Setelah beberes, Al-Ghazali dan Laras langsung cek out dari hotel. Mereka pulang ke rumah Al-Ghazali. Laras menatap keluar jendela, dia menurunkan kaca jendela, lalu meresapi dinginnya angin waktu subuh.
"Segar, 'kan, angin waktu subuh?" tanya Al-Ghazali pada istrinya membuat Laras menganggukkan kepalanya cepat.
"He'um, Mas. Segar banget! Selama sepuluh tahun terakhir, baru kali ini aku hidup udara segar waktu subuh. Karena, setelah melayani klien biasanya aku langsung tidur pulas dan bangun jam 12 siang!" celetuk Laras membuat wajah Al-Ghazali berubah datar.
Pria Itu tidak suka kalau sang istri membahas tentang klien nya. Padahal Al-Ghazali sudah memperingatkan Laras, untuk tidak bercerita. Karena Al-Ghazali sangat cemburu.
Laras melihat wajah suaminya seperti menahan marah, segera tersadar. Kalau dia telah salah berbicara.
Gadis itu merasa sangat bersalah. Dia langsung menggenggam tangan sang suami.
"Maaf ya, Mas. Kalau ucapan aku tadi buat kamu kesal, aku janji akan berubah sedikit demi sedikit. Tadi, aku keceplosan, karena selama sepuluh tahun terakhir. Pekerjaan ku sudah menjadi kebiasaan ku, dan kebiasaan ku cuma itu-itu saja. Tidak ada yang lain. Makanya, aku tidak tahu harus ngomong apa, selain kebiasaan ku!"
Laras berbicara, dia berusaha menjelaskan isi hatinya dan meminta maaf pada sang suami.
Sang suami yang mendengarnya pun merasa sangat bersalah, dia sadar kalau Laras sedang berusaha untuk move on dari masa lalunya.
Bukankah sudah sewajarnya seseorang membicarakan pekerjaan atau kebiasaan nya? Kalau orang bekerja tentang medis, pasti delapan puluh persen pembicaraan nya tentang medis.
Begitupun dengan Laras.
"Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Karena sudah buat kamu merasa bersalah! Tadi, aku cuma cemburu saja! Aku paling tidak suka kalau kamu bicara tentang pria lain!" jelas Al-Ghazali apa adanya.
Sebenarnya, pria itu terlalu malu untuk mengakui isi hatinya. Namun, teringat kalau umurnya takkan panjang. Dia harus jujur agar saat pergi nanti tidak ada penyesalan, karena kebohongan nya.
Laras yang mendengar Al-Ghazali cemburu pun tersenyum senang. Dia memeluk lengan sang suami. Tak lupa menghadiahkan kecupan di pipi Al-Ghazali.
"Muah … aku senang banget kalau kamu cemburu, Mas. Itu artinya kamu udah mulai cinta sama aku! Ahh … senangnya aku, suamiku sudah mulai jatuh cinta sama aku!" teriak Laras dalam mobil membuat Al-Ghazali tertawa kecil.
Hari-harinya pasti akan sangat berwarna, karena tingkah Laras yang sangat ceria dan barbar.
"Mau sarapan di mana? Warteg? Restoran atau sarapan di rumah?" tanya Al-Ghazali membuat Laras mengetuk dagunya dengan jari telunjuk.
Gadis itu sedang berpikir keras. Perutnya sudah sangat lapar.
"Makan di restoran saja deh, Mas! Soalnya udah lama aku nggak makan di restoran, kalau di warteg mah udah sering! Karena dulu si nenek lampir kasih jajan buat aku, cuma cukup belum nasi di warteg!" celetuk Laras teringat Fitri ibu angkatnya yang jahat sekali.
Al-Ghazali yang mendengarnya, langsung menaikkan alisnya sebelah. Dia penasaran dengan sosok nenek lampir yang di maksud oleh Laras.
"Nenek lampir? Siapa dia?" tanya Al-Ghazali membuat muka Laras berubah masam.
"Kita sarapan dulu aja, Mas. Nanti sampai rumah aku ceritain semuanya sama kamu!" balas Laras membuat Al-Ghazali menganggukkan kepalanya.
Al-Ghazali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Saat dilihat ada sebuah restoran, langsung pria itu masuk ke dalam pelataran parkir mobil di restoran tersebut.
Keduanya turun, Al-Ghazali menggenggam tangan Laras dengan lembut. Mereka berdua tampak sangat serasi dengan tampilan baju islami mereka.
"Aku seneng banget, Mas! Akhirnya bisa ke restoran lagi!" ujar Laras manja seraya merebahkan kepalanya di pundak sang suami.
Al-Ghazali tersenyum lembut. Dia mengelus puncak kepala istrinya.
"Sekarang kamu bebas mau minta apa saja, selama itu tidak berlebihan, insya Allah kalau ada rezeki bakal aku turutin kemauan kamu!" balas Al-Ghazali lembut membuat Laras menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum cerah lalu menyelusup kepalanya ke ketiak sang suami.
Al-Ghazali tertawa, mereka berdua tidak sadar kalau banyak orang yang memperhatikan mereka.
Khususnya pekerja part time yang sedang sarapan di restoran tersebut.
Mereka berdua segera duduk di salah satu kursi restoran tersebut. Pelayan datang dan memberikan menu untuk Laras dan Al-Ghazali.
"Saya nasi goreng kampung dan air mineral saja, Mbak!" pinta Al-Ghazali tanpa menatap wanita yang membawa menu.
"Kamu apa, Ras?" tanya Al-Ghazali menatap istrinya yang tampak sedang melihat menu.
"Eum … aku sandwich daging satu, jus alpukat murni tanpa gula satu dan apa ya? Eumm … nasi goreng kampung satu!" jawab Laras semangat, karena bisa makan enak.
Al-Ghazali yang melihat wajah cerah istrinya pun tersenyum manis. Dia senang melihat sang istri bahagia.
"Baik, mohon tunggu sebentar, Mbak, Mas. Kami akan menyiapkan pesanannya secepat mungkin!" ujar wanita itu lalu beranjak pergi dari sana.
Saat sedang asik berbicara dengan sang suami, Laras tak sengaja menoleh ke kanan dan tatapan matanya bertemu dengan sosok pria yang sangat ia kenal.
Degg.
"Pak Broto," batin Laras terkejut bukan main. Dia nyaris pingsan berhadapan dengan pria tua itu.
Pria yang pernah memakai jasa Laras, bahkan sangat sering. Broto tersenyum samar, dia berada di sana bersama anak dan istrinya.
"Jal*ng ku rupanya," batin Broto tersenyum jahat.
Laras mencengkram erat gamisnya. Dia menjadi gugup, keringat dingin keluar dari keningnya. Takut sekali kalau Broto mendatangi mejanya dan membahas masa lalu.
Apalagi kalau sampai Broto melaporkan keberadaan nya pada Fitri, si nenek lampir yang memaksa Laras terjun ke dunia malam.
"Tenang, Laras. Jangan gugup, jangan panik. Pak Broto juga sedang bersama anak dan istrinya. Dia pasti tidak akan berani mendatangi mu," batin Laras berusaha untuk tidak panik.
Al-Ghazali yang melihat raut wajah istrinya berubah seperti orang yang sedang ketakutan pun khawatir.
"Ras, ada apa?" tanya Al-Ghazali lembut dengan ekspektasi penasaran.
"Hah?" Laras terbengong seperti orang yang linglung.
"Ada apa? Kenapa kamu panik begitu?" tanya Al-Ghazali penasaran pada istrinya.
"Hah? Oh panik … nggak kok, aku nggak panik! He he!"
Laras menjawab lalu tersenyum cengengesan berusaha untuk menutupi kegelisahan nya.
Dia takut kalau sampai Al-Ghazali bertemu dengan Pak Broto. Pria yang sering memakainya.
"Ya Allah … semoga saja, Pak Broto cepat pergi dari sini," batin Laras berdoa.
Sepertinya doa Laras tidak makbul. Pak Broto malah bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju ke arahnya.
*
*
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰😘
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
ya elah mau apa bandot tua itu
2023-10-24
0
Musniwati Elikibasmahulette
ya ampun aku jadi takut
2023-03-31
0
Musniwati Elikibasmahulette
lebih baik kau memakai cadar saja ,biar kau terlindung ,laras
2023-03-31
0