“Tega kamu! Kalau kamu hanya menginginkan harta, aku rela memberikan semuanya padamu!” tangis Arimbi semakin deras. “Ka----tidak kusangka kalian begitu kejam! Reza! Aku putri kandung keluarga Rafaldi! Aku akan mengambil kembali perusahaan ayahku!”
“Ha ha ha ha…..semua sudah dialihkan atas namaku dan Amanda! Sekarang pergi dari sini! Aku dan Amanda akan menikah dan hidup bahagia bersama putraku! Aku tak sudi mengurus anak harammu itu!” ujar Reza penuh kebencian menatap tajam pada Arimbi.
“Anak ini anakmu! Kau harus bertanggung jawab Reza!”
“Arimbi! Reza adalah milikku. Putraku adalah darah dagingnya dan bayimu ini hanyalah anak haram.” ujar Amanda menunjuk ke bayi perempuan yang ada didekapan Arimbi.
“Kau pasti tidak menyangka, iyakan? Reza tak pernah menyentuhmu sama sekali! Pria malam itu bukan Reza jadi ayah dari putrimu itu hanya Tuhan yang tahu! Putrimu hanyalah anak haram yang tidak tahu siapa ayahnya.” ujar Amanda mencibir sinis.
“Arimbi! Apa kau tahu bagaimana kedua orangtuamu meninggal? Aku membunuh mereka. Yah salah mereka sendiri karena tidak memberiku warisan malah mewariskan semuanya padamu. Mereka bilang aku adalah putri mereka dan mereka akan memperlakukanku dengan setara denganmu. Tapi, mereka hanya memikirkanmu saja, putri kandung mereka yang hilang dan telah kembali.”
“Arimbi! Pergi saja kau ke neraka bersama putri haram yang kau cintai itu!”
“Keluar!” Reza menarik lengan Arimbi dengan kasar dan mendorongnya. Arimbi terjatuh ke lantai dengan keras hingga lututnya lecet. Untungnya dia memeluk erat bayinya hingga tak terjatuh.
“Reza! Apa-apaan ini? Apa maksudnya semua ini?” tanya Arimbi yang sedang menggendong bayi perempuannya yang baru berusia dua bulan.
Amanda menyerahkan bayi laki-lakinya pada Reza lalu dengan cepat dia merampas bayi perempuan Arimbi dari dekapannya.
“Ahhh…...” teriak Arimbi terkejut tapi dia terlambat menghentikan tindakan Amanda.
Wanita itu menghempaskan bayi berusia dua bulan itu tanpa belas kasihan, “Anak haram ini tak pantas hidup! Lebih baik mati!”
Bayi itu menangis sebentar lalu tak bersuara lagi, bayi itu tak bergerak lagi. Arimbi bergegas menghampiri bayinya dan mendekapnya, “Sayang….” dia memeriksa bayinya yang tak bernyawa lagi.
“Amanda!” teriak Arimbi yang dikuasai amarah lalu berdiri dan menampar Amanda dengan keras.
PLAAKKKK!
“Arimbi! Kurang ajar kamu!” teriak Reza tak terima wanita yang dicintainya ditampar oleh Arimbi.
Amanda memegangi pipinya yang terasa panas bekas tamparan keras Arimbi. Binar matanya berubah merah mengerikan, dia menoleh pada Reza. Pria itu menyerahkan kembali bayinya pada Amanda. Dengan kemarahan yang sudah diubun-ubun, dia mengambil pisau buah yang terletak diatas meja lalu menghunjamkan pisau itu keperut Arimbi sebanyak dua kali.
“Mati kamu Arimbi! Pergi ke neraka!” teriak Reza lalu menendang wanita itu. Ketakutan menguasai Arimbi, rasa sakit diperutnya akibat tusukan pisau. Dia memegang perutnya yang berdarah dan berusaha berjalan dengan mendekap bayinya yang tak bernyawa.
‘Tidak! Aku tidak boleh mati disini! Aku harus lari!’ dengan menahan rasa sakit dia berlari tertatih meninggalkan rumah jahanam itu. Sepasang manusia yang ada didalam rumah itu tertawa melihat Arimbi yang mengenaskan. Malam itu gerimis dan udara malam yang dingin menjadi semakin dingin.
Dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Air hujan menerpa tubuhnya, meresap melalui sela-sela rambut dan pakaiannya. Di titik ini, hatinya sudah mati rasa dia tidak bisa lagi merasakan dinginnya malam. Yang bisa dirasakannya saat ini hanyalah penyesalan.
Airmata berderai membasahi wajahnya, warna bajunya berubah merah darah. Pandangan matanya mulai kabur, tapi dia tak mau menyerah terus berjalan ke jalan tanpa menoleh ke belakang. “Tolong!” teriaknya dikegelapan malam tapi tak ada seorangpun disana. Hingga dia sampai di jalan besar, tubuhnya semakin melemah tapi dia masih bertahan untuk tetap membuka matanya. “Sayang, ibu akan membawamu kerumah sakit! Sabar ya.” ujar Arimbi yang masih tak sadar jika bayi perempuannya sudah tak bernyawa. Tekadnya hanya satu, berlari ke rumah sakit untuk menyelamatkan bayinya.
Tapi takdir berkata lain, tubuhnya terluka parah dan dia sudah kehabisan banyak darah. Pandangan matanya mengabur saat dia tiba dijalan besar dan berusaha menghentikan kendaraan yang lewat. Malang tak dapat dihalang, malam itu tak banyak kendaraan yang lewat dijalan itu. Tubuhnya semakin lemah dan matanya menggelap saat sebuah mobil berwarna hitam melaju kearahnya.
Arimbi merentangkan satu tangannya untuk menghentikan mobil itu tapi dia terlalu lemah. Arimbi terjatuh ke tanah dan bayinya terlempar. Mobil itu berhenti tepat satu meter dari tubuh Arimbi yang lemah dengan tangannya berusaha meraih bayinya. Dia kehilangan banyak darah dan tak ada tenaga untuk mengangkat tangannya. Airmata terus mengalir, dia pasrah pada nasibnya mungkin inilah akhir dari perjalanan hidupnya. Darah mulai menggenang disekitarnya.
Terdengar derap langkah mendekat, mata Arimbi terbuka lemah dan melihat sepatu pantofel hitam dan sebuah tangan yang mengambil bayinya lalu menyerahkan pada Arimbi. Tangan Arimbi mendekap bayinya dengan sisa tenaga, “Tolong. bayiku” ujarnya. Luka tusukan diperutnya begitu parah dan dia mulai kehilangan kesadarannya.
Sebelum kegelapan menyelubunginya, dia mencoba membuka mata untuk melihat siapa penyelamatnya. Samar-samar dia bisa melihat seorang pria yang duduk di kursi roda menatapnya dari samping mobil. Meskipun duduk dikursi roda tak mampu menyamarkan aura kebangsawannya. Arimbi mengenalinya, saat tatapan mata mereka bertemu Arimbi tersenyum namun senyumnya tak bisa terlihat akibat darah yang menutupi bibirnya.
‘Emir.’ bisiknya dalam hati memanggil nama pria itu. Orang yang menolongnya malam itu ternyata adalah Emir dan Tori asistennya yang kebetulan melewati jalan itu. Pria itu pernah menolongnya saat Arimbi mendapat masalah. Disisa napasnya, Arimbi merasa bersalah dan malu pada pria itu. Bayangan saat dia menolak pria itu, bayangan bagaimana pria itu membantu pemakaman orangtuanya.
Disela-sela sisa kesadarannya dia berkata didalam hatinya, ‘Emir jika ada kesempatan untuk bertemu denganmu lagi kelak, aku akan membayar hutang budiku padamu dikehidupan yang akan datang.’ lalu mata Arimbi perlahan menutup rapat. Semua rasa sakitnya hilang bersamaan dengan matanya yang tertutup rapat.
Tragis, nyawa Arimbi tak tertolong malam itu dia menghembuskan napas terakhirnya sebelum sempat dibawa kerumah sakit. Tubuh bersimbah darah sambil mendekap mayat bayi perempuannya itu tergeletak di tepi jalan tak bernyawa.
“Tuan, wanita ini sudah meninggal.” ujar Tori setelah memeriksa nadi wanita itu.
“Cepat telepon ambulan!” ujar Emir. Matanya menatap lurus pada wanita yang terbujur kaku dijalan itu, dia menghembuskan napas panjang seakan melepaskan rasa gundah didadanya. “Urus pemakamannya!”
“Tapi Tuan----.” Tori hendak protes tapi tatapan tajam Emir membuatnya bungkam.
...*******...
Sesosok tubuh yang terbaring diatas ranjang perlahan membuka matanya. Dia mendengar suara orang yang sedang berbicara, “Tuan Muda Emir! Dr. Gani mengatakan bahwa wanita itu kehilangan banyak darah dan koma. Sekarang pendarahannya sudah berhenti, mungkin sebentar lagi dia akan sadar.”
‘Jadi aku hanya kehilangan banyak darah. Aku pikir aku sudah mati!’ bisik hati Arimbi. ‘Bayi! Bayinya! Mata Arimbi tiba-tiba membelalak terbuka dan hal pertama yang dilihatnya bukan langit-langit ruangan itu melainkan sepasang mata gelap dan dingin yang sedang menatapnya. Pemilik mata itu mempunyai wajah yang sangat tampan, rambut hitam lebatnya, hidung mancung dan ekspresi wajah yang tenang namun tegas. Tatapan matanya yang dingin dan menusuk membuat pria itu terkesan angkuh. Wajah ini…..tunggu dulu! Aku ingat wajah ini……!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 501 Episodes
Comments
kriwil
mungkin juga karma karna membangkang sama orang tua si arimbi 😀 karna cinta jadi bodoh
2024-07-20
1
meMyra
sadis sekali ya
2024-05-18
1
Noor Khasanah
tega banget sih
2024-02-28
1