Suara sang Tante saat berteriak begitu menggelegar. Untung saja Al-Ghazali tinggal di perumahan elite, di mana tembok tinggi membatasi rumahnya dengan rumah tetangga. Bila saja Al-Ghazali tinggal di kampung, atau di kontrakan. Pasti sudah banyak para tetangga kepo melihat pertengkarannya dengan sang Tante.
Al-Ghazali menghela nafas berat. Mau tidak mau dia harus menceritakan semuanya pada sang Tante. Kalau dia telah menikah.
"Masuklah, Bun. Kita bicarakan baik-baik dengan kepala dingin di dalam. Jangan berteriak seperti orang yang tidak punya tata Krama dalam berbicara!" tegas Al-Ghazali lalu melangkah ke dalam rumah. Seraya menggenggam tangan mungil Laras.
Sang gadis sesekali melirik ke belakang dan terus mengejek wanita tua yang tidak diketahui siapa namanya itu. Begitulah Laras, bila dia tidak suka. Maka akan terus tidak suka. Apalagi orang yang mencari gara-gara dengannya.
Terkesan kekanakan. Tetapi, diam saja saat ditindas Laras tidak bisa. Cukup di masa lalu dia diam saja saat disakiti oleh keluarga angkatnya. Tetapi, tidak dengan sekarang. Dia akan menunjukkan siapa dirinya yang sekarang.
Al-Ghazali duduk di sofa bersama dengan Laras di sampingnya. Pria itu mengelus punggung tangan istrinya.
"Tolong ambil minuman dingin di kulkas untuk, Bunda!" titah Al-Ghazali dengan lembut pada sang istri.
Gadis itu menganggukkan kepalanya patuh. Dia tidak masalah disuruh-suruh oleh suaminya. Meski, harinya terasa dongkol sebab harus mengambil minuman untuk wanita yang telah mencelanya.
Setelah kepergian Laras. Al-Ghazali langsung bercerita pada sang Tante.
"Aku sudah menikah, Bun. Tiga hari yang lalu. Acaranya sederhana, cuma menikah di KUA saja. Ada nenek dan kakek juga!" jelas Al-Ghazali membuat wajah sang Tante melebar sempurna, dia nyaris serangan jantung mendengar cerita keponakannya.
"Kamu menikah dengan gadis tidak sopan itu? Dan tanpa sepengetahuan Bunda dan yang lainnya? Astaghfirullah, Al … Al … kenapa kamu menikah secara mendadak? Apa gadis itu hamil? Dia menggodamu? Atau menjebak mu? Makanya kalian menikah tiba-tiba?"
Sang Tante bertanya dengan nada kesal. Dia melontarkan pertanyaan yang sangat menghinakan Laras dan Al-Ghazali.
Pria itu berusaha untuk sabar. Ternyata benar, pakaian tertutup dan ilmu agama tinggi tidak menjamin seseorang bisa menjaga lisannya.
Kesombongan karena bertambah ketaatan juga bertambahnya ilmu agama sangatlah mengerikan.
Kesombongan bukan hanya, karena bertambah harta dan tingginya gelar atau jabatan. Tetapi, bisa juga karena bertambahnya Ketaatan dan itu benar-benar sangat berbahaya.
Merasa diri paling Sholeh, padahal banyak salah.
Laras yang mendengarnya langsung naik darah. Dia meletakkan botol minuman soda di atas meja dengan kasar. Membuat Al-Ghazali terkejut, sedangkan sang Tante tersenyum sinis.
"Ras," tegur Al-Ghazali lembut pada istrinya.
Sang gadis tersenyum manis.
"Maaf, Mas. Tanganku licin hehe." Dia tertawa cengengesan menutupi rasa kesalnya.
Al-Ghazali kembali menatap sang Tante. Dia menghela nafas berat, lalu kembali berbicara dengan nada lembut dan sopan pada tantenya. Agar wanita dewasa yang telah merawatnya tidak tersinggung.
"Bukan begitu, Bun. Aku menikahi Laras karena memang mencintainya. Aku jatuh hati pada karakternya yang ceria dan cerewet. Kamu berkenalan selama seminggu, lalu memutuskan untuk menikah. Mungkin terkesan buru-buru, tetapi, untuk menghindari dosa pacaran, aku memilih untuk segera menghalalkan Laras. Bunda tahu sendiri kalau segala sesuatu yang baik harus disegerakan. Ternyata setelah menikah, Laras adalah istri yang penurut. Aku semakin jatuh hati dibuatnya."
"Mungkin ilmu agamanya tidak setinggi, Bunda atau gadis pesantren yang pernah Bunda kenalkan padaku. Tetapi, aku menjamin kalau dia adalah gadis hebat yang sedang berjuang untuk melawan godaan setan agar tetap Istiqomah hijrah. Saat melihat wajahnya, aku bahagia dan tenang. Bukankah, sahabat pernah bertanya pada Rasulullah, tentang ciri-ciri wanita terbaik. Tetapi, Rasulullah tidak menjawab, wanita terbaik adalah wanita yang sholatnya banyak, puasanya banyak, sedekahnya banyak atau ilmu agamanya banyak."
"Tetapi, Rasulullah menjawab : wanita terbaik itu adalah ketika suaminya memandangi wajahnya, mampu membuat hati suaminya bahagia dan tenang. Dan aku selalu tenang dan damai melihat wajah Laras saat tersenyum. Aku nyaman dengannya, Bunda."
"Maaf kalau aku tidak memberitahukan Bunda dan Bunda Vira juga Om Aslan. Aku takut kalau kalian tidak akan setuju pada pilihanku. Bukan ingin durhaka, hanya saja, menikah itu ibadah terpanjang. Dan aku tidak ingin menjalani ibadah terpanjang ku bersama orang yang tidak aku cintai. Karena itu hanya akan menyakitinya, juga menyiksaku!"
Al-Ghazali menjelaskan dengan serius. Pria tampan itu benar-benar mengeluarkan isi hatinya. Tentu dengan kata-kata yang sopan dan enak di dengar.
Laras terharu mendengarnya. Sang suami benar-benar menghargainya, mencintainya dan menjunjung tinggi marwahnya sebagai seorang istri.
Sama sekali tidak merendahkannya.
Sedangkan, sang Tante yang mendengarnya nyaris meledak-ledak amarahnya. Dia mengepalkan tangannya erat, lalu kembali menatap Laras dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Sepertinya matamu salah, Al. Tidak ada yang istimewa dari gadis ini!" sindir sang Tante membuat wajah Laras berubah masam.
*
*
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
revinurinsani
kamu Tante jangan so Soleh...ingat saya lebih suka kalau ada seseorang yang batu kali tapi berlian dari pada dia mengaku ngaku berlian tapi digosok dia batu kali...Allah lebih suka orang yang kurang agama tapi taat dibandingkan dengan orang yang Soleh tapi sombong akan ilmunya
2023-11-25
1
Adelia Rahma
Eman kmu istimewa lampir. bener kata laras baju nya aja gamis muslimah tapi mulut dan hatinya tidak muslimah
2023-10-24
0
Musniwati Elikibasmahulette
Tante ,,,,itu menurut Tante
tapi Laras sangat istimewa di mata suaminya AL
2023-03-31
2