Sesampainya kami di rumah tiba-tiba Devan melepaskan tanganku dengan kasar. Aku semakin bingung dan sulit mengerti dengan sikapnya yang mudah berubah-ubah.
Devan langsung berlalu ke dalam kamarnya, aku baru menyadari aku masih mengenakan jaket yang Devan berikan untukku, aku tidak tau apa alasannya mengapa dia menyuruhku memakai jaket itu dan aku juga belum sempat bertanya kepadanya.
Aku putuskan untuk mengembalikan jaketnya, tapi sebelum itu aku mengambil kotak p3k untuk mengobati luka memar di wajah dan tubuh Devan.
Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan dia terluka, apapun rupa dan tingkahnya dia tetap suamiku dan calon ayah dari anakku. Walaupun tidak ada rasa cinta tapi takdir yang salah telah menyatukan aku dan Devan dengan adanya scandal yang menimpa kami berdua.
Devan melirikku secara sekilas saat aku masuk ke dalam kamarnya. Aku tidak berani mendekati dia yang sedang duduk di atas tempat tidur. Wajahnya terus meringis kesakitan memegang bahunya yang terluka.
"Boleh aku duduk di sini?" aku mencoba memberanikan diri meminta izin darinya untuk duduk di atas tempat tidurnya, tanpa menoleh ke arahku dia menjawab dengan anggukan, segeralah aku duduk di belakangnya.
"Aku membawa obat, boleh tidak aku bantu mengobati luka di wajahmu?" tanyaku lagi, kali ini dia tidak bergeming sama sekali sehingga aku takut kepadanya.
"Letakkan saja obatnya di atas nakas, dan kau segera keluar dari kamarku." sahutnya dingin, aku pun segera meletakkan obat sesuai perintahnya tapi aku menetap di kamarnya dengan berdiri di belakangnya.
"Kenapa masih di sini?" ketus Devan bertanya.
"Aku, aku, aku hanya ingin bertanya." jawabku, Devan sama sekali tidak bergeming setelah aku bicara.
"Ke-kenapa kau bertengkar di pesta tadi?" aku menanyakan apa yang ingin aku tanyakan.
Devan diam sambil memutar tubuhnya menghadapku. Di pandanganya sekujur tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki, mendadak pikiranku bercampuraduk, aku takut dia akan memaksaku untuk melakukannya lagi.
"Jangan melihatku seperti itu, kau sudah pernah melihat semuanya." kataku, lalu aku segera membelakanginya agar dia berhenti menatap tubuhku.
"Apa kau tidak sadar saat bahaya mendekatimu? kau memang bodoh sampai tidak menyadarinya." ucap Devan mengagetkanku refleks aku kembali menghadap ke depan ternyata dia tidak memikirkan apa yang sedang aku takutkan.
"Maksudmu bahaya apa? bukankah kau sudah membawaku dalam bahaya sampai aku dibuang oleh orang tuaku, aku tidak takut dengan bahaya lainnya lagi." jawabku.
"Sekarang aku mengerti kau yang memancing bahaya datang menghampirimu." kata Devan.
"Sembarangan! Cepat beritahu aku, kenapa kau memukul tiga pemuda tadi?" tanyaku kembali pada apa yang sudah membuatku penasaran.
"Kau lihat saja dirimu di hadapan cermin, kau bahkan sangat ceroboh." kata Devan.
Sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? Aku jadi penasaran sehingga aku mendekati cermin yang ada di kamar Devan tidak jauh dari tempat tidurnya. Aku berdiri di hadapan cermin selama 5 menit untuk menemukan apa yang salah pada diriku, sampai akhirnya setelah 10 menit aku menemukan titik kesalahanku dan itu membuatku sangat malu.
Aku lupa menutup seleting belakangku yang membuat punggungku terekspos sangat jelas saat di pesta tadi tapi beruntungnya Devan seolah menjadi pelindungku, walau dia merusak kesucianku tapi aku tidak menduga dia juga yang melindungi kehormatanku.
Sekarang aku mengerti apa yang suamiku maksud, mengapa dia mengatakan ada bahaya yang akan mendekatiku tapi aku tidak menyadari ternyata ini yang membuat dia sampai rela bertarung dengan pemuda-pemuda yang sudah mengikutiku.
"Memangnya kenapa jika mereka menatapku seperti tadi biarkan saja." aku bersikap keras kepala dengan membela diriku sendiri.
Aku melihat diriku di depan cermin tapi ternyata ada mata yang mengawasiku, aku merasa gugup dia terus saja memperhatikan bayanganku di dalam cermin.
Dia mulai bangkit dari tempat tidurnya perlahan berjalan ke arahku. Dia berhenti tepat selangkah di belakangku, aku memperhatikannya dari pantulan cermin, kami saling memandang bayangan melalui cermin.
"Aku tidak akan membiarkan kejadian seperti tadi terulang kembali." ucap Devan.
"Mengapa tidak?" tanyaku.
"Itu karna..." Devan selalu senang menghentikan kalimatnya di tengah-tengah pembicaraan dan itu membuatku sangat jengkel.
"Karna apa? ayo katakan." aku memaksanya.
"Karna aku tidak menyukai mereka." jawabnya tersendak-sendat.
"Oh, hanya karna itu ya sudah aku akan keluar dari pada buang-buang waktu." kataku, aku memilih akan keluar dari kamar Devan setelah dia membuatku jengkel berulang kali.
"Aku tidak suka mereka melihatmu seperti tadi." katanya lagi dengan nada yang cepat sebelum aku membuka pintu kamarnya.
Dengan posisi yang masih membelakangi Devan, aku membesitkan senyuman kata-katanya membuat jantungku berdebar-debar. Aku tidak memahami perasaan ini, tapi aku senang mendengarnya.
"Aku tidak menduga kau akan mengatakan itu malam ini." ucapku.
"Kau jangan salah paham dulu, aku hanya tidak suka mereka membuat keributan." jawab Devan.
"Benarkah? kau sendiri yang membuat keributan itu terjadi." kataku.
"Semua terjadi karnamu kau yang mengundang masalah, bukan kesalahanku." ternyata suamiku pandai sekali menyangkal kenyataan dengan menyalahkanku.
"Bilang saja kau peduli padaku." kataku sambil memainkan alisku ke atas ke bawah sambil senyum menyeringai menatapnya.
"Aku peduli padamu? itu mustahil." ujar Devan. Aku bingung mengangkat kedua bahuku ke atas sambil menghela nafas berat, sikapnya sangat menyebalkan.
"Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan berkehendak." jawabku.
"Keluar! aku mau tidur." ketus Devan.
Devan langsung mendorong tubuhku keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat agar aku tidak bisa masuk ke dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Nanda Silvya Nur Annisa
lanjut dong. dh nunggu nih
2020-06-12
1
👑🐒Ning Dita❤️⭐💝💖
koq g up author
2020-06-12
0
Kanaya putri Patrecia
lanjuuttttt
2020-06-12
1