Keesokkan paginya
Sikapku memang suka nyeleneh jadi aku menganggap hal ini biasa saja. Aku mengemas semua pakaianku ke dalam koper, dengan semangat aku menyeret koper ke ruang tamu lalu kubuka lagi koperku di sana, aku membongkar semua pakaian yang aku kemas tadi.
Tepat pukul 8 pagi bersamaan dengan Devan yang selalu keluar dari kamarnya dijam yang sama, aku mulai mengoceh sendirian dengan janin di dalam perutku sambil memilah-milah baju.
"Sayang, baju mama tidak ada yang bagus bagaimana mama akan menghadiri pesta orang kaya itu dengan baju lusuh seperti ini." aku sengaja membuat suara nyaring saat Devan keluar dari kamar.
Aku memantau sedikit ke arahnya, dia masih berdiri di depan pintu kamar sambil curi-curi pandang ke arahku tapi setiap aku melihatnya dia langsung berkilah seolah tidak melihatku.
"Oh iya, mama baru ingat papamu akan membelikan mama baju baru sayang, kenapa coba mama harus repot-repot memberantakkan semua ini, aduh dasar mamamu ini memang bodoh." kataku sambil manggut-manggut dengan tingkahku yang seperti orang bodoh. Devan masih berdiri di sana meski dia tidak melihatku tapi aku yakin dia mendengarkan apa yang aku bicarakan.
"Ya kau memang bodoh." sahut Devan sepertinya suamiku mulai terpancing untuk mendekatiku setelah aku mengoceh sendirian. Perlahan dia mulai berjalan ke arahku, segera mungkin aku mengalihkan pandangan seolah tidak tahu dia akan mendekat.
"Kau bodoh, tidak ada gunanya kau memberantakkan pakaianmu karna aku tidak akan memberimu gaun itu." ucap Devan.
Aku mendongak ke atas kutatap wajah buruknya itu, lalu aku bangkit dengan santai sambil mengekengkan tangan di kedua pinggangku.
"Aku akan mendapatkan apa yang aku mau, hari ini pasti aku dapatkan." ucapku mengancamnya.
"Kau tidak akan mendapatkannya karna aku tidak akan membawamu menghadiri acaranya." sahut Devan.
"Keras kepala." gumamku.
"Kau lebih keras kepala." rupanya Devan mendengarnya dan membalasku.
"Dengar, dia mengundang kita berdua, jadi kita akan pergi bersama-sama."
"Kita? Aku sendiri saja tidak denganmu."
"Baiklah aku tidak akan ikut denganmu, tapi berikan aku uangnya dan aku akan pergi sendiri." pintaku.
"Kau tidak akan mendapat gaun atau pun uang, aku tidak punya uang untukmu."
"Aku tau kita tidak punya uang karna kita hidup dari uang kak Hessel, kau bahkan tidak pernah menafkahiku kita mendapat uang hanya dari mereka." jawabku, memang benar hanya kakak yang peduli kepada kami. Mereka yang memberi kamu uang sementara suamiku tidak mau bekerja.
"Tapi aku tau kau punya uang, aku sudah melihat hadiah yang akan kau berikan untuknya, aku hanya meminta hakku itu pun hanya untuk membeli gaun pesta cepat berikan uangmu." ucapku lagi.
"Jadi kau menggeledah kamarku, kenapa kau lakukan itu?"
"Aku hanya mencari cincin pernikahan kita, karna aku melihat sejak hari pertama pindah kemari kau sudah melepasnya, tapi aku malah menemukan kado itu untuk dia."
"Kau benar-benar memata-mataiku, aku tidak akan memberimu uang kau tidak boleh datang ke pestanya." Devan kesal dan tetap kekeh dengan keputusannya.
"Kau bilang tidak punya uang tapi kau bisa membeli kado semahal itu, kau berbohong kepadaku."
Aku sedih suamiku sendiri tidak mau menafkahiku sementara wanita itu akan mendapat kalung emas darinya aku rasa Devan sudah melewati batasan, tapi denganku saat aku memintanya untuk membeli baju baru dia menolak dengan berbagai alasan padahal dia punya uang yang kakak transfer kemarin.
Tapi dengan segera aku mencoba menepis kesedihanku dan terus berusaha tegar karna aku tidak mau dia melihatku menangis lagi dan menganggapku wanita yang lemah.
"Kau tau, seorang pria yang sudah menikah wajib hukumnya untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, jika dia melalaikan atau lari dari tanggungjawabnya maka Allah akan menarik semua yang dia miliki." ucapku dan aku juga kekeh untuk meminta hakku.
"Aku tau itu, kau tidak perlu mengajariku." ketus Devan.
"Hmm, kalau begitu berikan aku uangnya agar kau bisa menafkahiku meskipun masih memakai uang dari kakak." pintaku terus mendesaknya lagi sambil mengulurkan tangan kananku ke arahnya.
"Benar-benar keras kepala." Devan menggerutu, dia balik lagi ke kamarnya aku pikir dia akan mengambil uang jadi aku mencak-mencak kesenangan.
Setelah beberapa menit aku menunggunya, akhirnya Devan datang lagi dan dugaanku benar dia mengambil beberapa uang yang warnanya merah-merah. Aku tersenyum menyeringai membawa lidahku sedikit ke samping sambil menyipitkan sebelah mataku.
"Dasar materialistis." ketus Devan.
"Ini hakku aku bukan cewek matre." sahutku sambil menjulurkan lidah ke arahnya.
"Arghhh... menyebalkan." gumam Devan.
"Kalau beginikan tidak perlu bertengkar, apa susahnya membagi uang untukku, terima kasih tapi aku tetap akan pergi ke pestanya bersama dengan Albi, dadah..." kataku setelah mengambil uang itu dari tangan Devan, aku segera berlari menuju kamarku.
Ternyata suamiku mengejarku di belakang, rupanya dia mulai merasa kesal saat aku mengatakan akan pergi bersama temannya.
Devan menangkap tubuhku hingga terlihat dia seperti sedang memelukku dari belakang. Dia berusaha merebut uang dari tanganku sampai akhirnya setelah aku berusaha melindungi uang itu dia tetap bisa mengambilnya lalu segera melepaskanku.
"Ah! uangku." rengekku sambil berusaha mengambilnya dari tangan Devan yang di angkatnya ke atas.
"Tidak akan aku berikan."
"Kembalikan uangku." aku masih merengek agar dia merasa kasihan kepadaku.
"Dengarkan aku, kau tidak boleh pergi bersama Albi dia masih single kau tidak pantas bersamanya." ucap Devan memarahiku.
"Kenapa tiba-tiba kau melarangku, aku bisa menjadi pasangannya di pesta itu lagipula kau sudah punya pasangankan si pemilik pesta lalu kenapa aku tidak bisa." jawabku sambil berkilah mengangkat sedikit kepalaku terlihat seperti menyombongkan diri.
"Tidak ada yang akan membawamu pergi." Devan semakin serius dan aku menoleh ke arahnya.
"Tapi aku ingin pergi, kau tidak boleh melarangku karna aku tidak melarangmu."
"Karna kau..." Devan tiba-tiba menghentikan kalimatnya dan diam sejenak.
"Ada apa denganku?" tanyaku dibuatnya penasaran.
"Kau akan pergi denganku." ucap Devan tiba-tiba membuatku terpaku tanpa berkedip saat mendengarnya.
"Kau yakin akan pergi denganku?" tanyaku memastikannya, aku sengaja menyenggol-nyenggol tubuh Devan.
"A-aku tidak yakin, dari pada aku memberimu uang tapi kau akan pergi dengan orang lain lebih baik kau pergi denganku karna aku yang memberimu nafkahkan?" Devan lari dari alasannya dengan memberi alasan lain.
"Oh begitu, baiklah aku akan menelepon Albi dan mengatakan padanya kita akan pergi bersama." kataku padahal aku sama sekali tidak memiliki kontak Albi, aku hanya sengaja membuat suamiku merasa kesal.
"Jangan katakan apapun padanya, kau bersiap-siaplah kita akan pergi ke butik." ucap Devan.
"Bilang saja kau ingin bersamaku." kataku.
"Jangan kepedean kamu, cepat sana berkemas atau aku akan membatalkannya." Devan mengancamku.
"Kita akan mencari gaunkan?" tanyaku sambil mengedip-ngedipkan kedua mataku yang centil.
Devan mengangguk dengan gaya arogannya, tapi aku sangat senang mendengarnya. Aku segera masuk ke dalam kamar dan naik ke atas tempat tidur lalu melompat-lompat di sana. Entah mengapa hatiku mulai senang sekarang sampai aku hampir lupa kalau aku sedang hamil, dengan seenaknya saja aku melompat girang di atas kasur.
"Sayang, mama minta maaf papamu hampir membuat mama melupakanmu." aku menyesal dan langsung berhenti dari lompatanku dan segera berkemas untuk ikut bersama Devan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Sutriani
ceritanya menarik tapi....ag bacanya kok nyesek ya😥😥😥
2020-06-11
1
Lynn💚
Cemunguttt thor❤❤❤
Jangan bosen untuk mampir lagi ya😊
2020-06-10
1
Gisella Pratama
d tunggu ya thorr up nya
2020-06-09
2