"Pakailah, aku yakin kamu akan semakin cantik kalau pakai pakaian ini."
Al-Ghazali sengaja memuji calon istrinya agar mau memakai pakaian gamis. Sontak saja mendengar pujian Al-Ghazali membuat hati Laras berbunga-bunga. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, perasaannya seperti meledak-ledak seperti kembang api.
Auww … si gadis rasa janda sedang salah tingkah brutal. Dia menutup setengah wajahnya dengan jilbab yang ia pegang. Malu-malu mengangguk kepalanya pelan, layaknya remaja perawan yang sedang jatuh cinta.
"Ekhm … ya sudah, siniin gamisnya! Aku mau pakai sekarang," pinta Laras seraya menyodorkan tangannya. Pria itu tersenyum manis, dia memberikan gamis ada Laras.
Sang gadis rasa janda segera masuk ke dalam kamar mandi. Dia memakai pakaian itu dengan cepat dan mudah. Setelah selesai, Laras menatap pantulan tubuhnya di hadapan cermin, membuat pipi gadis itu merona malu.
Terbayang wajah cantik ibunya saat masih hidup, sering kali memakai pakaian sopan seperti yang terpasang di tubuhnya sekarang. Mendiang ibunya merupakan ustadzah hebat yang telah membantu para mualaf mengucapkan syahadat. Salah satunya adalah ayah Laras.
"Bunda, sepertinya kisah Bunda terulang kembali. Bedanya aku seperti ayah yang sesat, dan calon suamiku ini seperti bunda yang lurus. Hihi … andai bunda masih hidup pasti akan senang punya calon menantu seperti Al. Tapi, aku percaya kalau Bunda di sana telah tenang, karena Bunda wanita Sholehah. Doakan Laras di sini agar bisa menjadi anak yang Sholeh juga!"
Laras berbicara pada dirinya sendiri. Sang gadis meraba wajahnya yang tampak semakin cantik memakai hijab. Aura yang keluar darinya sangatlah sejuk dan menenangkan. Bahkan, Laras sendiri merasa sangat nyaman memakai pakaian tertutup seperti ini.
Tetapi, apalah daya. Di masa lalu hidupnya sangat pelik dan penuh lika-liku. Sekarang Laras berjanji pada dirinya, akan berusaha memperbaiki diri agar bisa berjalan di jalan yang lurus.
Suara ketukan pintu kamar mandi terdengar. Al-Ghazali memanggil nya di balik pintu. Jantung gadis cantik ini berdegup dengan kencang. Dia merasa sangat deg degan sekarang.
"Laras! Apa kamu sudah siap?" tanya Al-Ghazali di balik pintu.
Laras tak menjawab. Melainkan segera membuka pintu. Keduanya bertatapan, Al-Ghazali terpana akan kecantikan Laras. Dia menatap sang gadis dari atas kepala hingga ujung kaki. Ternyata benar kalau hijab syar'i merupakan mahkota wanita.
Lihatlah sekarang Laras mantan gundik tampak semakin cantik dan adem setelah memakai pakaian gamisnya.
Laras memilin jubahnya. Dia merasa sangat gugup ditatapan Al-Ghazali sedalam ini.
"Ekhm … apa aku cantik memakai pakaian ini?" tanya Laras membunuh keheningan yang ada. Sontak saja mendengar suara Laras, membuat Al-Ghazali tersadar kalau dia telah jatuh ke dalam pesona Laras.
Buru-buru dia memalingkan wajahnya, sebab telah berdosa menatap Laras penuh hasrat.
"Astaghfirullah," batin Al-Ghazali berkali-kali mengucapkan istighfar.
Pria itu merasa bersalah pada Allah, karena telah melanggar aturan-Nya.
"Kamu cantik! Bahkan lebih cantik dari sebelum kamu memakai hijab!" puji Al-Ghazali jujur tanpa menatap Laras membuat sang gadis tersipu malu.
Dia menundukkan wajahnya, tak berani menatap Al-Ghazali yang kini menatap lurus ke depan.
"Terima kasih," cicit Laras malu-malu.
Sifat barbar yang dimiliki oleh Laras pun memberontak keluar. Dia berusaha untuk menggoda Al-Ghazali atau berjingkrak-jingkrak kegirangan karena telah dipuji oleh Al-Ghazali. Tetapi, sekuat mungkin ditahan, karena tidak ingin malu dengan pakaian nya.
"Sabar, Laras. Jangan barbar, kamu harus sabar. Besok setelah kami menikah, barulah aku keluarkan semua jurus barbar ku. Akan ku ajak dia main kuda-kudaan dari malam sampai pagi. Ha ha ha."
Laras tertawa jahat dalam hati. Sekali gadis bakal tetaplah nakal, namun kali ini Laras memilih untuk nakal secara syar'i. Yaitu nakal pada Al-Ghazali setelah menikah, bukankah menggoda Suami sendiri mendapatkan pahala banyak?
Tentu saja banyak.
"Ekhm. Ayo kita pulang ke rumah nenekku sekarang!" ajak Al-Ghazali membuat Laras mengangguk kepalanya.
Tidak ada barang yang harus dibawa pulang, karena Laras tidak membawa apa-apa. Sang gadis masuk ke dalam mobil Pajero sport milik Al-Ghazali. Sepanjang perjalanan keduanya mengobrol ringan.
Sungguh aneh, Laras yang notabenenya sangat jarang berbicara, lebih suka liar di atas ranjang, kini tampak nyaman berbicara dengan Al-Ghazali. Dulu dia hanya berbicara tentang hal yang menjorok pada hubungan dua insan di atas peraduan.
Sekarang Laras berbicara banyak hal lain.
"Apa nenek mu galak, Al?" tanya Laras penasaran membuat Al tersenyum tipis.
"Iya, nenek ku galak. Maaf kalau nanti ada kata-kata kasar yang keluar dari lisan nenekku. Tapi, percayalah, nenek ku orangnya baik. Mulutnya memang berbisa, tetapi hatinya hello Kitty," balas Al-Ghazali jujur membuat Laras terkekeh geli.
Dia tertawa mendengarnya. Laras telah bertemu banyak orang, dan rata-rata punya mulut tajam dan lidah beracun. Tetapi, Laras tidak tahu bagaimana menghadapi nenek Al-Ghazali yang notabene nya adalah nenek mertuanya.
"Tenang saja, Al. Aku sudah banyak bertemu dengan klien kasar. Dan aku kuat dengan.lidah tajam mereka!" balas Laras santai membuat Al-Ghazali terdiam. Dia merasa sangat sedih, karena kehidupan Laras sangat menyedihkan.
Dia melirik ke arah Laras, sorot mata mereka bertemu untuk sesaat. Kemudian Al-Ghazali memutuskan pandangan mereka. Dia beralih menatap lurus ke depan.
"Kamu gadis kuat dan hebat, makanya Allah beri kamu ujian yang berat!" puji Al-Ghazali membuat Laras tersenyum miris.
"Bagaimana kalau aku tidak sekuat yang Allah kira?" tanya Laras balik dengan suara sedih.
Al-Ghazali yang mendengarnya pun terdiam sesaat. Pria tampan itu mencengkram erat stir mobilnya.
"Kamu kuat, hanya saja tidak sadar. Buktinya kamu bisa berada di titik ini! Artinya kamu kuat!" jelas Al-Ghazali membuat Laras menarik sudut bibirnya ke atas berbentuk senyuman miris.
"Aku hanya pura-pura kuat, bukan beneran kuat!" sanggah Laras tak dapat menutupi kesedihan hatinya, bila mengingat betapa dahsyatnya ujian yang Allah berikan kepadanya.
Benar apa yang dikatakan oleh Laras. Banyak sekali manusia yang diuji dengan masalah hebat, tetapi, mereka harus pura-pura kuat agar tak tampak lemah di depan manusia.
"Pada dasarnya manusia itu lemah. Kita kuat karena Allah menguatkan kita, walau sering kali kita merasa lemah, sedih dan nyaris putus asa dalam hidup! Nyatanya kita bisa bertahan sampai di titik ini, karena kita pura-pura kuat. Berpura-pura kuat membuat kita merasa kuat, hingga pada akhirnya kepura-puraan itu menyatu dengan diri kita!"
Al-Ghazali menjawab dengan bijak membuat hati Laras terasa seperti dihantam oleh benda keras. Dia merasa tertampar, di situ sisi dia merasa seperti musafir yang sedang kehausan di Padang pasir, lalu tiba-tiba bertemu dengan oase.
Laras membuang wajahnya ke luar jendela. Dia menghapus cairan bening yang jatuh membasahi pipinya. Sang gadis merasa sangat bersyukur bisa bertemu dengan Al-Ghazali.
Perjalanan cukup hening setelah pembicaraan mereka. Hingga Al-Ghazali kembali bersuara.
"Mulai sekarang panggil aku, Mas Al, ya! Jangan sampai di depan nenek kamu panggil aku, Al. Bisa-bisa kamu di ceramahi panjang lebar nanti sampai telingamu panas!" pinta Al-Ghazali membuat Laras mengalihkan atensi ke arahnya.
Sang gadis tersenyum manis. Dia malu-malu kucing.
"Mas Al," panggil Laras dengan suara lembut dan menggoda.
Blush.
Pipi Al Ghazali langsung merona. Dia tidak tahu harus menjawab apa, karena memang sedang salting brutal kalau kata anak jaman sekarang.
Deg deg deg.
"Jantungku sedang tidak baik-baik saja, sepertinya aku harus ke rumah sakit lagi untuk memeriksa keadaan jantung ku," batin Al-Ghazali salah tingkah.
*
*
Maaf telat update Guys. 🥰🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
revinurinsani
lucuuu orang Soleh kalo salting
2023-11-25
0
Adelia Rahma
yah malu malu meong lagi
2023-10-24
0
yani suko
sholehah
2023-09-06
0