkan peralatan makan didepan Arimbi. “Karena kamu datang untuk meminta maaf, sekalian saja makan bersamaku,” ucap Emir sambil mengisi piring didepan Arimbi dengan makanan.
Di saat yang sama Emir juga bercerita tentang betapa bernutrisinya makanan itu dan semua manfaat yang terkandung didalamnya seolah-olah dia seorang ahli gizi.
Karena merasa bersalah, Arimbi menghela napas panjang, “Aku tidak bisa makan makanan pedas.”
Emir menatapnya tajam, jantung Arimbi semakin bergetar kencang dan dia segera meraih sendoknya. “A—aku makan makanan pedas kok..he he...Asal kamu makan bersamaku aku akan makan segala jenis makanan pedas.” ujar Arimbi seenaknya tanpa menyadari ucapannya akan menjadi bumerang.
Arimbi mulai menyuapkan makanan berlumuran sambal itu kedalam mulutnya. Rasa pedasnya langsung menyebar keseluruh mulut membuat Arimbi ingin memuntahkan makanannya. Bahkan telinganya berdengung saking pedasnya sambal itu namun saat dia melihat Emir memandangnya dengan tatapan datar, Arimbi tidak berani memuntahkan makanannya dan terpaksa menelan sambil menahan napas. Dalam hatinya mengutuk suami barunya itu!
‘Suami mana yang ngasih makan istrinya dengan makanan yang sudah dilumuri sambal paling pedas level tertinggi.’ Wajah Arimbi memerah dan airmatanya menggenang disudut mata karena kepedasan. Air! Mana air? Ini pedas!
Emir memperhatikan ekspresi wajah Arimbi dan mengawasi gerak geriknya lalu dia memberikan sup bening dengan sambal entah level berapa dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan hidangan lain.
Arimbi tak berani menyentuh sup itu, tapi pria itu semakin mendorong sup itu padanya, “Minumlah sup ini, makan lagi! Ayo habiskan semuanya lalu pergi!” ujar Emir tanpa merasa bersalah tapi dia malah merasa puas mengerjai istrinya.
Arimbi terkesiap dan dengan terpaksa dia terus memakan makanan yang disodorkan oleh Emir. Tak lama kemudian, Arimbi sudah tak tahan lagi kepedasan, “Emir! Kamar mandinya dimana?” tanya Arimbi dengan wajah merah dan bibir bengkak kepedasan.
Emir meraih serbet lalu menyeka multunya dengan gerakan elegan dan berpura-pura tidak mendengar ucapan Arimbi. Hal itu membuat Arimbi semakin gelisah hingga dia hampir saja hendak memohon. Untung saja, seorang pengawal membantunya dengan meminta seorang pelayan wanita untuk mengantarnya ke kamar mandi.
Arimbi memang tidak bisa makan makanan pedas karena perutnya selalu mulas tiap kali dia mencobanya. Karena suaminya mengancamnya, dengan terpaksa dia harus memakan makanan pedas itu. Akhirnya dia menghabiskan waktunya di kamar mandi untuk mengosongkan isi perutnya. Akhiranya Emir pun sadar betapa parahnya situasi saat itu.
Dia hendak menyusul Arimbi ke kamar mandi setelah melihat wnaita itu bolak balik ke kamar mandi. “Apa kamu baru makan obat pencahar ya?”
“Emir! Kamu sudah menelusuri latar belakangku dan tahu kalau aku tidak bisa makan makanan pedas tapi apa yang kamu lakukan padaku? Kamu tahu kan alasannya kenapa aku tidak makan makanan pedas? Karena membuat perutku mulas dan aku harus bolak balik ke kamar mandi!” ucap Arimbi sembari bergegas lagi ke kamar mandi.
Sepertinya lelucon yang dia lakukan pada istri barunya itu sedikit keterlaluan. Setelah terdiam beberapa saat, dia memberikan perintah pada pengawalnya, “Panggil dokter Sam.”
“Baik, Tuan.” pengawal itu bergegas mengeluarkan ponselnya dan memanggil doketr pribadi keluarga Serkan. Saat dokter Sam tiba, Arimbi sudah benar-benar lemas tak berdaya.
Dokter meresepkan obat untuknya dan setelah Arimbi meminum obatnya, dia pergi ke kamar mandi beberapa kali lagi sebelum akhirnya diarenya benar-benar berhenti.
Makanan di meja batu pavilliun telah disingkirkan dan digantikan buah-buahan dan makanan ringan. Saat Emir melihat Arimbi terkapar diatas meja seolah wanita itu bisa pingsan kapan saja, Emir terdiam lalu dengan suara pelan dia berkata, “Haruskah aku meminta seseorang untuk mengantarmu keluar?”
Arimbi mengangkat kepalanya, berkomat-kamit seperti membaca sebuah mantra namun Emir tidak dapat mendengar apapun.
“Angkat aku ke sofa,” perintahnya pada pengawal. Dua pengawal maju ke depan dan mengangkatnya dengan hati-hati lalu mendudukkanya diatas sofa. “Bawa dia keluar dengan kursi rodaku.”
Tanpa banyak berkomentar, pengawal itu melakukan apa yang diperintahkan Emir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 501 Episodes
Comments