tring... tring...
suara alarm membangunkan Devan. Devan
bangun tepat jam 5 pagi, dia sengaja sudah menyetel jam alarmnya agar bisa bangun lebih awal dari Nuri.
"Sebaiknya aku cuci muka dulu." gumam Devan. Devan pun berangsur turun dari ranjangnya melangkah menuju kamar mandi.
Selesai mencuci muka, Devan mengelap wajahnya lalu mengganti piyamanya dengan baju kaos dan celana pendek selutut. Kemudian dia keluar dari kamarnya menuju kamar Nuri.
Maksud hati ingin memastikan Nuri masih tertidur, tapi dia malah melihat Nuri sedang menengadahkan tangan berdoa kepada Yang Maha Kuasa.
Engkau Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berilah hamba kekuatan dalam mengarungi rumah tangga yang cukup melelahkan ini. Hamba bukan orang yang suci, tapi Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Ya Allah, hamba tidak ingin meminta yang terbaik, karna Engkau lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba dan hamba selalu meyakini pilihan-Mu. Kuatkan hati hamba sekuat karang di lautan dan berilah hamba kesabaran yang tanpa batas agar hamba tidak putus asa mempertahankan rumah tangga kami, karna hamba tidak ingin menyerah tapi hamba juga tidak ingin terus tersakiti. Bukakanlah pintu hati Devan agar dia mau menerima anak yang tak berdosa ini. Mungkin ini teguran dari-Mu atas apa yang telah kami lakukan, sehingga kami tidak bisa hidup dengan rukun, agar kami menyadari betapa meruginya perbuatan yang telah kami lakukan. Ya Allah, hamba mohon ampunilah dosa-dosa yang telah hamba dan suami hamba lakukan, sesungguhnya Engkau Yang Maha Pengampun, tidak ada dzat yang lebih adil kecuali Engkau.
Mendengar Nuri sedang berdoa memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa, Devan jadi tertunduk malu. Dia tidak mau menerima anaknya sendiri, bahkan sampai lupa diri untuk memohon ampun kepada Allah SWT.
Bagaimana aku bisa sekeras batu, sampai aku melupakan Tuhanku yang telah memberiku kehidupan. Aku malu kepada-Mu entah seberapa jauh aku melupakan-Mu, selama ini aku hanya peduli pada duniaku yang pada kenyataannya dunia ini hanya milik-Mu. Aku juga malu kepadanya, dia bahkan selalu ingat kepada-Mu. Ampuni aku, Ya Allah. Berilah aku kesempatan untuk menjadi lebih baik.
"Semoga aku tidak terlambat, aku akan belajar menerima wanita yang kini bersamaku." gumam Devan sambil mengucek kedua matanya yang dia rasa air matanya hampir keluar.
Devan meninggalkan kamar Nuri, dia menuju dapur dengan mengendap-ngendap agar Nuri tidak mendengar suaranya.
Devan berhenti di depan kulkas lalu membuka kulkasnya yang membuatnya kaget.
"Tidak ada apa-apa di sini, apa yang akan dia masak?" Devan termenung bicara sendirian.
Lalu dia menggeledah almari tempat menyimpan stok makanan dan bumbu dapur. Tapi semuanya juga banyak yang habis. Devan kesal kepada Nuri, dia berpikir Nuri sengaja tidak belanja.
Devan berjalan tergesa-gesa dengan ekspresi marah ingin menemui Nuri di kamarnya tapi saat dia sampai di depan pintu kamar, mendasak dia tertegun melihat Nuri sedang menghitung uang yang membuatnya tidak berani masuk.
"Uangku tinggal seratus ribu mana cukup untuk seminggu bahkan untuk tiga hari belum tentu cukup, kakak akan transfer seminggu kedepan, persediaan dapur sudah habis belum lagi yang lainnya, bagaimana aku akan membagi uang segini untuk seminggu." ucap Nuri tanpa dia sadari Devan sedang mendengar dan melihat dirinya.
Nuri mengekrutkan kening sambil memijat-mijat pelan, mendadak kepalanya pusing menghadapi krisis ekonomi sendirian. Jauh dari orang tua dan keluarga, bahkan suaminya tidak mau bekerja. Devan melihat semua kegundahan yang sedang Nuri rasakan. Saat Nuri akan keluar dari kamarnya untuk belanja, kehadiran Devan di depan kamar membuatnya terkejut.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nuri kesal karna Devan sudah membuatnya kaget.
"A-aku, aku mau sarapan, kenapa kau belum masak?" tanya Devan seolah tidak tahu krisis ekonomi yang sedang Nuri rasakan. Nuri merasa kesal, harusnya Devan memberinya uang bukan hanya bisa minta makan.
"Tidak ada sarapan hari ini." ketus Nuri sambil berjalan menuju pintu keluar dan Devan mengikutinya dari belakang.
Nuri berhenti mendadak lalu menoleh kebelakang dimana Devan terus saja mengikutinya.
"Kenapa mengikutiku?" tanya Nuri ketus.
"Hmm, kau mau kemana?" tanya Devan.
"Bukan urusanmu, kemana aku akan pergi memangnya kau peduli begitu?"
"Aku memang tidak peduli, tapi kau belum membuatkan aku sarapan bagaimana kau bisa meninggalkanku?"
"Masak saja sendiri beli mie instan terus rebus, simpelkan?"
"Baiklah pagi ini aku akan makan mie rebus seperti yang kau mau, kita akan memasaknya bersama." kata Devan sambil melengkungkan senyuman.
"Apa kau demam?" tanya Nuri sambil memegang kening Devan.
"Aku masih sehat." jawab Devan menurunkan tangan Nuri dari keningnya.
"Aku pikir kau sakit, sejak kapan kau mau makan mie rebus?"
"Sejak aku kelaparan dan kau tidak punya uang untuk belanja." jawab Devan.
"Aku punya uang kok, jangan sok tau kamu." jawab Nuri mengelak sementara di dalam dompetnya hanya ada uang seratus ribu.
"Seharusnya aku yang memberimu uang, tapi uang yang kakak berikan untuk kita aku sudah menghabisi semuanya." ucap Devan dengan ekspresi menyesal.
"Sudahlah, aku mau keluar tolong jangan ikuti aku." Nuri tidak peduli apapun alasan suaminya.
Saat Nuri berjalan tiba-tiba Devan menahan tangannya, tubuh Nuri langsung berputar ke hadapan Devan.
"Berikan uangmu!" pinta Devan dengan cara memaksa.
"Tidak mau, ini uang satu-satunya jangan kamu pakai Dev, kita mau makan apa jika kau ambil uang ini?" ucap Nuri sambil berusaha menyembunyikan dompetnya ke belakang.
"Kau diam saja di rumah biar aku yang ke warung beli mie instan." kata Devan.
"Sungguh, apa kau tidak malu belanja di warung?" Nuri sempat meragukannya, selama ini Devan jadi anak orang kaya yang setiap belanja selalu di supermarket atau di minimarket.
"Katakan saja kau mau mie apa, mie sedaap, sarimi, indomie, burung dara, pop mie, atau apa?" kata Devan meyakin Nuri.
"Terserah kau saja, tapi ingat uangnya jangan dibawa kabur." ucap Nuri dengan nada mengejek.
Devan menggeleng sambil tersenyum sebelum pergi, lalu dia berlari mengambil motornya di garasi. Setelah Devan pergi Nuri masuk ke dalam rumah dan menunggunya di dapur dengan wajah bersinar seperti mentari pagi.
Nuri tidak tahu apa yang sedang terjadi pada suaminya, bagaimana suaminya itu bisa bersikap rendah diri tapi Nuri mulai senang melihat ada sedikit perubahan di dalam diri suaminya.
Tidak masalah makan mie pagi ini, apapun makanannya yang terpenting adalah kebersamaan.
Nuri bergumam sambil duduk di sofa setelah dia kembali ke ruang tamu untuk menunggu Devan. Karna Devan agak lama belanjanya, Nuri pun berdiri di depan jendela yang berdampingan dengan pohon mangga milik tetangga. Buah yang terlihat sangat menyegarkan itu membuat saliva Nuri mengembang saat melihatnya, mendadak dia ingin sekali makan mangga muda tetapi dia belum punya uang untuk membelinya, sehingga terpaksa Nuri harus menahan hasratnya untuk tetap bersabar sampai mereka punya uang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Arl
lanjutt Thor😍
2020-06-13
1
Ig & fb : Karlina_Sulaiman
Kak Semangat ya..
salam "MDS & kembali "
2020-06-13
1
Nanda Silvya Nur Annisa
lnjut lgi dong skrng 3 kli up hehe
2020-06-13
3