Tidak banyak yang hadir di acara akad. Hanya ada nenek dan kakek, juga beberapa saksi, yaitu pak RT dan beberapa tokoh di kompleks tempat tinggal Al-Ghazali.
Laras mencengkram erat gaun putih yang dipakainya. Dia sangat gugup sekarang, jujur saja seumur hidup dia tidak pernah membayangkan akan menikah suatu saat nanti, sebab sadar diri, kalau dirinya yang kotor. Banyak dosa dan sudah tak lagi perawan.
Namun, siapa tahu Allah mengirimkan Al-Ghazali untuk menjadi imam nya. Gadis cantik itu melirik suaminya yang sedang berhadapan dengan pak penghulu. Laras tak memiliki wali, orang tuanya telah meninggal dan dia tidak punya paman.
Terpaksa harus diwakilkan.
"Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinangan mu, Larasati binti Leonardo dengan mas kawin 56 juta rupiah di bayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Larasati binti Leonardo dengan mas kawin 56 juta rupiah di bayar tunai!"
Al-Ghazali menjawab dengan lantang membuat jantung Laras bergetar. Begitupun dengan sang nenek yang langsung memejamkan matanya.
"Ya Allah, mohon berilah anugerah-Mu pada pernikahan cucu hamba." Sang nenek berdoa dalam hati.
Saat seorang pria mengucapkan akad. Maka Allah dan Malaikat juga menyaksikan nya.
Arti dari akad tidaklah main-main. Al-Ghazali sudah siap akan hal itu, dia siap membimbing Laras ke jalan yang benar. Siap masuk ke neraka bila gagal membimbing istrinya ke jalan yang baik. Surga Al-Ghazali dipertaruhkan.
Tanpa sadar Laras meneteskan air matanya. Teringat dengan ibu dan ayahnya. Tidak ada yang menemani dirinya menikah dengan Al-Ghazali. Dia sendirian, tidak ada keluarganya yang hadir.
"Bunda, ayah … Laras sudah menikah, dengan pria yang taat agama. Doakan Laras ya, Bun, Ayah. Agar Laras bisa menjadi istri yang baik. Meski hanya 99 hari!" batin Laras berdoa dalam hati.
Begitupun dengan Al-Ghazali. Dia ikut bahagia, karena sudah berhasil mengucapkan akad dengan lancar. Sekarang statusnya sudah berubah menjadi seorang suami.
"Ya Allah … hamba sudah melakukan tahap awal untuk menyempurnakan agama hamba. Ya Allah, hamba mohon sembuhkan lah hamba! Beri hamba umur panjang, sungguh! Bila Engkau memperpanjang umur hamba. Hamba berjanji akan menjadi hamba yang semakin taat dan suami yang baik untuk Istri hamba!"
Al-Ghazali berdoa dalam hati. Matanya berkaca-kaca, dia ingin menangis. Tetapi sekuat mungkin ia tahan agar tetap kuat. Semua orang tersenyum cerah.
"Bagaimana saksi, sah?" tanya pak penghulu pada para saksi.
"Sah!"
"Sah!"
Mereka menjawab dengan lantang. Membuat Laras dan Al-Ghazali tersenyum malu. Mereka berdua saling mencuri-curi pandang untuk bertatapan. Pipi keduanya sama-sama merona.
Laras menoleh ke arah sang nenek. Dia mencium punggung tangan nenek mertuanya.
"Selamat ya, Nak! Maaf kalau Al nanti ada kurang-kurangnya. Kalau nanti punya masalah di keluarga, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah sholat! Mengadu pada Allah, kalau memang butuh teman curhat, kamu bisa datang ke rumah nenek atau telpon nenek ya! Jangan di pendam sendiri dan jangan ambil keputusan saat marah!"
Sang nenek memberikan nasehat pada Laras. Gadis cantik itu mengangguk kepalanya. Dia tersenyum manis, matanya berkaca-kaca. Tidak menyangka kalau nenek sangat baik kadang.
"Baik, Nek. Maaf juga kalau Laras bukan istri yang Sholeha! Ilmu agama Laras sedikit sekali!" balas Laras lembut membuat nenek tersenyum manis.
Dia mengelus punggung Lafasy.
"Jadilah hamba yang taat, maka insya Allah kamu pasti bisa menjadi istri yang Sholeha."
Laras menganggukkan kepalanya. Dia akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi hamba yang taat. Walau susah dan sulit nantinya.
Sedangkan, sang kakek yang mendampingi Al-Ghazali pun langsung memeluk cucunya.
"Selamat ya, Nak. Kamu sudah menjadi seorang suami! Sekarang kamu sudah mudah masuk surga, tapi, kamu juga mudah masuk neraka. Tergantung bagaimana kamu memimpin istrimu!" ujar sang kakek membuat Al-Ghazali paham.
"Ingat! Kalau istri punya salah, jangan marah. Kamu menikah dengan manusia bukan dengan malaikat. Kalau dia punya salah, beritahu di mana letak kesalahannya dengan lembut, jangan kasar. Karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Kalau kamu luruskan dia dengan paksa, maka dia akan patah. Tapi, luruskan dia dengan lemah lembut. Pasti dia akan patuh dan semakin mencintaimu!"
Sang kakek memberikan nasehat lagi. Al-Ghazali menganggukkan kepalanya.
"Baik, Kek."
Al-Ghazali tersenyum manis. Dia menoleh ke arah istrinya yang duduk tak jauh dari arahnya. Mata mereka bertemu seolah menyiratkan kerinduan. Jujur saja, Al-Ghazali ingin memeluk istrinya, begitupun dengan Laras.
"Ayo kita foto sekarang, Mas!" ajak fotografer yang disewa oleh Al-Ghazali.
Mereka semua pun segera berdiri. Laras mendekati Al-Ghazali.
"Cium tangan suamimu, Nak!" suruh sang nenek.
Laras pun segera mencium punggung tangan suaminya. Hati Laras dan Al-Ghazali terasa sangat hangat. Mereka bersentuhan dalam ikatan yang halal. Pahala bagi mereka berdua.
"Bacakan doa untuknya, lalu cium keningnya, Al!" titah sang kakek membuat Al-Ghazali paham.
Al-Ghazali segera meletakkan tangannya di atas ubun-ubun Laras, lalu membacakan doa.
"Allahumma inni as'aluka khoiroha wa Khoiro ma jabaltaha 'alaihi, wa a'udzu Bika min syarriha wa syarri ma jabaltaha 'alaihi."
Artinya: Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang engkau tetapkan atas dirinya.
Setelah membacakan doa itu, Al-Ghazali segera mencium kening istrinya. Sang fotografer pun mengabadikan momen bersejarah itu. Laras tersenyum manis, meski matanya berair.
"Mohon kerjasamanya agar kita berdua mudah ke surga," bisik Al-Ghazali membuat Laras tersipu malu. Pria itu sengaja menggoda istrinya
"Aku nggak mau berdua. Maunya rame-rame bareng anak-anak kita," balas Laras menggoda Al-Ghazali membuat pipi pria itu langsung memerah.
Alahmak … Al-Ghazali niat hati ingin menggoda Laras, tetapi, Laras malah menggoda balik, bahkan godaan Laras lebih hebat darinya.
1
2
3
Laras dan Al-Ghazali beserta nenek dan kek tersenyum ke arah kamera. Mereka berfoto bersama, momen bahagia itu dapat dirasakan semua orang.
*
*
Sedangkan di sisi lain, seorang wanita dewasa berumur hampir empat puluh tahun tersenyum cerah. Dia baru saja mendapatkan kabar gembira dari temannya.
Segera dia menghubungi adiknya yang berbeda usia darinya hanya tiga tahun.
"Assalamualaikum, Vira!" sapa wanita itu semangat.
[Wa'alaikumussalam, Mbak. Ada apa? Tumben telpon sore-sore begini?]
Wanita di seberang sana bertanya pada sang kakak.
"Ada kabar gembira, si Putri sudah pulang dari Arab. Dia sudah wisuda dan ibunya setuju kalau dijodohkan dengan Al!" ujar wanita itu semangat pada adiknya.
[Alhamdulillah, tapi, Al setuju nggak, Mbak? Takutnya dia nggak setuju atau sudah punya calon sendiri?]
"Nggak bisa! Al harus menikah dengan wanita pilihan, Mbak. Harus Sholeha dan pintar ilmu agama. Nggak bakal Sudi, Mbak. Punya keponakan ipar yang jauh dari kata Sholeha!" balas wanita itu dengan nada tegas.
Dia lupa kalau yang menentukan baik dan buruknya adalah Allah. Kesombongan bukan hanya datang karena harta. Tapi, karena bertambahnya Ketaatan. Sangat banyak orang Sholeh yang tak pernah merasa salah. Percayalah, orang yang seperti itu, tidak dijamin masuk surga.
*
*
Mohon bantuannya ya, Bunda-bunda 🙏🥺 agar karya ini bisa masuk rangking karya baru.
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰😘
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
di sinilah awalnya cobaan biduk rumah tangga Al dgn Sarah di uji
2023-10-24
0
Ayu Ayuningtiyas
benar banget itu thor...kadang org yg tinggi ilmu agamanya dan mengaggap mereka itu sholeh/sholekhah , maka biasanya org itu akan memandang rendahkan org yg kurang ilmu agamanya🙏
2023-03-10
4
nonsk2711
yg berhak menilai kita baik atau buruk hanya Allah SWT,jgn sombong di atas langit ada langit
2023-03-09
1