Devan bersenang-senang di cafe bersama teman-temannya sampai dia lupa diri kalau dirinya bukan pria bujangan lagi. Teman-teman sekolah Devan juga tidak ada yang mengingatkan Devan untuk menyuruhnya pulang mereka sengaja membuat Devan lupa waktu.
"Dev, apa istrimu tidak marah kau pulang malam setiap hari? kita pergi dari pagi tadi aku merasa tidak enak dengan istrimu." tanya Albi. Hanya Albi satu-satunya orang yang berani menanyai dan mengingatkan Devan.
"Hei Dev, menikah hanya buang-buang waktu, bikin pikiran kita rumit, tapi jika bersenang-senang seperti ini kita akan selalu merasa gembira tidak akan ada beban yang kita tanggung." kata Denis salah satu teman Devan.
"Benar sekali hanya menambah beban hidupku, aku tidak peduli padanya biarkan saja dia marah aku tidak akan mendengarkannya." jawab Devan.
"Kau keterlaluan Dev, kau juga yang menghamilinya bisa-bisanya kau mencampakannya sekarang." kata Albi.
"Siapa suruh dia mau, aku juga tidak memaksanya untuk hamil." sahut Devan. Albi tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Sekitar jam 7 malam, Riki datang ke cafe tersebut. Riki sudah 2 tahun bekerja di cafe itu karna dia sosok pekerja keras, setiap hari dia bekerja part time. Siang bekerja di pabrik sepatu malam bekerja di cafe. Saat Devan dan teman-temannya akan keluar dari cafe itu mereka berpapasan dengan Riki.
Semua teman Devan menyapanya dengan ramah, terkecuali Devan yang tidak pernah mau akur dengan Riki entah apa sebabnya.
"Kak Riki, kerja di sini?" tanya Albi.
"Sudah 2 tahun saya bekerja di cafe ini, kalian sudah mau pulang?"
"Iya kak, kita semua mau mampir ke tempat lain lagi."
"Baiklah tapi jangan biasakan pulang larut malam, besokkan sudah masuk sekolah."
"Beberapa hari ini saya tidak melihatmu di sekolah, kamu kemana saja Dev?" tanya Riki baik-baik.
"Bukan urusan Anda." ketus Devan kasar.
"Dia sudah meni..." hampir saja Albi keceplosan bicara untung teman Devan yang lainnya segera menetup mulutnya.
"Maksud dia, Devan sudah meninggalkan sekolah kita karna dia dipindahkan begitu kak." ucap Leo teman Devan yang menyumpal mulut Albi.
Riki pun meninggalkan mereka karna dia harus segera bekerja. Devan bersama teman-temannya pergi ke parkiran.
"Aku dengar-dengar kak Riki itu suka sama istrimu Dev, hati-hati kamu Dev nanti dia malah merebut hati istrimu, kamu lihatkan kak Riki punya pekerjaan, dia laki-laki yang bekerja keras sedangkan kamu tidak bisa apa-apa, aku tidak bermaksud membandingkan kalian tapi..."
"Tutup mulutmu Al, aku bisa saja memukulmu di sini jika kau masih membahasnya." ancam Devan sambil menutup mulut Albi dengan tangannya.
"Kau antar Albi pulang." Devan menyuruh Leo untuk mengantar Albi pulang karna dia merasa Albi hanya akan merusak suasana hatinya.
"Tega banget kamu Dev, kamu izin sama Nuri pergi bersamaku itu berarti kita harus pulang bersama-sama juga." ucap Albi.
"Aku mau pergi sama Denis, dan kamu jangan bilang-bilang sama Nuri kalau aku akan bertemu dengan Keysa." ancam Devan lagi. Albi bahkan merasa seperti tidak mengenal Devan yang kini berubah jadi orang yang angkuh dan penuh amarah padahal sebelumnya mereka berdua sangat dekat.
*****
Aku sedang tidur di kamarku tiba-tiba aku mendengar suara bel rumah berbunyi yang membuatku terbangun dan bergegas membukakan pintu.
Begitu aku membuka pintu prakkk... Devan terjatuh di muka pintu dan langsung memuntahkan cairan kental yang baunya sangat menyengat.
Bau apa itu, aku tidak terlalu mengenalinya tapi aku pikir suamiku baru saja minum sehingga membuatnya mabuk seperti ini.
"Devan sadarlah, apa yang terjadi?" ucapku sambil menguncang tubuhnya dan menampar pelan kedua wajahnya.
"Ambilkan air... panas... air... cepat ambilkan... arghhh panas sekali." lenguhnya dengan mata terpejam tapi mulutnya berbicara dan tubuhnya menggeliat ke sana kemari.
Aku bergegas ke kamar mandi dan mengambil seember air lalu ku siramkan ke sekujur tubuhnya yang membuat Devan langsung sadar dan memarahiku.
"Apa kau sudah gila?" bentaknya sambil berusaha berdiri.
"Aku waras, aku masih ingat segala hal."
"Kenapa menyiramku dengan air dingin?" bentaknya lagi.
"Kau memintaku mengambil air, itu aku sudah mengambilnya, kau kepanasan bukan?" Aku tidak tau kupikir dia meminta seember air.
"Kau sangat bodoh! tidak berguna!" bentaknya lagi tapi aku hanya diam berada di depannya.
"Minggir, aku mau lewat!"
Devan menolak tubuhku ke samping, dia pergi ke kamarnya dan aku mengikutinya dari belakang dengan jalan menjinjit agar dia tidak mendengar langkah kakiku.
"Kenapa mengikutiku?" Devan langsung melihat kebelakang setelah dia sadar aku sedang mengikutinya.
"Kau mau mandikan, ayo aku akan memandikanmu." Aku tersenyum menatapnya sejenak dan dia juga menatapku. Secepat mungkin aku menangkap tangannya lalu menyeretnya ke dalam kamar mandi.
"Bagaimana cara menghidupkan showernya?" Aku tidak tau menghidupkan shower karna di rumahku tidak ada tempat mandi seperti di tv-tv ini. Tanpa berbicara kepadaku Devan memencet tombolnya dan aku langsung mengerti bagaimana cara menghidupkannya.
Air shower langsung mengalir membasahi tubuh Devan dan membasahiku juga. Aku melihat ke atas sambil tersenyum dan berputar-putar menikmati guyuran air itu. Lalu aku berhenti dari kesenanganku sendiri dan kembali fokus mengurus Devan.
"Hentikan Nuri airnya sangat dingin." ucap Devan berusaha menghindar dari bawah shower tapi aku berusaha menghalanginya. Kata orang jika seseorang mabuk tubuhnya akan terasa panas dan kepalanya akan pusing, cara untung menghilangkannya adalah dengan cara menyiramkan air dingin ketubuhnya dan aku ingin melakukan itu pada suamiku.
"Apa kau akan membunuhku?" pekiknya sambil mencengkram tanganku dengan kasar dan segera kutarik tanganku hingga terlepas darinya.
"Kau tau, sekarang kau terlihat seperti orang bodoh yang tidak tau caranya mandi." kataku sambil cekikikan memperhatikan ekspresi Devan.
"Bisa-bisanya kau menyebutku bodoh, kau ingat siapa yang menjadi peringkat pertama saat di kelas dulu, itu aku sementara kau tidak dapat apa-apa." ucapnya. Aku tersenyum ternyata Devan masih mau mengingatnya yang membuatku merasa ada sedikit harapan untuk membuatnya menjadi orang baik seperti dulu.
"Cepat matikan showernya aku tidak tahan lagi." Devan terus saja mengoceh padaku sementara aku tidak peduli padanya dan tetap fokus dengan apa yang sedang aku kerjakan.
"Nuri, apa yang mau kamu lakukan, aku bisa mati membeku jika begini terus." teriak Devan saat aku mengunci pintu kamar mandi lalu mendekatinya lagi.
"Kau tidak akan mati membeku, percaya padaku." Aku menahan tubuh Devan sambil membersihkan baju yang di pakainya dengan sabun.
"Jangan menyentuhku, aku tidak memberi kamu hak." tapi Devan malah mendorongku, aku sedikit terkejut tapi langsung ku dekati dia lagi.
"Kau bisa menghindari perdebatan kita tapi untuk yang satu ini kau tidak akan bisa menghindarinya, kau habis mabukkan?" ucapku menarik tubuhnya lalu aku mengenduskan hidungku mencium aroma alkohol di tubuhnya.
"Apa pedulimu, aku tidak mabuk." Aku tau Devan masih mengelak dariku tapi naluri seorang istri tidak bisa dibohongi meski sekeras apapun dia mencoba menyebunyikannya.
Aku menuang shampoo ketanganku lalu kutarik kepala Devan dan mengacak-ngacak rambutnya dengan shampoo. Aku mengkeramas rambut Devan sekuat tenagaku, aku tidak peduli dengan ocehannya yang penting mabuknya bisa hilang.
Lalu ku raih shower di atas kepala Devan, setelah berhasil ku dapatkan aku menyiram pelan-pelan kepalanya lalu menyiram tubuh Devan secara bergantian sampai buih shampoonya hilang.
Devan benar-benar kedinginan terlihat dari tubuhnya yang menggigil tapi sekarang dia terlihat lebih baik. Aku segera membuka pintu kamar mandi untuk mengambilkannya handuk.
"Keringkan tubuhmu, setelah itu ganti pakaianmu." Aku menyerahkan handuk itu dengan membelakangi Devan. Dia mengambilnya secara kasar dan aku menerima sikapnya itu.
"Keluar dari kamarku." ucapnya membentakku. Aku keluar dari sana dan kembali ke ruang tamu untuk membersihkan kotoran tadi.
Aku tidak habis pikir bagaimana suamiku bisa merusak dirinya sendiri dengan minum-minum alkohol, tapi aku juga tidak mau menyalahkan diriku dengan beranggapan dia minum semua karna dia merasa terbebani dengan kehadiranku. Aku tidak mau berpikir seperti itu meski aku sempat berpikir demikian.
Devan hendak pergi tidur tapi begitu memejamkan mata dia malah melihat bayangan Nuri yang membuatnya terbangun dan sulit untuk tidur.
Ternyata dia belum puas menyiksaku seperti tadi sampai bayangannya ikut membuatku menderita.
Devan tidak habis pikir bagaimana dirinya bisa membayangkan Nuri sementara dia sangat membenci Nuri dan pernikahan mereka.
Tapi kenapa aku tidak menolak saat dia menyiksaku di kamar mandi seperti tadi, aku tidak akan membiarkan dia menyentuhku lagi, awas saja jika dia berani masuk ke kamarku lagi, biar aku beri dia pelajaran.
Tok... tok... tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk sontak depan masuk ke dalam selimut.
BERSAMBUNG...
Janga lupa like, komen, fav dan vote yaaa 👍😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ernika
mantap thor👍👍👍
2020-06-07
1
Indah febiola
lanjut
2020-06-07
3
Suhartini Tini
lanjuutt
2020-06-06
3